tag:blogger.com,1999:blog-31503321389454908102024-03-12T18:34:20.493-07:00krsna alexanderArwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.comBlogger31125tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-33686921782988728702012-06-08T03:40:00.000-07:002012-06-08T03:40:23.314-07:00RPP paragraf Deduktif dan Induktif<div style="text-align: center;">
<b>RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN(RPP) </b></div>
<div style="text-align: center;">
<br /></div>
<b>A. STANDAR KOMPETENSI</b><br />
Menulis: menggungkapkan pikiran, pendapat, dan informasi dalam penulisan karangan berpola deduktif dan induktif.<br />
<br />
<b>B. KOMPETENSI DASAR</b><br />
Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif
<b> </b><br />
<br />
<b>C. INDIKATOR</b><br />
1. Kognitif<br />
a. Proses<br />
<ul>
<li>Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf</li>
<li>Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama</li>
<li>Menemukan paragraf induktif dan deduktif</li>
</ul>
b. Produk<br />
<ul>
<li>Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf</li>
<li>Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama</li>
<li>Menentukan paragraf induktif dan deduktif</li>
</ul>
c. Psikomotor<br />
<ul>
<li>Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif</li>
</ul>
2. Afektif<br />
a. Karakter<br />
<ul>
<li>tanggung jawab</li>
<li>kritis</li>
<li>disiplin</li>
</ul>
b. Keterampilan sosial<br />
<ul>
<li>Berbahasa santun dan komunikatif</li>
<li>Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok</li>
<li>Membantu teman yang mengalami kesulitan</li>
</ul>
<b>D. TUJUAN PEMBELAJARAN</b><br />
<br />
1. Kognitif<br />
a.Proses<br />
Setelah membaca dan memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan <br />
membaca nyaring, siswa secara berkelompok diharapkan dapat :<br />
<ul>
<li>Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf</li>
<li>Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama</li>
<li>Menemukan paragraf induktif dan deduktif</li>
</ul>
b. Produk<br />
Setelah menemukan hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa secara berkelompok<br />
diharapkan dapat
Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf<br />
<ul>
<li>Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama</li>
<li>Menentukan paragraf induktif dan deduktif</li>
</ul>
c. Psikomotor<br />
Setelah menentukan dan memahami hasil pencapaian tujuan produk di atas, siswa <br />
secara mandiri diharapkan dapat<br />
<ul>
<li>Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif</li>
</ul>
2. Afektif<br />
a. Karakter<br />
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam <br />
berperilaku yang meliputi sikap<br />
<ul>
<li>tanggung jawab</li>
<li>kritis</li>
<li>disiplin</li>
</ul>
b. Keterampilan sosial<br />
Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan kecakapan<br />
sosial yang meliputi<br />
<ul>
<li>Berbahasa santun dan komunikatif</li>
<li>Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok</li>
<li>Membantu teman yang mengalami kesulitan</li>
</ul>
<b>E. MATERI PEMBELAJARAN</b><br />
<ul>
<li>Paragraf yang berpola deduktif dan induktif</li>
<li>Kalimat utama dan kalimat penjelas</li>
<li>Perbedaan deduktif dan induktif</li>
</ul>
<b>F. MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN</b><br />
<ul>
<li>Pendekatan: Pembelajaran Kontekstual</li>
<li>Model Pembelajaran: Kooperatif Tipe STAD</li>
<li>Metode: tanya jawab, pemodelan, penugasan, dan unjuk kerja</li>
</ul>
<b>G. BAHAN DAN MEDIA</b><br />
<ul>
<li>Wacana tulis (artikel)</li>
<li>LKS</li>
<li>Kertas HVS</li>
</ul>
<b>H. ALAT</b><br />
<ul>
<li>Spidol</li>
<li>Format evaluasi</li>
<li>Pedoman penilaian dan penskoran</li>
</ul>
<b>I. SKENARIO PEMBELAJARAN</b><br />
<b> </b> <br />
<table border="1" style="width: 600px;">
<tbody>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td align="center"><b>No.</b></td><td align="center"><b>Kegiatan</b></td><td align="center"><b>Penilaian Pengamat</b></td></tr>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><b> 1 2 3 4</b></td></tr>
<tr><td align="center">A1</td><td align="center"><div style="text-align: left;">
Kegiatan Awal (15 menit)</div>
<div style="text-align: justify;">
<ul>
<li>Tahap 1 (5 menit): Pemancingan dengan mula-mula menanyakan kesiapan belajar siswa, lalu menanyakan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang paragraf.</li>
</ul>
<ul>
<li>Tahap 2 (10 menit): Pengarahan dengan mula-mula bertanya jawab tentang jenis-jenis paragraf berdasarkan letak kalimat utamanya, kemudian diakhiri dengan penegasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam proses pembelajaran pada pertemuan itu.</li>
</ul>
</div>
</td><td align="left"><br /></td></tr>
<tr><td align="center">B1</td><td style="text-align: justify;">Kegiatan Inti (55 menit):<br />
<ul>
<li>(55 menit): guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian memberikan pemahaman kepada siswa mengenai paragraf deduktif dan induktif, serta perbedaan antara kalimat utama dan kalimat penjelas</li>
</ul>
</td><td align="left"><br /></td></tr>
<tr><td align="center">C1</td><td style="text-align: justify;">Kegiatan Akhir(10 menit):<br />
<ul>
<li>Siswa bersama guru merumuskan kesimpulan umum atas semua butir pembelajaran yang telah dilaksanakan; </li>
<li>Siswa diminta menyampaikan kesan dan saran (jika ada) terhadap proses pembelajaran yang baru selesai mereka ikuti; </li>
<li>Guru menugaskan siswa untuk mencari artikel di media masa yang akan mereka identifikasi paragraf deduktif dan induktif
</li>
</ul>
</td><td align="left"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<b>J. SUMBER PEMBELAJARAN</b><br />
<ul>
<li>Wacana tulis</li>
<li>Materi Essensial MGMP Sekolah</li>
<li>Lembar Pegangan Guru</li>
<li>LKS 1 ; LKS 2</li>
<li>LP 1 ; LP 2</li>
<li>Silabus</li>
</ul>
<b>K. EVALUASI DAN PENILAIAN</b><br />
<br />
1. Evaluasi<br />
a. Evaluasi Proses: dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas peserta (siswa) dalam<br />
menggarap tugas, diskusi, kegiatan tanya jawab, dan dialog informal.<br />
b. Evaluasi Hasil: dilakukan berdasarkan analisis hasil pengerjaan tugas dan pengerjaan tes, dan<br />
pengamatan unjuk keterampilan (performance)<br />
2. Penilaian<br />
<ul>
<li>Tagihan Penilaian: LKS 1 dan LP 1, LKS 2 dan LP 2, , LP 4, LP 5</li>
<li>Tugas Individu: menggunakan LKS 3 ; LP 3</li>
<li>Bentuk Instrumen Penilaian:
Uraian bebas
Jawaban singkat
Pilihan ganda</li>
</ul>
<br />
Satuan Pendidikan : SMA<br />
Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia<br />
Kelas/Semester : XI/I<br />
Standar Kompetensi : Membaca<br />
Kompetensi Dasar : Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui kegiatan<br />
membaca intensif<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>LEMBAR PEGANGAN GURU
(LPG)</b></div>
<b>Pengertian Paragraf</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping“) adalah Unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi.
Syarat sebuah paragraf di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :</div>
<b>Kalimat utama</b><br />
<div style="text-align: justify;">
Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Kalimat Penjelas</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini terbagi atas 4 yakni :</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Paragraf Deduktif</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.
Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Paragraf Induktif</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Paragraf Campuran (Deduktif-Induktif)</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Paragraf Tersebar</b></div>
<div style="text-align: justify;">
Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.</div>
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>DAFTAR PUSTAKA</b></div>
<br />
Irawan, yudi (dkk). 2007. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>LEMBAR PENILAIAN</b></div>
<br />
LP 1 : KOGNITIF PROSES<br />
Pedoman Penskoran LKS 1
<br />
<table border="1" style="width: 600px;">
<tbody>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td align="center"><b>No.</b></td><td align="center"><b>Komponen </b></td><td align="center"><b>Deskriptor</b></td><td align="center"><b>Skor </b></td><td align="center"><b>Bobot</b></td><td align="center"><b>Skor
x Bobot</b></td><td align="center"><b>Catatan</b></td></tr>
<tr><td align="center">1.</td><td style="text-align: left;">Menemukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf</td><td style="text-align: justify;"><ul>
<li>Dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas pada semua paragraf</li>
<li>Hanya dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas pada beberapa paragraf</li>
<li>Tidak dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf</li>
</ul>
</td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td></tr>
<tr>
</tr>
<tr><td align="center">2.</td><td style="text-align: left;">Menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif</td><td align="left"><ul>
<li>Dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif pada semua paragraf.</li>
<li>Hanya dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif pada beberapa paragraf</li>
<li>Tidak dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf. .</li>
</ul>
</td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
<tr><td align="center"><br /></td><td align="center">Jumlah</td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
</tbody></table>
Catatan : 0 = Sangat kurang 1 = kurang 2 = baik <br />
Cara Pemberian Nilai<br />
Rumus :<br />
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum) X 100<br />
<br />
LP 2 : KOGNITIF PRODUK<br />
Pedoman Penskoran LKS 2 <br />
<table border="1" style="width: 600px;">
<tbody>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td align="center"><b>No.</b></td><td align="center"><b>Komponen </b></td><td align="center"><b>Deskriptor</b></td><td align="center"><b>Skor </b></td><td align="center"><b>Bobot</b></td><td align="center"><b>Skor
x Bobot</b></td><td align="center"><b>Catatan</b></td></tr>
<tr><td align="center">1.</td><td style="text-align: left;">Menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf</td><td style="text-align: justify;"><ul>
<li>Dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas pada semua paragraf</li>
<li>Hanya dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas pada beberapa paragraf</li>
<li>Tidak dapat menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf</li>
</ul>
</td><td align="center">1<br />
<br />
<br />
2<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
3</td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td></tr>
<tr>
</tr>
<tr><td align="center">2.</td><td style="text-align: left;">Menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif</td><td align="left"><ul>
<li>Dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif pada semua paragraf.</li>
<li>Hanya dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif pada beberapa paragraf</li>
<li>Tidak dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif pada semua paragraf .</li>
</ul>
</td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
<tr><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
</tbody></table>
Catatan : 0 = Sangat kurang 1 = kurang 2 = baik<br />
Cara Pemberian Nilai<br />
Rumus :<br />
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum) X 100<br />
<br />
LP 3 = Psikomotor<br />
Pedoman Penskoran LKS 3 <br />
<table border="1" style="width: 600px;">
<tbody>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td align="center"><b>No.</b></td><td align="center"><b>Komponen </b></td><td align="center"><b>Deskriptor</b></td><td align="center"><b>Skor </b></td><td align="center"><b>Bobot</b></td><td align="center"><b>Skor
x Bobot</b></td><td align="center"><b>Catatan</b></td></tr>
<tr><td align="center">1.</td><td style="text-align: left;">Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif</td><td style="text-align: justify;"><ul>
<li>Dapat menjelaskan dengan sangat jelas dengan bahasa yang efektif dan santun.</li>
<li>Dapat menjelaskan, namun dengan terbata-bata.</li>
<li>Tidak dapat menjelaskan apa-apa.</li>
</ul>
</td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td></tr>
<tr>
</tr>
<tr><td align="center"><br /></td><td align="center">Jumlah</td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="center"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
</tbody></table>
Catatan : 0 = Sangat kurang 2 = cukup baik 3 = baik<br />
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum) X 100<br />
<br />
LP 4 = Afektif : Perilaku Berkarakter <br />
Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut:<br />
<br />
A = sangat baik B = memuaskan
C = Cukup baik D = kurang baik<br />
Format Pengamatan Perilaku Berkarakter
<br />
<table border="1" style="width: 600px;">
<tbody>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td align="center"><b>No.</b></td><td style="text-align: justify;"><b>Rincian tugas kinerja </b></td><td align="center"><b>Memerlukan perbaikan(D)</b></td><td align="center"><b>Menunjukkan kemajuan
(C)</b></td><td align="center"><b>Memuaskan(B)</b></td><td style="text-align: center;"><b>Sangat baik
(A) </b></td></tr>
<tr><td align="center">1</td><td align="center">Tanggung jawab</td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
<tr><td align="center">2</td><td align="center">Kritis</td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
<tr><td align="center">3</td><td align="center">Disiplin</td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td><td align="left"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<br />
<div style="text-align: left;">
Hari/Tanggal :<br />
</div>
<div style="text-align: left;">
<br /></div>
<div style="text-align: left;">
Guru/Pengamat (…………………..)</div>
<br />
LP 5 = Afektif : Perilaku Keterampilan Sosial<br />
Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :<br />
A = sangat baik B = memuaskan
C = Cukup baik D = kurang baik<br />
Format Pengamatan Keterampilan Sosial
<br />
<table border="1" style="width: 600px;">
<tbody>
<tr bgcolor="#e0f8e0"><td style="text-align: justify;"><b>No.</b></td><td style="text-align: justify;"><b>Rincian tugas kinerja </b></td><td style="text-align: justify;"><b>Memerlukan perbaikan(D)</b></td><td style="text-align: justify;"><b>Menunjukkan kemajuan
(C)</b></td><td style="text-align: justify;"><b>Memuaskan(B)</b></td><td style="text-align: justify;"><b>Sangat baik
(A) </b></td></tr>
<tr><td style="text-align: justify;">1</td><td style="text-align: justify;">Berbahasa santun dan komunikatif </td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td></tr>
<tr><td style="text-align: justify;">2</td><td style="text-align: justify;">Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok </td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td></tr>
<tr><td style="text-align: justify;">3</td><td style="text-align: justify;">Membantu teman yang kesulitan </td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td><td style="text-align: justify;"><br /></td></tr>
</tbody></table>
<br />
Hari/Tanggal :<br />
<br />
<br />
Guru/Pengamat
(…………………..)<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
<b>MEDIA PEMBELAJARAN</b><br />
</div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Bacalah Kutipan Artikel Berikut! </b></div>
<div style="text-align: justify;">
<b>Efek Rumah Kaca </b></div>
<div style="text-align: justify;">
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika mengenai permukaan bumi, energi berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagi radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala mahkluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15˚C (59˚F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33˚C (59˚F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18˚C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi). Akibatnya jumlah gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
Kenaikan suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan.misalnya naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. </div>
<div style="text-align: justify;">
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan
Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perbedaan politik dan publik di dunia mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut. Sebagian besar Negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca<br />
</div>
Kendari, Desember 2011<br />
<br />
Guru Pamong HARLINA, S.Pd Mahasiswa KKP A R I S <br />
NIP 197605292007012012 A1D1 07 105<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
Mengetahui,
Kepala SMA Kartika VII-2 Kendari </div>
<div style="text-align: center;">
Drs. H. NP. DAHLAN
</div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-50695643509928421262012-06-07T01:22:00.000-07:002012-06-07T01:22:14.351-07:00Lirik Lagu Dream High - Suzy , Wooyoung & Taecyeon , JOO, Kim Soo Hyun<div style="text-align: justify;">
(versi bahasa inggris)<br /><br />I dream high I dream a dream<br />When it's tough, I close my eyes and<br />The moment my dream comes true<br />continue to recall and get up<br />at the end of fear today too I tremble<br />Like a baby bird, would it fall, unable to fly<br />repeatedly I can do it, can my dream come true<br />every time I'm fearful, my belief walking step by step again<br /><br />I dream high I dream a dream<br />When it's tough, I close my eyes and<br />The moment my dream comes true<br />continue to recall and get up<br /><br />I believe I can fly high<br />one day me above the sky<br />wings stretched out, more free than anyone else<br />flying rising high<br />I need bravery to overcome<br />firstly pick myself up rise again and dare to run<br />once again believe in me and my destiny<br /><br />climb over every wall taller than me<br />I dream high I dream a dream<br />When it's tough, I close my eyes and<br />The moment my dream comes true<br />continue to recall and get up<br />I believe I can fly high<br /><br />one day me above the sky<br />wings stretched out, more free than anyone else<br />flying rising high<br />Dream high a chance to fly high<br />Now bye bye to all that hurts<br /><br />try flying high like the stars in the sky<br />your dream will unfold<br />starting from now<br />don't be afraid of the future made by your hands<br />now walk totally confident<br /><br />unstoppable destiny is destiny<br />now we soar up high<br />for you, this whole new fantasy<br />so from now, take my hand here<br />from now on, our aim<br />one dream and not give up<br />youthful passion all here dream high<br /><br />I dream high I dream a dream<br />When it's tough, I close my eyes and<br />The moment my dream comes true<br />continue to recall and get up<br /><br />I believe I can fly high<br />one day me above the sky<br />wings stretched out, more free than anyone else<br />flying rising high<br /><br />Lyrics Dream High - Suzy , Wooyoung & Taecyeon , JOO, Kim Soo Hyun<br /><br />I Dream High nan kkumeul kkujyo<br />Hindeul ttaemyeon nan nuneul gamgo<br />Kkumi irweojineun geu sunganeul<br />Gyesok tteoollimyeo ireonajyo<br /><br />Duryeoumeui kkeuteseo nan<br />Oneuldo heundeullijyo<br />Tteorejilkka bwa naraoreuji mothaneun<br />Eorin saecheoreom<br /><br />Jakku naega hal su inna<br />Nae kkumi irweojilkka<br />Naeditneun georeum han georeum georeumi dashi<br />Duryeoweo jil ttaemada<br /><br />I Dream High nan kkumeul kkujyo<br />Himdeul ttaemyeon nan nuneul gamgo<br />Kkumi irweojineun geu sunganeul<br />Gyesok tteoollimyeo ireonajyo<br /><br />I can fly high naneun mideoyo<br />Eonjenganeun jeo haneulwiro<br />Nalgaereul pyeogo nugubodado<br />Jayurobge nopi nara oreul geoeyo<br /><br />Neomeojin nal ireukkyeo jul<br />Yonggiga phiryohajyo<br />Meonjireul teolgo dashi ireona tto han beon<br />Ttwieogal yonggiga<br /><br />Dashi han beon nareul midgo<br />Naeui unmyeongeul midgo<br />Modeun geol geolgo nae kkiboda nopeun byeogeul<br />Ttwieo neomeulgeoeyo ~Oh<br /><br />I Dream High nan kkumeul kkujyo ( kkumeul kkujyo )<br />Himdeul ttaemyeon nan nuneul gamgo<br />Kkumi irweojineun geu sunganeul<br />Gyesok tteoollimyeo ( dashi ) ireonajyo ( Oh )<br /><br />I can fly high naneun mideoyo<br />Eonjenganeun jeo haneulwiro ( jeo haneulwiro )<br />Nalgaereul pyeogo nugubodado<br />Jayurobge nopi ( nan ) nara oreul geoeyo<br /><br />Dream high a chance to fly high<br />Apeumdeureun ijen modu da bye bye<br />Haneure inneun jeo byeoldeul<br />Cheoreom nopi narabwa ni kkumdeureul<br />Pyeolchyeo boneun geoya time for you to shine<br />Ijebuteo shijagiya gotta make ‘em mine <br /><br />Ni soneuro irweoga mirael duryeoweo hajima<br />Ijen himkkeot jashinitge georeoga<br />Destiny sukmyeongiji meomchul su eopneun<br />Unmyeongi jigeum uri nunape pyeolchyeojiji<br /><br />Igeon neoreul wihan whole new fantasy<br />Geureoni ijebuteo yeogi soneul jaba<br />Urieui mikpyoneun jigeumbuteo hana<br />Kkumgwa mirae pogi haji anha<br />Jeolmeum yeoljeong yeogi moduda Dream High<br /><br />I Dream High nan kkumeul kkujyo ( kkumeul kkujyo )<br />Himdeul ttaemyeon nan nuneul gamgo ( nuneul gamgo )<br />Kkumi irweojineun geu sunganeul<br />Gyesok tteoollimyeo ireonajyo ( Oh )<br /><br />I can fly high naneun mideoyo ( mideoyo )<br />Eonjenganeun jeo haneulwiro ( jeo haneulwiro )<br />Nalgaereul pyeogo nugubodado<br />Jayurobge nopi nara oreul geoeyo<br /><br />Read more: http://mp3indodownload.blogspot.com/2011/07/lirik-lagu-dream-high-kim-soo-hyun-suzy.html#ixzz1vsSJ3tuD<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-17131134232485603182012-06-07T01:20:00.006-07:002012-06-14T04:52:26.161-07:00Lirik Lagu Korean : Suddenly – Kim Bo Kyung<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
amureon maldo tteooreuji anhasseo<br />
neoui eolgul dasi bol jul jeongmal mollasseo<br />
nae maeumsok gipeun eodingae mudeodun chae<br />
yeojikkeot geuriwohamyeo apahaesseotji<br />
dorabomyeon miso ttuin eolgullo nal<br />
barabomyeo hangsang dwie seo inneun geot gata<br />
eojireoun i gibune hollo bameul saemyeo<br />
ajik nameun geudae heunjeoge ulgon haetji<br />
ije malhaejwo naega mwol jalmotaenneunji<br />
ije malhaejwo naega bujokhaetdeon geonji<br />
jeongmal geudaereul michidorok wonhaesseo<br />
geudael dasi bol su itgireul hangsang gidohaewasseo<br />
ireoke naega jugeul geotman gateunde<br />
ijen geudaega naege ol sun eomnayo ….. jebal<br />
honjaseodo jalhaenael su itdago<br />
neo eobsido jalhaenael su isseul georago<br />
dajimhamyeo ojiannneun jameul cheonghaebwado<br />
ni maltu ni pyojeongman ttoryeosi tteoolla<br />
ije malhaejwo naega mwol jalmotaenneunji<br />
ije malhaejwo naega bujokhaetdeon geonji<br />
jeongmal geudaereul michidorok wonhaesseo<br />
geudael dasi bol su itgireul hangsang gidohaewasseo<br />
ireoke naega jugeul geotman gateunde<br />
ijen geudaega naege ol sun eomnayo<br />
jeongmal geudaereul michidorok wonhaesseo<br />
geudael dasi bol su itgireul hangsang gidohaewasseo<br />
ireoke naega jugeul geotman gateunde<br />
ijen geudaega naege ol sun eomnayo<br />
jebal jebal<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
TRANSLATION<br />
I couldn’t come up with any words.<br />
I really did not know I’d see you again.<br />
Somewhere buried deep inside my heart.<br />
I have longed and ached for you.<br />
When I turn around I see the smiling face.<br />
The face that is always there, behind me.<br />
This dizzy feeling keeps me up at night.<br />
Traces of you keep me crying again.<br />
Tell me now, how was I wrong?<br />
Tell me now, was I lacking?<br />
I really desired you like crazy.<br />
I always prayed that I could see you again.<br />
I feel as though I will die like this.<br />
Can’t you be the one coming to me now.<br />
Please.<br />
I told myself I’d be fine alone.<br />
That I could do well without you.<br />
I tell myself this as I try to force myself to sleep.<br />
But all I can think of are the way you speak and look.<br />
Tell me now, how was I wrong?<br />
Tell me now, was I lacking?<br />
I really desired you like crazy.<br />
I always prayed that I could see you again.<br />
I feel as though I will die like this.<br />
Can’t you be the one coming to me now?<br />
I really desired you like crazy.<br />
I always prayed that I could see you again.<br />
I feel as though I will die like this.<br />
Can’t you be the one coming to me now?<br />
Please.<br />
Please.<br />
<br />
아무런 말도 떠오르지 않았어<br />너의 얼굴 다시 볼 줄 정말 몰랐어<br />내 마음속 깊은 어딘가에 묻어둔 채<br />여지껏 그리워하며 아파했었지<br /><br />돌아보면 미소 띈 얼굴로 날<br />바라보며 항상 뒤에 서 있는 것 같아<br />어지러운 이 기분에 홀로 밤을 새며<br />아직 남은 그대 흔적에 울곤 했지<br /><br />이제 말해줘 내가 뭘 잘못했는지<br />이제 말해줘 내가 부족했던 건지<br /><br />정말 그대를 미치도록 원했어<br />그댈 다시 볼 수 있기를 항상 기도해왔어<br />이렇게 내가 죽을 것만 같은데<br />이젠 그대가 내게 올 순 없나요 제발<br /><br />혼자서도 잘해낼 수 있다고<br />너 없이도 잘해낼 수 있을 거라고<br />다짐하며 오지않는 잠을 청해봐도<br />니 말투 니 표정만 또렷이 떠올라<br /><br />이제 말해줘 내가 뭘 잘못했는지<br />이제 말해줘 내가 부족했던 건지<br /><br />정말 그대를 미치도록 원했어<br />그댈 다시 볼 수 있기를 항상 기도해왔어<br />이렇게 내가 죽을 것만 같은데<br />이젠 그대가 내게 올 순 없나요 제발<br /><br />정말 그대를 미치도록 원했어<br />그댈 다시 볼 수 있기를 항상 기도해왔어<br />이렇게 내가 죽을 것만 같은데<br />이젠 그대가 내게 올 순 없나요<br />제발 제발 <br /><br />http://lyricsalls.blogspot.com/2011/06/lirik-lagu-kim-bo-kyung-suddenly-ost.html<br />
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-59913044815421765012012-06-07T01:18:00.004-07:002012-06-07T01:18:31.413-07:00SPESIFIKASI DORAEMON<div style="text-align: justify;">
Arti nama: Doraemon berasal dari kata ââ¬Ådora-nekoââ¬Â yang berarti ââ¬Åkucing tersesatââ¬Â, sementara akhiran -emon merupakan suatu akhiran nama yang umum di Jepang.<br />Nama (salah satu?) pacar (dengan status hubungan yang terkesan tarik ulur): Mii-chan<br />Pemilik asli: Sewashi (Nobitaââ¬â¢s great-great-grandson dari abad ke 22)<br />Lahir ke dunia (Diciptakan pertama kali): 1-12-1969<br />Dibuat oleh: Fujimoto Hiroshi dan Motoo Abiko<br />Debut: 1970 (kemungkinan dalam bentuk komik yang terpecah-pecah)<br />Karir di komik: 1974 - 1996 dengan jumlah sirkulasi lebih dari 80 juta komik di seluruh dunia (1992)<br />Karir di TV (Asahi): 1979 - sekarang<br />Karir di film: 1980 - sekarang (untuk edisi tahun 2005 ditunda sampai dengan musim semi 2006)<br />Debut di Indonesia (TV): Juli 1989 (menurut Doraemon-land)*<br /><br />Makanan kesukaan: Dorayaki<br />Hal-hal yang dibenci: kedinginan dan TIKUS!!<br />Lahir (dalam cerita): 2112-9-3 (3 September 2112)<br />Tempat lahir: Pabrik Robot ââ¬ÅMatsushibaââ¬Â<br />*Data agak diragukan. Menurut wikipedia: tahun 1991. Tapi sepertinya tahun yang diakui secara resmi di Indonesia (oleh pihak Elex Media Komputindo?) itu tahun 1990!!<br /><br />Ada yang spesial dari angka 1293 tersebut loh:<br />Tinggi badan: 129.3 cm<br />Lingkar badan: 129.3 cm<br />Berat badan: 129.3 kg (seharusnya tidak mungkin Nobita selamat kalau tertimpa Doraemon )<br />Tinggi loncatan: 129.3 cm (kalau bertemu tikus)<br />Kecepatan lari (kabur): 129.3km/? (kalau bertemu tikus)<br /><br />Spesifikasi:<br />Mata: infra merah, dapat melihat dalam gelap<br />Hidung: 20x ketajaman hidung manusia (sayang, sering rusak)<br />Kumis: mempunyai radar yang dapat mendeteksi benda dari jauh (sedang butuh perbaikanââ¬Â¦)<br />Mulut: dengan ukuran mulut sangat besar (wastafel-pun bisa dilahap!), dapat memakan apapun<br />Bel: berguna untuk memanggil kucing-kucing lain (lagi-lagi sedang rusak!)<br />Kantong: 4 dimensi dengan kapasitas nyaris tak terbatas, tempat penyimpanan berbagai macam alat<br />Tangan: mempunyai kemampuan menyedot sehingga benda apapun dapat menempel<br />Kaki: telapaknya datar, dapat berjalan tanpa suara seperti halnya kucing biasa<br />Ekor: berfungsi sebagai ââ¬Åtombolââ¬Â pengaktifan Doraemon<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-14644333600931600792012-06-07T01:17:00.003-07:002012-06-14T05:02:12.070-07:00Sejarah Doraemon<div style="text-align: justify;">
Posted on September 15, 2008 by maoels <br />
Doraemon<br />
Doraemon (ドラえもん) adalah sebuah manga populer yang dikarang Fujiko F. Fujio (藤子・F・不二雄) sejak tahun 1970 dan berkisah tentang kehidupan seorang anak pemalas kelas 4 SD yang bernama Nobi Nobita (野比のび太) yang didatangi oleh sebuah robot kucing bernama Doraemon yang datang dari abad ke-22. Dia dikirim untuk menolong Nobita agar keturunan Nobita dapat menikmati kesuksesannya daripada harus menderita dari utang finansial — yang akan terjadi di masa depan — yang disebabkan karena kebodohan Nobita.<br />
Nobita, setelah gagal dalam ulangan sekolahnya atau setelah diganggu oleh Giant dan Suneo, akan selalu mendatangi Doraemon untuk bantuannya. Doraemon kemudian biasanya akan membantu Nobita dengan menggunakan peralatan-peralatan canggih dari kantong ajaibnya; peralatan yang sering digunakan misalnya “baling-baling bambu” dan “Pintu ke Mana Saja”. Sering kali, Nobita berbuat terlalu jauh dalam menggunakan peralatannya dan malah terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar.<br />
Sejarah Doraemon<br />
1. Pada abad 22 produksi robot meningkat dan menyebabkan produksi robot secara masa. Pada zaman itu banyak robot yang di fungsikan sesuai dengan kegunaannya masing-masing. Pada suatu perusahaan robot yang kebetulan tidak jauh dari tokyo, ada perusahaan yang membuat robot kucing secara besar-besaran.<br />
2. Pada saat produksi, salah satu robot mengalami kegagalan dalam proses penciptaanya. Robot yang dimaksud adalah doraemon yang sekarang membantu nobita.<br />
3. Robot gagal tersebut di masukan ke dalam akademi robot untuk selanjutnya digunakan untuk membantu pekerjaan rumah tangga. <br />
4. Namun semua tidak berjalan lancar bagi doraemon, dia gagal dalam setiap test yang dia ikuti.<br />
5. Kemudian doraemon di jual ke keluarga miskin (keluarga keturunan nobita) untuk di gunakan merawat bayi.<br />
6. Pada suatu hari ketika doraemon beristirahat dan terlelap dalam tidurnya, seekor tikus robot memakan telinga doraemon dan merusaknya. Oleh karena itu memory utama doraemon tidak berfungsi dan ketika doraemon di reset maka memorynya akan hilang permanen. Itu adallah awal mengapa doraemon adalah robot kucing yang tidak memiliki telinga sama sekali.<br />
7. Karena kehilangan telinganya itu doraemon menangis dan terus menangis hingga akhirnya cat tubuh robot yang awalnya berwarna orange berbah menjadi biru dan warna tersebut menjadi permanen di tubuh doraemon. Orang sering pula menyebutnya doraemon metamorfosis.<br />
8. Kemudian doraemon dikirim ke masa lalu untuk membantu leluhur keluarga miskin tersebut yaitu nobi nobita agar menjadi orang sukses dan dampaknya pada kelarga tersebut dapat hidup lebih baik.<br />
Sumber : http://www.geocities.com/the_doraemon_resource/<br />
Manga Doraemon<br />
Pada bulan Desember 1969, manga Doraemon terbit berkesinambungan dalam 6 judul majalah bulanan anak. Majalah-majalah tersebut adalah majalah Yoiko (anak baik), Yōchien (taman kanak-kanak), Shogaku Ichinensei (kelas 1 SD), Shogaku Yonnensei (kelas 4 SD), dan sejak 1973 majalah Shogaku Gogensei (kelas 5 SD) dan Shogaku Rokunensei (kelas 6 SD). Cerita yang terkandung dalam majalah-majalah itu berbeda-beda, yang berarti pengarang cerita ini harus menulis lebih dari 6 cerita setiap bulannya. Pada tahun 1979, CoroCoro Comic diluncurkan sebagai majalah Doraemon.<br />
Sejak pertama kali muncul pada tahun 1969, cerita Doraemon telah dikumpulkan dan dibagi ke dalam 45 buku yang dipublikasikan sejak tahun 1974 sampai 1996, dan telah terjual lebih dari 80 juta buku pada tahun 1992. Sebagai tambahan, pada tahun 2005, Shōgakukan menerbitkan sebuah serial tambahan sejumlah 5 jilid dengan judul Doraemon+ (Doraemon Plus), dengan cerita yang berbeda dari 45 volume aslinya.<br />
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/The_Doraemons<br />
Sekilas Riwayat Doraemon<br />
Misi Doraemon adalah untuk menolong Nobi Nobita, buyut dari Sewashi, pemilik doraemon. Nobita adalah seorang anak yang selalu mengalami nasib sial dan tak punya kemampuan apa-apa. Ia bodoh dalam pelajaran sekolah dan tidak bisa berolahraga, Nobita hanya berbakat dalam tembak-menembak dan tidur; kemampuan yang hampir tak berguna di zaman Jepang modern. Inilah alasan mengapa ia gagal menjalani kehidupannya. Dan Doraemon dikirim dari masa depan untuk menjadikannya seorang pria yang sukses. Sangat ironis, sebuah robot gagal datang membantu seorang anak yang gagal. Tetapi pada kenyataannya, persahabatan kedua anak ini membuat mereka menjadi seseorang yang lebih baik.<br />
Doraemon tiba di tahun 1969, pada hari Tahun Baru Jepang. Ia keluar dari laci meja milik Nobita, dan sejak saat itu ia tinggal bersama Nobita, misinya adalah untuk mencegah Nobita menjadi orang gagal. Setiap kali Nobita tertimpa masalah, Doraemon akan segera membantu dengan alat-alat ajaibnya.<br />
Kelihatannya misi Doraemon berhasil, karena ketika mereka menjelajah ke masa depan, Nobita melihat dirinya menikah dengan Shizuka, bukan dengan Jaiko. Dia juga melihat keturunannya hidup dalam kondisi yang lebih baik daripada ketika Sewashi mengirim Doraemon dulu; bahkan keturunan Nobi mampu membeli robot yang “tidak gagal”, Dorami.<br />
Diceritakan dalam manga dan serial TV-nya, Doraemon dan Nobita saling bekerja sama untuk memperbaiki kehidupan mereka masing-masing. Mereka saling bekerja sama dan tolong-menolong. Banyak juga cerita yang menampilkan kisah keberanian dan kegigihan mereka untuk mempertahankan persahabatan yang sudah mereka jalin.<br />
Tokoh Utama<br />
• Nobi Nobita, (野比のび太) <br />
Anak kelas 5 SD yang pemalas dan sering diganggu oleh Giant dan teman-temannya. Tidak pandai dalam olahraga dan juga dalam pelajaran sekolah. Walaupun begitu, ia pandai dalam membuat teka-teki dan menembak. Sifatnya yang terlalu baik dan suka menolong terkadang malah menyeretnya ke dalam masalah. Namun separah apapun, pada akhirnya Nobita akan selalu bergembira. Selain membuat teka-teki dan menembak, Nobita juga ahli dalam hal “tidur.” Ia mampu tertidur lebih cepat daripada orang lain . Hobinya adalah bermain karet — hobi yang tak lazim untuk anak laki-laki di Jepang — dan mengumpulkan tutup botol. Cita-cita Nobita selalu berganti-ganti, ia pernah ingin menjadi ninja, guru, pilot, dan lain-lain. Namun di masa depan, ia hanya menjadi seorang pegawai kantoran.<br />
Fujimoto, pengarang komik ini, pernah mengatakan, “Nobita sebenarnya bukan tidak bisa berbuat apa-apa, ia hanya malas jika harus bersungguh-sungguh ketika melakukan sesuatu, Karenanya, setiap hari ia selalu bersantai-santai. Tapi kalau memang diperlukan, ia bisa melakukannya dengan bersungguh-sungguh.”<br />
Berbeda dengan ibunya, Nobita adalah seorang pecinta binatang. Ia pernah memelihara — dengan sembunyi-sembunyi — berbagai macam hewan mulai dari kucing, anjing, Fuuko si anak angin, sampai seekor gajah Afrika yang terpisah dari induknya.<br />
Dalam komiknya, Nobita diceritakan pernah tinggal di suatu pulau kecil terpencil selama 10 tahun akibat keteledorannya sendiri. Namun tak ceritakan apakah peristiwa tersebut memberikan efek terhadap perilaku atau sifatnya.<br />
• Doraemon, (ドラえもん). <br />
Robot kucing berwarna biru dari abad ke-22 yang dikirim ke abad ke-20 untuk menolong Nobita. Lahir pada 3 September 2112. Tinggi badannya 129,3 cm dan berbobot 129,3 kg. Makanan kesukaannya adalah dorayaki. Doraemon sangat menyayangi dan setia kepada Nobita. Seringkali ia menolong Nobita walaupun ia sendiri dalam kesusahan.<br />
Sebenarnya, Doraemon adalah sebuah robot kucing berwarna kuning yang dibuat untuk keperluan rumah tangga keluarga kaya. Sayangnya, sebuah kesalahan terjadi ketika ia menjalani proses produksi. Tak seperti robot kucing lainnya, ia gagal melewati tes sehingga ia dilelang ke keluarga kelas bawah, yang tak lain adalah keluarga keturunan Nobi Nobita. Doraemon tetap menjadi sebuah robot kucing berwarna kuning hingga suatu hari, ketika ia sedang mengurus bayi keluarga tersebut,sebuah robot tikus menggigit telinganya sampai hancur, sehingga terpaksa diamputasi. Doraemon menangis dan terus menangis, ia mencoba untuk mengembalikan telinganya kembali dengan cairan penumbuh, tetapi ia mengambil cairan yang salah dan akhirnya melunturkan cat ditubuhnya yang semula kuning menjadi warna dasarnya, biru. Ia pun berubah menjadi seperti sekarang ini: sebuah robot kucing berwarna biru, tanpa telinga.<br />
Meskipun gagal dalam proses produksi, Doraemon tetap menjadi sebuah robot canggih yang memiliki alat-alat ajaib yang mampu memecahkan semua masalah. Ia juga pengertian dan memiliki rasa kasih sayang; ketika Nobita menangis dan merengek kepadanya, Doraemon dengan senang hati mendengarkan semua keluhan dan membantunya. Doraemon juga mampu memahami perasaan manusia, baik itu sedih, takut, marah, gembira, simpati, dan lainnya. Ia mempelajarinya, dan bertindak sesuai apa yang ia pelajari; ia dapat berteriak kegirangan, meloncat ketakutan, dan mengangis haru. Singkatnya, ia menjadi sebuah robot yang memiliki perasaan seperti manusia.<br />
Tubuh Doraemon sangat sensitif, ia tak dapat beraktifitas dengan normal jika ia kehilangan suku cadangnya; walaupun hanya sebuah mur. Ia memiliki seorang adik bernama Dorami yang siap menggantikan tugasnya menjaga Nobita ketika ia menjalani servis rutin di masa depan.<br />
• Shizuka Minamoto (源静香) <br />
Anak perempuan yang disukai Nobita dan di masa depan akan menikah dengannya walau di masa sekarang ia lebih dekat dengan Dekisugi. Ia selalu membela Nobita jika Nobita dikerjai teman-temannya. Ia juga serius tetapi baik hati, alasannya menikah dengan Nobita pun karena ia tak tega melihat Nobita yang malang dan selalu sial. Kesukannya adalah berendam di air panas dan makan ubi manis bakar (ubi madu). Ia bercita-cita menjadi seorang pramugari. Shizuka juga hobi memainkan Violin, meskipun suara yang dihasilkannya tak jauh berbeda dengan nyanyian Giant.<br />
• Takeshi Goda (nama panggilan: Giant, Jaian dalam romaji; 剛田武、ジャイアン) <br />
Seorang pengganggu yang namanya didasarkan pada kata bahasa Inggris giant (raksasa), cepat marah dan sangat senang menyanyi walaupun suaranya kurang memadai. Ia juga sering mengadakan konser atau resital di lapangan dan mengundang semua temannya untuk datang dan mendengarkan, walaupun sebenarnya mereka tidak suka. Cita-citanya adalah menjadi penyanyi dan bisa tampil di televisi. Namun dibalik semua itu, Giant adalah seorang anak kuat yang dapat diandalkan ketika teman-temannya berada dalam kesulitan. Selain memasak dan menyanyi, Giant mempunyai hobi yang ia rahasiakan dari teman-temannya: bermain rumah-rumahan dengan boneka-boneka miliknya.<br />
• Suneo Honekawa (骨川スネ夫) <br />
Anak dari keluarga kaya yang sering memamerkan kekayaannya di depan Nobita dan membuat Nobita merengek ke Doraemon agar bisa menyaingi Suneo. Walaupun begitu, Suneo sebenarnya adalah seorang anak yang sangat manja, mudah menyerah, dan penakut. Ia juga seorang narcisist dan sering berbohong untuk menjaga harga dirinya. Teman terdekatnya adalah Giant meskipun sebenarnya ia memendam dendam terhadap Giant yang suka mengambil dan merusak mainannya. Hobinya adalah memandangi cermin, mengumpulkan perangko dan barang antik lainnya, membuat pramodel, membuat foto panorama, dan bermain remote control. Cita-citanya adalah menjadi seorang designer pakaian berkelas.<br />
Suneo memiliki seorang adik laki-laki bernama Sunetsugu. Ia tinggal bersama pamannya di Amerika Serikat dan jarang pulang ke Jepang. Meskipun begitu, Suneo dan Sunetsugu sering berkomunikasi lewat surat. Dalam suratnya, Suneo selalu berbohong untuk membanggakan dirinya; misalnya dengan mengatakan bahwa ia adalah anak yang paling pintar di sekolah, paling kuat di lingkungan, dan disukai banyak perempuan. Suneo juga memiliki sepupu bernama Sunekichi yang sering membuatkan remote control untuknya<br />
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/The_Doraemons<br />
Ending Doraemon<br />
Ending dari doraemon adalah buatan fans saja karena ketika fujiko fujio berpisah pada tahun 1987, sehingga akhir dari doraemon tidak pernah di diskusikan. Dan pada tahun 1996 Fujiko F meninggal dunia sehingga doraemon adalah manga yang tak pernah berakhir secara resmi oleh pengarangnya. Semua versi tentang ending doraemon adalah fiksi buatan fans belaka. <br />
<br />
http://sifah-jee.blogspot.com/2012/03/sejarah-doraemon.html</div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-50972240483018944052012-06-07T01:16:00.001-07:002012-06-14T05:08:42.782-07:00ONG BAK<div style="text-align: justify;">
Ong Bak (bahasa Thai: องค์บาก; IPA: [oŋbaːk]) adalah film aksi tahun 2003 dari Muang Thai. Film ini disutradarai oleh Prachya Pinkaew, dan menampilkan aksi koreografi tempur panggung oleh Panna Rittikrai dan dibintangi Tony Jaa. Ong-Bak menjadi film yang melambungkan nama Tony Jaa, yang membuatnya dipuji secara internasional sebagai bintang utama seni bela diri berikutnya. Tony Jaa kemudian selanjutnya membintangi film Tom-Yum-Goong (2005) dan menyutradarai sekuel Ong Bak, yaitu Ong Bak 2 (2008) dan Ong Bak 3 (2010).<br />
Alur Cerita<br />
Adegan pembuka dimulai di Ban Nong Pradu, sebuah desa yang damai di bagian timur laut Thailand. Sekelompok warga desa, tertutup lumpur putih, sedang berdiri di bawah pohon Bodhi yang besar, menengadah ke atas di mana bendera berkibar di buaian angin lembut. Dengan teriakan besar, mereka semua berlari ke pohon dan mulai memanjat dan saling menjatuhkan. Para pria jatuh ke tanah dengan bunyi gedebuk atau ke cabang-cabang saat mereka jatuh. Salah satu pendaki berhasil sampai di atas yaitu Bun Thing (Tony Jaa ), atlet desa dan petarung yang terbaik. Dia mengambil bendera, mengikatnya di lehernya dan turun dengan cekatan menghindari pemanjat lainnya.<br />
Setelah acara ini, beberapa hari sebelum perayaan penghormatan Buddha desa mereka yang ditunggu-tunggu, sekelompok orang dari Bangkok datang dipimpin oleh Don (Wannakit Sirioput ), meminta seorang sesepuh desa untuk menjual sebuah artifak Buddha kepada mereka. Walaupun dilanda kemiskinan, sesepuh itu menolak tawaran Don, dan tidak ada mau menawarkan barang bersejarah apa pun untuk kelompok Don.<br />
Thing dikenal sebagai anak muda yang baik dan dihormati, suatu malam diberkati oleh biksu Buddha desa tersebut, dalam sebuah upacara di kuil sederhana dan kecil masyarakat desa tersebut. Setelah pemberkatan, ia mendemonstrasikan keterampilannya dalam Muay Thai untuk pamannya, "Paman Mao" ("Paman Mabuk" dalam bahasa Thai), dan dia kemudian bersumpah bahwa ia tidak akan menggunakannya untuk melukai orang lain untuk keuntungan uang pribadi.<br />
Desa Thing adalah desa miskin, yang dimilikinya hanyalah sebuah patung Buddha kuno yang bernama "Ong Bak" dalam vihara setempat. Selama malam, Paman Mao yang mabuk tersandung ke dalam kuil desa dan dipukul pingsan oleh Don. Dia terbangun keesokan paginya dan menemukan bahwa kepala patung Buddha "Ong Bak" telah hilang. Penduduk desa menjadi putus asa akan nasib buruk yang akan menimpa mereka jika kepala Buddha "Ong Bak" tidak dikembalikan. Terdengar penyataan sesepuh bahwa kelompok Don, yang telah mencoba membujuknyanya sebelumnya untuk menjual Ong-Bak untuk mereka. Thing berbicara dan mengatakan ia akan mendapatkan kepala patung tersebut dengan cara apa pun. Sesepuh kemudian memberikan kepada Thing alamat Don dan putranya yang bernama Ham Lae (Petchtai Wongkamlao) di Bangkok bersama dengan surat yang meminta Ham Lae untuk membantu Thing menemukan Don dan kembali ke desa dengan Thing sehingga penahbisannya sebagai biksu dapat diselesaikan.<br />
Penduduk desa semua menyumbangkan uang baht seadanya dan pernak-pernik lain untuk membayari biaya perjalanan Thing ke Bangkok, dimana dia akan bertemu sepupunya Ham Lae yang gagal dalam segala-galanya dan mendapatkan bantuan dalam melacak laki-laki yang mencuri kepala "Ong-Bak" tersebut.<br />
Di Bangkok, Thing bertemu dengan Ham Lae yang mencat pirang rambutnya dan mengganti namanya menjadi "Yot", karena nama desanya, "Ham Lae" juga berarti "testis kotor" dalam bahasa Thai. Dia dan temannya, Muay Lek (Pumwaree Yodkamol), adalah pembalap sepeda motor jalanan yang telah sering bergaul dengan kerumunan buruk pengedar obat Yaba (sebutan untuk shabu-shabu di Muang Thai). Mereka menemukan bahwa mereka sebenarnya berbicara dalam bahasa asli yang sama dari desa yaitu Isaan (campuran dialek Laos / Thai).<br />
Ham Lae pada mulanya tidak sudi untuk membantu Thing dan sesama warga desanya yang dianggapnya terbelakang, tetapi ketika ia melihat sejumlah kecil uang yang telah dikumpulkan Thing dari penduduk desanya, Ham Lae segera menemukan niat buruk. Ketika Thing ada di kamar mandi, Ham Lae mengambil kantung uang dan pergi ke sebuah bar di Jalan Khaosan di mana pertandingan tinju ilegal sedang terjadi. Thing melacak Ham Lae, tapi bukannya mendapatkan uangnya kembali, dia malah akhirnya bertarung dan menjadi juara baru yang dijuluki "Thing Pradu Phriw" ("Thing si Pohon Pradu Berkibar") setelah satu tendangan lutut tingginya mengalahkan juara lama dengan sekali gebrak.<br />
Siapa nyana, pertarungan seru Thing dalam bar tersebut memancing permusuhan Komtuan (Suchao Pongwilai), seorang bos dunia hitam yang beruban dan berkursi roda yang membutuhkan elektrolarynx untuk berbicara. Dia sudah menyaksikan pertarungan dari kamar pribadinya di bar tersebut, dan kehilangan uang karena Thing terus mengalahkan petarungnya. Kemudian terungkaplah bahwa "Ong Bak" sebenarnya dicuri oleh salah satu kaki tangannya, yaitu Don.<br />
Sementara itu, di desa Thing memang telah terjadi kemalangan demi kemalangan. Tanah menjadi berdebu dan penuh retak dan yang tersisa di sumur desa hanyalah air berlumpur. Mereka membutuhkan kepala Buddha "Ong Bak" supaya kembali ke desa untuk mengakhiri wabah kekeringan dan mendapat berkah kemakmuran.<br />
Yot terus bekerja melakukan hal-hal buruk, dia dan Muay Lek bekerja dengan menipu di sebuah permainan bakarat ilegal di kasino. Namun akhirnya sandiwaranya terbongkar, dan pengedar narkoba muncul untuk menghajar Yot habis-habisan. Thing mengabaikan teriakan minta tolong Yot, tapi ketika pengedar narkoba memukul Muay Lek, Thing segera turun tangan. Tak lama kemudian, teman-teman pengedar obat dan bos kasino yang tertipu muncul dan terjadilah kejar-mengejar yang seru di antara gang-gang kota Bangkok. Disini Thing memamerkan keterampilan akrobatiknya saat ia berjalan di atas kerumunan, melompat melalui simpai kawat berduri, melompat di atas rak alat tajam, jungkir balik melalui ruang sempit di antara dua panel kaca, melakukan gerakan senam yang lincah melompati wajan minyak goreng panas, dan melompat-lompat naik dan turun perancah. Sementara itu, Yot pun sedang dikejar oleh beberapa bandit. Setelah bersusah payah kabur, dia sampai di sebuah jalan buntu di mana Thing membantu dia lolos sebagai imbalan untuk menyetujui membantu Thing mencari Don.<br />
Malamnya terjadi perkelahian ilegal lagi di bar. Thing dalam pencariannya kemudian ditantang oleh "Big Bear" ("Beruang Besar"), seorang petarung asal Australia yang garang dan bermoral rendah. Pada awalnya, Big Bear berupaya untuk memancing Thing untuk bertempur dengan menghina orang-orang Thai. Tapi setelah Big Bear menghajar seorang Thai lain dan memukul seorang pelayan wanita, Thing segera terjun ke petarungan dan dengan mudah mengalahkan manusia raksasa tersebut. Dia kemudian diipaksa untuk bertarung dengan Toshiro, seorang petarung Jepang yang sangat cepat dan fleksibel. Lawannya terakhirnya adalah "Mad Dog" ("Anjing Gila"), seorang petarung farang ("orang kulit putih") lain, yang gemar menggunakan barang di sekitarnya seperti kursi, meja, kabel listrik dan bahkan kulkas untuk menghajar dan menghancurkan lawan-lawannya. Pertarungan membawa mereka ke kamar pribadi Komtuan. Komtuan memberikan sebilah belati kepada "Mad Dog" , tapi Thing dengan cepat melucutinya dan kemudian melemparkan "Mad Dog" keluar dari bilik kaca kamar tersebut kembali ke arena pertarungan. Seorang Afrika melangkah ke dalam ring dan melemparkan sebuah koin di kaki Thing, mengacungkan jempol. Para penonton di bar yang menyaksikan pertarungan hebat tersebut mulai bersorak-sorai keras dan melempar koin untuk Thing, yang segera dipungut cepat-cepat oleh Yot dan Muay Lek.<br />
Diceritakan bahwa Muay Lek sedang berusaha keras menyadarkan kakaknya, Ngek, yang kecanduan obat di bawah pengaruh Don. Di tempat tidur, Ngek mengikuti nasihat adiknya dan mengatakan pada Don, pacarnya, bahwa ia ingin berhenti menggunakan obat. Don, dalam kemarahannya mencekik Ngek dengan keras dan menjejalkan narkoba ke dalam mulut Ngek. Muay Lek muncul di apartemen Don dengan Yot dan Thing, menemukan Ngek sedang overdosis dan sekarat. Yot dan Thing berlari dan mengejar Don dengan tuk-tuk, dengan dikejar oleh beberapa anak buah Don yang juga menaiki tuk-tuk masuk ke jalan layang, dan adegan mencapai klimaksnya dengan banyak tuk-tuk meluncur jatuh dari tepi bagian yang belum selesai dari jalan tersebut.<br />
Thing mengikuti orang-orang jahat dan berakhir sampai di pelabuhan di Sungai Chao Phraya. Di sana ia menemukan sebuah tempat persembunyian patung-patung Buddha yang dicuri komplotan Komtuan. Hal ini menyebabkan kemarahan besar Komtuan, yang kemudian memaksa Thing di bawah ancaman pemerasan untuk melawan pengawal pribadinya, seorang petarung Muay Thai Myanmar yang gemar menyuntik dirinya dengan obat-obatan yang membuatnya ganas dan tahan terhadap segala rasa sakit. Thing dengan terpaksa mengalah dan dihajar habis-habisan demi memenuhi permintaan Komtuan untuk sengaja kalah sebagai ganti kepala "Ong Bak" itu. Keesokan harinya, Yot, Thing dan Muay Lek diculik oleh antek Komtuan. Setelah Komtuan pergi dan memerintahkan kaki tangannya untuk membunuh mereka, Thing menyerang para bandit dengan bantuan Yot. Adegan pertarungan seru kembali terjadi dengan satu adegan pertarungan dengan para bandit, Thing berjumpalitan di atas tumpukan ban, kaki mendarat di sebuah cairan yang mudah terbakar, menghilang, kemudian tiba-tiba melompat menyerang dengan lutut menyala oleh api, menyerang bandit. Saat salah satu bandit mengendarai sepeda motornya, Thing melompat dari belakang sebuah truk pick-up, lututnya menggebrak helm bandit dan membelahnya menjadi dua.<br />
Thing dan Yot mengikuti para bandit anak buah Komtuan ke sebuah gua di gunung, di mana kepala patung Buddha raksasa sedang dipahat putus. Adegan final pun dimulai, dengan Thing bertarung melawan semua antek Komtuan bersama Yot, yang berusaha sangat keras untuk bertarung membantu Thing, tetapi toh masih dihajar habis-habisan. Thing berhasil mengalahkan para bandit, dan di pertarungan terakhir, dia menghadapi pengawal pribadi Komtuan yang menyuntik dirinya sendiri dengan obat dosis tinggi dan menyerang Thing. Setelah pertarungan sengit, pengawal Komtuan akhirnya dapat dikalahkan dan tampaknya telah mati di tangan Thing . Komtuan kemudian menembak Thing dan berupaya untuk menghancurkan kepala "Ong Bak" dengan palu godam. Yot melindungi kepala "Ong Bak" dengan tubuhnya, menerima pukulan dari palu untuk melindungi kepala "Ong Bak" itu. Pada saat yang sama, kepala Buddha raksasa jatuh berguling ke bawah, menghancurkan mati Komtuan, sedangkan Yot, walaupun nyaris selamat sayangnya tetap tertimpa. Di saat-saat terakhir Yot, Thing dan Muay mendengar keinginan terakhir Yot, supaya Muay Lek dapat lulus sekolah dan Thing mau merawatnya.<br />
Kepala patung Buddha "Ong Bak" dikembalikan dalam kuil vihara desa Thing. Thing, sekarang telah ditahbiskan sebagai biksu dengan kepala gundul dan jubah putih, datang ke kampung dalam sebuah upacara prosesi di atas punggung gajah, sementara para penduduk desa dan Muay Lek merayakan penahbisannya.<br />
Pemeran<br />
• Tony Jaa sebagai Bun Thing / Thing Pradu Phriw<br />
• Petchtai Wongkamlao sebagai Yot / Aai Ham Lae<br />
• Pumwaree Yodkamol sebagai Muay Lek<br />
• Suchao Pongwilai sebagai Komtuan<br />
• Wannakit Sirioput sebagai Don<br />
• Chumphorn Thepphithak sebagai Paman Mao<br />
• Rungrawee Barijindakul sebagai Ngek<br />
• Chattapong Pantana-Angkul sebagai Saming<br />
Produksi<br />
Film ini memperkenalkan kepada penonton internasional suatu bentuk tradisional Muay Thai, yaitu Muay Boran, sebuah gaya Muay Thai kuna, sebuah gaya kickboxing yang dikenal dengan serangan keras dengan kepalan tangan, kaki, tulang kering, siku dan lutut. Perkelahian ini dikoreografi oleh Panna Rittikrai, yang juga adalah guru pribadi Tony Jaa dan sutradara veteran film-B. Jaa dilatih seni Muay Thai sejak kecil, ia ingin membawa Muay Thai ke jajaran populer sehingga ia memutuskan untuk membuat film ini. Jaa dan Panna berjuang mengumpulkan uang untuk menghasilkan rekaman film demo untuk mengumpulkan ketertarikan sponsor untuk membiayai film ini. Rol film pertama mereka direkam pada rol film yang telah kadaluwarsa, sehingga mereka harus mengumpulkan uang lebih banyak dan memulai kembali dari awal<br />
Catatan produksi<br />
• Selama adegan kejar mengejar melalui lorong-lorong Bangkok, ada tulisan di pintu rumah toko yang bertuliskan "Hai Speilberg [sic], let do it together." Hal ini mengacu pada keinginan sutradara film Prachya Pinkaew untuk suatu hari nanti bekerja dengan sutradara Steven Spielberg asal Amerika Serikat [1]<br />
• Selama adegan kejar mengejar dengan tuk-tuk, ketika sebuah tuk-tuk jatuh dari jalan layang dan menabrak gedung, pesan berikut ditulis di pilar di sisi kiri layar: "Hi, Luc Besson, we are waiting for you." ("Hai, Luc Besson, kita sedang menunggu anda") Dan memang akhirnya EuropaCorp, perusahaan milik produser-sutradara Perancis tersebut, akan membeli hak penjualan internasional untuk Ong Bak di luar Asia.<br />
• Salah satu adegan favorit Tony Jaa adalah di pompa bensin. Dengan celananya terbakar, Thing menendang salah satu penjahat di wajah. Api menyebar sangat cepat ke atas dan membakar alis, bulu mata, dan hidung Jaa. Dia kemudian harus melakukan beberapa pengambilan adegan lagi untuk memastikan bahwa syuting itu telah benar.<br />
Versi alternatif<br />
Setelah Ong Bak menjadi film sukses besar di Thailand, hak untuk penjualan di luar Asia dibeli oleh EuropaCorp milik Luc Besson, yang pada gilirannya telah menyunting ulang film Ong Bak menurut selera internasional.<br />
Sebagian besar anak cerita yang melibatkan kakak Muay Lek, Ngek, kemudian dihapus di versi internasional EuropaCorp, dan adegan final antara Thing dan pengawal Komtuan dipersingkat. Perusahaan Perancis tersebut juga menata ulang lagu tema dengan beberapa suara musik hop hop untuk menggantikan lagu rock versi Thai, dan versi inilah yang kemudian beredar di Amerika Serikat dan sebagian besar dunia Barat.<br />
Untuk rilis Britania Raya, lagu tema kemudian ditata ulang lagi, kali ini dengan musik orkestra, tetapi dalam edisi ini, anak cerita Ngek tidak dihilangkan.<br />
Untuk rilis di teater-teater film Hong Kong terdapat adegan yang dipotong, dimana adegan "pematahan tulang" menjelang akhir film, yaitu saat lengan George dipatahkan oleh seorang bandit, dan Thing kemudian membalas mematahkan kaki bandit tersebut. Namun rilis versi DVD di Hong Kong kemudian mengembalikan adegan tersebut.<br />
Sebuah "akhir alternatif" yang ditawarkan di rilis DVD Thai, Australia, dan Britania Raya menceritakan bahwa Yot masih hidup. Dia juga terlihat pada adegan akhir sedang terbalut, pincang, dengan lengannya yang patah, dipegang oleh orang tuanya. Prachya Pinkaew dinyatakan dalam sebuah wawancara bahwa meskipun ada perdebatan, mereka akhirnya memutuskan akan sesuai bagi Yot untuk membuat pengorbanan berarti bagi desa.<br />
Judul-judul lain<br />
• Di Thailand dan di Perancis, film ini hanya disebut Ong Bak. Judul ini juga digunakan dalam rilis Inggris dari Premier Asia.<br />
• Untuk rilis di Singapura, Australia dan wilayah lainnya, serta festival film, film ini dirilis sebagai Ong-Bak: Muay Thai Warrior ("Ong-Bak: Pejuang Muay Thai").<br />
• Di Amerika Serikat, Kanada dan daerah lain, film ini dirilis dengan judul Ong-Bak: The Thai Warrior ("Ong-Bak: Pejuang Thai").<br />
• Judul Inggrisnya di Hong Kong adalah Thai Fist ("Tinju Thai").<br />
• Di Jepang, film ini dirilis dengan judul Mahha (Kata Jepang untuk "Mach").<br />
• Di Italia judulnya adalah Ong-Bak: Nato per Combattere, yang diterjemahkan "Ong-Bak: Lahir untuk Bertempur".<br />
• Di India dirilis dengan judul Enter the Dragon yang mengacu pada aktor laga legendaris Bruce Lee.<br />
• Di Meksiko judulnya adalah Ong-Bak: El Nuevo Dragón, yang diterjemahkan "Ong-Bak: Naga Baru", yang mengacu pula pada Bruce Lee.<br />
[sunting] Edisi berteks-terjemahan dan DVD<br />
Teks bahasa Inggris tidak ada pada rilis versi awal DVD Ong Bak. Rilis Thai menghilangkan teks terjemahan, begitu pula di versi rilis di Hong Kong, Jepang dan Korea Selatan.<br />
Untuk sementara waktu, versi legal satu-satunya untuk versi rumah Ong Bak dengan teks bahasa Inggris adalah versi VCD Hong Kong, tetapi terjemahan tersebut umumnya berkualitas jelek secara bahasa Inggris.<br />
Setelah rilis versi DVD Britania Raya dan Amerika Serikat,Ong Bak secara resmi tersedia dengan teks bahasa Inggris, tetapi versi ini adalah versi yang telah disunting ulang. Namun terdapat edisi rilis DVD Australia yang diedarkan dalam format dua-piringan yang menampilkan versi asli Thai dan versi Luc Besson berteks bahasa Inggris.<br />
Pendapatan<br />
Ong Bak diputar perdana sebagai film penutup dari Bangkok International Film Festival 2003, dan kemudian diputar secara luas di bioskop Thailand mulai Februari 2003. Pada tanggal 11 Februari 2005, film ini dirilis di Amerika Utara di 387 teater dengan judul Ong-Bak: The Thai Warrior. Pada pembukaan akhir pekan, ia mendapat penghasilan kotor AS$ 1.334.869 ($3.449 per bioskop), dengan pendapatan totalnya kemudian menjadi AS$ 4.563.167.<br />
Penerimaan<br />
Menurut beberapa kritikus, Ong Bak adalah film aksi yang secara blak-blakan seakan mengatakan "Hei, lihatlah apa yang bisa kulakukan!" [2][3] dengan dibintangi kemampuan bela diri tokoh utamanya, Tony Jaa. [4] Deru laju dari adegan kejar mengejar, pertarungan tangan kosong dan akrobat, [5] kadang-kadang ditampilkan beberapa kali dari sudut yang berbeda, [4] menarik perhatian untuk kualitas dan gerakannya yang inventif [5] dan kurangnya penggunaan efek komputer CGI dan efek kawat. [6] Film ini mendapat nilai 85% "Segar" pada situs agregat film Rotten Tomatoes .<br />
Prekuel<br />
Setelah Ong-Bak menjadi sukses besar di seluruh dunia, nama Jaa melekat pada banyak proyek. Dia melanjutkan untuk bertindak dalam peran kecil dalam film Petchtai Wongkamlao, The Bodyguard (dico-sutradarai dengan Panna Rittikrai), dan kemudian membintangi film yang banyak diantisipasi Tom-Yum-Goong pada tahun 2005. Pada bulan Maret 2006, diumumkan bahwa film untuk Ong Bak 2 akan mulai musim gugur dan itu film ini akan menjadi prekuel film aslinya. Film ini akhirnya dirilis pada bulan Desember 2008, dengan Jaa memulai debutnya sebagai sutradara.<br />
Ong Bak 3 juga telah dirilis pada Mei 2010, tetapi akan mengikuti cerita dimana film kedua berakhir. Hal ini membuat latar cerita Ong Bak berlangsung setelah Ong Bak 2 dan Ong Bak 3 secara kronologis.<br />
Rujukan<br />
• (Inggris) Yusof, Zack (21 November 2003). "Selling a Thai style", The Star (Malaysia). (Diekstrak dari kes Google 28 Maret 2006)<br />
• (Inggris) Franklin, Erika (Mei 2005). "Alive and Kicking: Wawancara Tony Jaa", Firecracker Media.<br />
Referensi<br />
1. ^ (Inggris) Duong, Sehn. August 16, 2006. Tony Jaa Says No to "Rush Hour 3," "Yes! Yes!" to Indy 4, and Reveals "Ong Bak 2" Tidbits, Rotten Tomatoes (diakses 24 Agustus 2006)<br />
2. ^ (Inggris) "The slender story line of good vs. evil is an excuse for many terrific fight scenes." Tinjauan Ong-Bak: The Thai Warrior, Film-Forward.com<br />
3. ^ (Inggris) "Anyone looking for story or character should check out now. -- the only reason to see it is for the action. In that arena, on a scale from 1 to 10, it's a 20." George Wu, Ong-Bak: The Thai Warrior review, Culturevulture.net<br />
4. ^ a b (Inggris) "You're pinned back in your chair, worried that Tony Jaa, a human hurricane of fists and flying feet, will jump out and kick you in the face." Phil Villarreal, Jaa's fists and feet take flight in 'Warrior'. Arizona Daily Star<br />
5. ^ a b (Inggris) "Certainly, they create a few moves that have never been done before. ...the appeal here is the action, and once they get past all the narrative setups, the stunts are relentless." Andrew Sun, Ong-Bak review, The Hollywood Reporter<br />
6. ^ (Inggris) "Counteracting recent exposure to the numbing effects of computer-generated and wire-supported tricks... ...the artifice-free antidote to such F/X enervation..." Lisa Schwarzbaum, Ong-Bak: The Thai Warrior review, Entertainment Weekly<br />
<br />
http://id.wikipedia.org/wiki/Ong_Bak<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-30363103597363508812012-06-07T01:15:00.000-07:002012-06-14T05:08:15.757-07:00Daftar Serial Power Ranger<div style="text-align: justify;">
Genre Aksi<br />
Petualangan<br />
Pembuat Haim Saban<br />
<br />
Sutradara Beragam<br />
Pembuat tema musik Beragam<br />
Negara Amerika Serikat<br />
<br />
Bahasa Inggris<br />
<br />
Jumlah musim 16<br />
Jumlah episode 680 (hingga 3 November 2008)<br />
<br />
Produksi<br />
Produser Saban Entertainment<br />
(1993-2001)<br />
The Walt Disney Company<br />
(2002-Sekarang)<br />
Lokasi Amerika Serikat<br />
(1993-2002)<br />
Selandia Baru<br />
(2003-Sekarang)<br />
Susunan kamera Multi-Camera<br />
<br />
Lama waktu 30 menit (dengan iklan)<br />
Siaran<br />
Saluran asli 1993-2002: FOX<br />
2002-sekarang: ABC<br />
Toon Disney (2004-2009)<br />
ABC Family (1998-2006)<br />
Disney XD (2009)<br />
<br />
Format audio Stereo<br />
<br />
Pertama tayang 28 Agustus 1993–Sekarang<br />
<br />
Kronologi<br />
Tayangan terkait Masked Rider<br />
VR Troopers<br />
Super Sentai<br />
<br />
Pranala luar<br />
Situs web resmi<br />
<br />
Ringkasan TV.com<br />
<br />
Power Rangers merupakan sebuah serial televisi yang ditayangkan oleh American Broadcasting Company. Tayangan ini pertama kali ditayangkan pada 28 Agustus 1993 hingga sekarang. Film ini terdiri dari 16 musim dengan 680 episiode. Haim Saban adalah sang kreator serialTV ini. Produser eksekutifnya ialah The Walt Disney Company. Di Indonesia serial TV ini masih ditayangkan di Indosiar dan TVRI Jawa Timur.<br />
Daftar serial di Power Rangers<br />
Berikut adalah nama para Power Rangers yang memiliki serial televisi berikut karakteristik serta masa tayang.<br />
• Mighty Morphin Power Rangers<br />
Name Host: Jason Lee Scott / Red Ranger Austin St. John, Trini Kwan / Yellow Ranger Thuy Trang, Zack Taylor / Black Ranger Walter Jones, Kimberly Ann Hart / Pink Ranger Amy Jo Johson, Billy Cranston / Blue Ranger David Yost, Tommy Oliver / Green and White Ranger Jason David Frank, Rocky Desantos / Red Ranger Steve Cardenas, Adam Park / Black Ranger Johnny Yong Bosch, Aisha Campbell / Yellow Ranger Karan Ashley, Katherine Hillard / Pink Ranger Catherine Sutherland<br />
Jumlah episode: 145<br />
Masa tayang: 28 Agustus 1993-27 November 1995<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Mighty Morphin Alien Rangers<br />
Name Host: Aurico / Red Alien Ranger David Bacon, Delphine / White Alien Ranger Rajia Baroudi, Tideus / Yellow Alien Ranger Jim Gray, Cestro / Blue Alien Ranger Karim Prince, Corcus / Black Alien Ranger Alan Palmer<br />
Jumlah episode: 10<br />
Masa tayang: 5 Februari 1996-16 Februari 1996<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers: Zeo<br />
Name Host: Tommy Oliver / Red Zeo Ranger Jason David Frank, Adam Park / Green Zeo Ranger Johnny Yong Bosch, Rocky Desantos / Blue Zeo Ranger Steve Cardenas, Tanya Sloan / Yellow Zeo Ranger Nakia Burrise, Katherine Hillard / Pink Zeo Ranger Catherine Sutherland, Jason Lee Scott / Gold Zeo Ranger Austin St. John<br />
Jumlah episode: 50<br />
Masa tayang: 20 April 1996-27 November 1996<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers: Turbo<br />
Name Host: Tommy Oliver / Red Turbo Ranger Jason David Frank, Justin Stewart / Blue Turbo Ranger Blake Foster, Adam Park / Green Turbo Ranger Johnny Yong Bosch, Tanya Sloan / Yellow Turbo Ranger Nakia Burrise, Katherine Hillard / Pink Turbo Ranger Catherine Sutherland, Theodore Jay Jarvis Johnson / Red Turbo Ranger Selwyn Ward, Carlos Valerte / Green Turbo Ranger Roger Velasco, Ashley Hammond / Yellow Turbo Ranger Tracy Lynn Cruz, Cassie Chan / Pink Turbo Ranger Patrica Ja Lee, Phantom Ranger Alex Dodd, Blue Senturion David Walsh<br />
Jumlah episode: 45<br />
Masa tayang: 19 April 1997-24 November 1997<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers in Space<br />
Name Host: Andros / Red Space Ranger Christopher Khayman Lee, Carlos Valerte / Black Space Ranger Roger Velasco, Theodore Jay Varvis Johnson / Blue Space Ranger Selwyn Ward, Ashley Hammond / Yellow Space Ranger Tracy Lynn Cruz, Cassie Chan / Pink Ranger Patrica Ja Lee, Zhane / Silver Space Ranger Justin Nimmo<br />
Jumlah episode: 45<br />
Masa tayang: 6 Februari 1998-21 November 1998<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers: Lost Galaxy<br />
Name Host: Leo Corbett / Red Galaxy Ranger Danny Slavin, Damon Henderson / Green Galaxy Ranger Reggie Rolle, Kai Chen / Blue Galaxy Ranger Archie Kao, Maya / Yellow Galaxy Ranger Cerina Vincent, Kendrix Morgan / Pink Galaxy Ranger Valerie Vernon, Karone / Pink Galaxy Ranger Merdoly Perkins, Mike Corbett / Manga Defenfer Black Ranger Rusell Lawrence<br />
Jumlah episode: 45<br />
Masa tayang: 6 Februari 1999-18 Desember 1999<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers: Lightspeed Rescue<br />
Name Host: Carter Grayson / Red Lightspeed Ranger Sean Cw Johnson, Chad Lee / Blue Lightspeed Ranger Michael Chataruntabut, Joel Rawlings / Green Lightspeed Ranger Keith Robinson, Kesley Winslow / Yellow Lightspeed Ranger Sasha Willams, Dana Mitchell / Pink Lightspeed Ranger Alsion Macillns, Ryan Mitchell / Titianium Ranger Rhett Fisher<br />
Jumlah episode: 40<br />
Masa tayang: 12 Februari 2000-18 November 2000<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers: Time Force<br />
Name Host: Alex Tate / Wesley Collins / Red Time Force Ranger Jason Faunt, Jen Scotts / Pink Time Force Ranger Erin Cahill, Lucas Kendell / Blue Time Force Ranger Michael Copon, Katie Walker / Yellow Time Force Ranger Deborah Estelle Phillips, Trip Regis / Green Time Force Ranger Kevin Kleinberg, Eric Myers / Quantum Ranger Daniel Southworth<br />
Jumlah episode: 40<br />
Masa tayang: 3 Februari 2001-17 November 2001<br />
Produksi: Saban Entertainment<br />
• Power Rangers: Wild Force<br />
Name Host: Cole Evans / Red Lion Ranger Ricardo Medina Jr., Taylor Earhardt / Yellow Eagle Ranger Alyson Kiperman, Max Cooper / Blue Shark Ranger Phillip Jeanmarie, Danny Delgado / Black Bison Ranger Jack Guzman, Alyssa Ernile / White Tiger Ranger Jessica Rey, Merrick Balton / Lunar Wolf Ranger Phillip Andrew<br />
Jumlah episode: 40<br />
Masa tayang: 9 Februari 2002-16 November 2002<br />
Produksi: Saban Entertainment, BVS Entertainment<br />
• Power Rangers: Ninja Storm<br />
Name Host: Shane Cralke / Red Wind Ranger Pua Magvisia, Tori Hanson / Blue Wind Ranger Sally Martin, Waldo Dustin Brooks / Yellow Wind Ranger Glenn McMillan, Hunter Bradley / Crimison Thunder Ranger Adam Tuominen, Blake Bradley / Navy Thunder Ranger Jorgito Vagars Jr., Cameron Cam Watanabe / Green Samurai Ranger Jason Chan<br />
Jumlah episode: 38<br />
Masa tayang: 15 Februari 2003-15 November 2003<br />
Produksi: BVS Entertainment<br />
• Power Rangers: Dino Thunder<br />
Name Host: Connie Mcknight / Red Trassic Dino Ranger James Napier, Ethan James / Blue Dino Ranger Kevin Duhaney, Kira Ford / Yellow Dino Ranger Emma Lahana, Tommy Oliver / Black Dino Ranger Jason David Frank, Trent Fernandez / White Dino Ranger Jeffrey Perazzo<br />
Jumlah episode: 38<br />
Masa tayang: 14 Februari 2004-20 November 2004<br />
Produksi: BVS Entertainment<br />
• Power Rangers: S.P.D.<br />
Name Host: Jack Landors / Red S.P.D Ranger Brandon Jay Mclaren, Sky Tate / Blue S.P.D Ranger Chris Violette, Bridge Carson / Green S.P.D Ranger Matt Austin, Elizabeth Z Degaldo / Yellow S.P.D Ranger Monica May, Sydnew Syd Drew / Pink S.P.D Ranger Alycia Purpott, Sam / Omega S.P.D Ranger Brett Stewart, Commander Anbuis Doggie Cruger / Shadow S.P.D Ranger John Tui, Doctor Katherine Kat Manx / Kat S.P.D Ranger Michelle Langstone, Nova S.P.D Ranger Antonia Pebelle, Boom / Orange S.P.D Ranger Kelson Henderson<br />
Jumlah episode: 38<br />
Masa tayang: 5 Februari 2005-14 November 2005<br />
Produksi: BVS Entertainment, Jetix<br />
• Power Rangers: Mystic Force<br />
Name Host: Nick Rusell / Red Mystic Ranger Firass Dirani, Madison Maddie Rocca / Blue Mysic Ranger Melanie Vallejo, Charlie Chip Thorn / Yellow Mystic Ranger Nic Sampson, Vida V Rocca / Pink Mystic Ranger Angie Diaz, Xander Bly / Green Mystic Ranger Richard Brancatisano, Daggeron / Solaris Knight John Tui, Udonna / White Mysic Ranger Peta Rutter, Leanbow / Wolf Warrior Chris Graham<br />
Jumlah episode: 32<br />
Masa tayang: 20 Februari 2006-13 November 2006<br />
Produksi: BVS Entertainment, Jetix<br />
• Power Rangers: Operation Overdrive<br />
Name Host: Mackenzie Mack Hartford / Red Ranger James Maclurcan, William Will Aston / Black Ranger Samuell Benta, Dax Lo / Blue Ranger Gareth Yuen, Veronica Ronny Robinson / Yellow Ranger Caitlin Murphy, Rose Obtiz / Pink Ranger Rhoda Montemayor, Tyzonn / Mercury Ranger Dwayne Cameron<br />
Jumlah episode: 32<br />
Masa tayang: 26 Februari 2007-12 November 2007<br />
Produksi: BVS Entertainment, Jetix<br />
• Power Rangers: Jungle Fury<br />
Name Host: Casey Rhodes / Red Tiger Ranger Jason Smith, Lily Chilman / Yellow Cheetah Ranger Anna Hutchinson, Theo Lewin Martin / Blue Jaguar Ranger Aijin Abella, Robert R.J. James / Violet Wolf Ranger David De Lautour, Dominic Hagran / White Rhino Ranger Nikolai Nikoleff, Jarrod Bede Skinner, Camille Holly Schanhan<br />
Jumlah episode: 32<br />
Masa tayang: 18 Februari 2008-3 November 2008<br />
Produksi: BVS Entertainment, Jetix<br />
• Power Rangers: RPM<br />
Name Host: Scott Turman / Red Eagle Ranger Eka Darville, Flynn Mcallistar / Blue Lion Ranger Ari Boyland, Summer Lansdown / Yellow Bear Ranger Rose Mclver, Ziggy Grover / Green Shark Ranger Milo Cawthorne, Dillon / Black Wolf Ranger Daniel Ewing, Gem / Gold Falcon Ranger Mike Ginn, Gemma / Silver Tiger Ranger Li Ming Hu<br />
Jumlah episode: 32<br />
Masa tayang: 7 Maret 2009-26 December 2009<br />
Produksi: BVS Entertainment, Jetix<br />
• Power Rangers: Samurai<br />
Name Host: Jayden / Red Samurai Ranger Alex Heartman, Mia / Pink Samurai Ranger / Erika Fong, Mike / Green Samurai Ranger Hector David Jr, Kevin / Blue Samurai Ranger Najee De Tiege, Emily / Yellow Samurai Ranger Brittany Anne Pirtle, Antonio Garcia / Gold Samurai Ranger Steven Skyler, Lauren / Red Samurai Ranger Kimberly Crossman<br />
Jumlah episode: 43<br />
Masa tayang: 5 Febuari 2011<br />
Produksi: Nickelodeon<br />
<br />
Warna<br />
# Serial Merah<br />
Kuning<br />
Biru<br />
Merah muda<br />
Hitam<br />
Hijau<br />
Putih<br />
Emas<br />
Silver<br />
<br />
1 Mighty Morphin Power Rangers (Musim 1)<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
2 Mighty Morphin Power Rangers (Musim 2)<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
3 Mighty Morphin Power Rangers (Musim 3)[1]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
Mighty Morphin Alien Rangers<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
4 Power Rangers: Zeo[2]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
5 Power Rangers: Turbo[3]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
6 Power Rangers in Space[4]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔<br />
7 Power Rangers: Lost Galaxy[5]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
8 Power Rangers: Lightspeed Rescue[6]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔<br />
9 Power Rangers: Time Force[7]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
10 Power Rangers: Wild Force[8]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔<br />
11 Power Rangers: Ninja Storm[9]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ <br />
12 Power Rangers: Dino Thunder[10]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
13 Power Rangers: S.P.D.[11]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
14 Power Rangers: Mystic Force[12]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
15 Power Rangers: Operation Overdrive[13]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔<br />
16 Power Rangers: Jungle Fury[14][15]<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ <br />
17 Power Rangers: RPM<br />
✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔ ✔<br />
<br />
http://id.wikipedia.org/wiki/Power_Rangers <br />
<br />
<br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-61578381968058948622012-06-07T01:13:00.001-07:002012-06-14T05:07:44.127-07:00Inilah 8 Teori Mengenai Misteri Segitiga Bermuda<div style="text-align: justify;">
7:44 AM by Kang Luthfi • 17 comments <br />
iddailynews - Inilah 8 Teori Mengenai Misteri Segitiga Bermuda. Nama segitiga bermuda memang selalu lekat dengan misteri, dimana seperti yang kita ketahui berdasar dari cerita-cerita banyak kejadian aneh pada daerah tersebut.<br />
Segitiga Bermuda merupakan daerah yang berada di Wilayah laut di selatan Amerika Serikat dengan titik sudut Miami (di Florida), Puerto Rico (Jamaica), dan Bermuda ini, telah berabad-abad menyimpan kisah yang tak terpecahkan. Misteri demi misteri bahkan telah dicatat oleh pengelana samudera macam Christopher Columbus.<br />
Ada beberapa kisah yang cukup melegenda membuktikan misteri segitiga bermuda salah satunya adalah kisah hilangnya iring-iringan lima Grumman TBF Avenger AL AS yang tengah berpatroli melintas wilayah laut ini pada siang hari 5 Desember 1945.<br />
Setelah sekitar dua jam penerbangan komandan penerbangan melapor, bahwa dirinya dan anak buahnya seperti mengalami disorientasi. Beberapa menit kemudian kelima TBF Avenger ini pun raib tanpa sempat memberi sinyal SOS.<br />
Cukup banyak cerita misteri dari Segitiga Bermuda lainnya yang cukup menarik jika kita baca, namun pada kesempatan ini kita tidak akan membahas mengenai cerita tersebut.<br />
Dari banyak kejadian misterius di Segitiga Bermuda muncul banyak teori-teori yang cukup aneh di Dunia ini berkaitan dengan Segitiga Bermuda, untuk mengetahuinya yuk lihat dibawah ini<br />
8 Teori Misteri Segitiga Bermuda<br />
1. Sebuah Argumen dari suatu Perusahaan Asuransi Kapal Laut<br />
Perusahaan asuransi laut Lloyd’s of London menyatakan bahwa segitiga bermuda bukanlah lautan yang berbahaya dan sama seperti lautan biasa di seluruh dunia, asalkan tidak membawa angkutan melebihi ketentuan ketika melalui wilayah tersebut. Penjaga pantai mengkonfirmasi keputusan tersebut. Penjelasan tersebut dianggap masuk akal, ditambah dengan sejumlah pengamatan dan penyelidikan kasus.<br />
<br />
2. Teori Lorong Waktu<br />
Menurut beberapa peneliti,mungkin dikawasan ini terdapat sebuah gangguan atmosfir di udara berupa lubang di langit.Ke lubang itulah pesawat terbang masuk tanpa sanggup untuk keluar lagi.<br />
<br />
Dari misteri “Lubang di Langit” ini membentuk sebuah teori tentang adanya semacam perhubungan antara dunia dengan dimensi lain. lubang di Langit itu dianggap semacam alat transportasi seperti tampak di film Star Trek. Ataukah bentuk Lubang di Langit itu UFO? Orang sering menghubungkan hilangnya pesawat kita dengan munculnya UFO.<br />
3. Teori Blue Hole<br />
Konon di dasar laut segitiga bermuda terdapat semacam lubang/gua dasar laut,dulu gua ini memang sungguh ada, tetapi setelahjaman es berlalu, gua ini tertutup.Arus didalamnya sangat kuat dan sering membuat pusaran yang berdaya hisap.<br />
<br />
Banyak kapal-kapal kecil atau manusia yang terhisap ke dalam blue hole itu tanpa daya,dan anehnya kapal-kapal kecil yang terhisap itu akan muncul kembali ke permukaan laut selang beberapa lama.<br />
<br />
Tapi yang menimbulkan pertanyaan ialah: Mungkinkah Blue Hole ini sanggup menelan<br />
kapal raksasa ke dasar lautan?<br />
<br />
4. Teori Gas Metana<br />
Penjelasan lain dari beberapa peristiwa lenyapnya pesawat terbang dan kapal laut secara misterius adalah adanya gas methana di wilayah perairan tersebut. Teori ini dipublikasikan untuk pertama kali tahun 1981 oleh Badan Penyelidikan Geologi Amerika Serikat.<br />
<br />
Teori ini berhasil diuji coba di laboratorium dan hasilnya memuaskan beberapa orang tentang penjelasan yang masuk akal seputar misteri lenyapnya pesawat-pesawat dan kapal laut yang melintas di wilayah tersebut.<br />
<br />
5. Teori Misteri Lidah Lautan<br />
Kawasan Segitiga bermuda sering juga disebut sebagai Tongue of the Ocean atau Lidah Lautan.Lidah Lautan mempunyai jurang bawah laut (canyon).Ada beberapa peristiwa kecelakaan di sana. Tidak banyak yang belum diketahui tentang Segitiga Bermuda, sehingga orang menghubungkan misteri Segitiga Bermuda ini dengan misteri lainnya. Misalnya saja misteri Naga Laut yang pernah muncul di Tanjung Ann, Massachussets AS, pada bulan Agustus 1917.<br />
<br />
6. Teori Misteri Makhluk Sargasso<br />
Misteri lain yang masih belum terungkap adalah misteri Makhluk Laut Sargasso, yang bukan semata-mata khayalan. Di Lautan Sargasso,banyak kapal yang tak pernah sampai ke tujuannya dan terkubur di dasar laut.<br />
<br />
Di sana terhimpun kapal-kapal dari berbagai jaman, harta karun, mayat tulang belulang manusia. Luas Laut Misteri Sargasso ini 3650 km untuk panjang dan lebarnya 1825 km, dan di sekelilingnya mengalir arus yang kuat sekali, sehingga membentuk pusaran yang sangat luas yang berputar perlahan-lahan searah jarum jam.<br />
<br />
7. Teori Angin Puting Beliung<br />
Mungkin di area ini sering terjadi badai laut yang mungkin bisa membentuk suatu pusaran angin yang dapat menyebabkan hancurnya sebuah pesawat terbang karena terhempaskan.<br />
<br />
8. Beberapa Teori Lain<br />
Ada yang mengatakan Segitiga Bermuda disebabkan karena tempat tersebut merupakan pangkalan UFO sekelompok alien yang tidak mau diusik oleh manusia,sehingga kendaraan apapun yang melewati daerah teritorial tersebut akan terhisap dan diculik.<br />
Ada juga yang mengatakan bahwa penyebabnya dikarenakan oleh adanya sumber magnet terbesar di bumi yang tertanam di bawah Segitiga Bermuda,sehingga logam berton-tonpun dapat tertarik ke dalam.<br />
<br />
Dan bahkan ada yang mengatakan Segitiga Bermuda merupakan pusat bertemunya antara arus air dingin dengan arus air panas,sehingga akan mengakibatkan pusaran air yang besar/dahsyat.<br />
<br />
Ya itulah 8 teori misteri Segitiga Bermuda yang dikenal dunia, tentu sebenarnya akan ada banyak teori lainnya yang bersumber pada kejadian misteri di wilayah segitiga bermuda.<br />
<br />
Adakah dari anda yang mempunyai teori lain mengenai misteri segitiga bermuda?<br />
<br />
http://kevindasilva11.wordpress.com/2012/02/11/8-teori-mengenai-misteri-segitiga-bermuda/ <br />
<br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-44741484913050129152012-06-07T01:12:00.004-07:002012-06-07T01:12:26.086-07:00Bertemu Tuhan Di Segitiga Bermuda - Kisah Benar ( Anda Adalah Anda )<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Motivasi diri - Anda adalah Anda sebuah buku amat baik sekali. Penuh dengan ilmu motivasi yang amat bernilai tinggi.<br /><br />Manfaatkanlah sedetik muhasabah diri anda untuk merenung dan berfikir akan erti kehidupan sebenar. Jadikan teladan dan panduan.<br /><br />Apa yang ingin saya ulas adalah paparan slot kisah benar dalam buku ini bertajuk - Pelaut Menemui Tuhan di Segitiga Bermuda ( Golden Trianggle ). Kisah ini amat penting untuk dipanjangkan berbanding tajuk-tajuk motivasi yang lain dalam buku ini.<br /><br />Begini Ceritanya :-<br /><br />Seorang Hamba Allah yang tidak disebutkan namanya dalam buku tersebut, cukuplah sekadar saya namakanya A sahaja. A bertugas dengan sebuah syarikat perkapalan. Beliau berbangsa Melayu, Beragama Islam dan berasal dari Malaysia. Bapanya seorang guru agama, tetapi sejak kecil A tidak mendapat pendidikan agama akibat bersekolah di asrama penuh sehinggalah menjawat jawatan dalam syarikat perkapalan tersebut. Beliau bertugas dan belayar keseluruh dunia dalam sesuai bidangnya menjadi pelayar profesional. <br /><br />Melalui pengalaman dan pergaulan persekitarannya menyebabkan A menganut fahaman tidak mempercayai adanya Tuhan, kehidupannya tidak pernah mengamalkan ajaran agama Islam melainkan melakukan apa sahaja yang dilarang oleh Islam termasuklah kesemua jenis dosa-dosa besar, Perempuan, Zina, Arak, Judi dan apa sahaja yang dilarang oleh agama termasuklah fahaman A yang mengharamkan perkahwinan . Baginya apa perlunya kahwin sedang wanita boleh didapati dimana-mana sahaja. Dalam mana-mana perdebatan A sering mencabar kekuasaan Tuhan dengan mengatakan Tuhan Tiada , ianya hanyalah hayalan, hanya orang bodoh dan lemah sahaja yang mempercayai adanya Tuhan .Begitu angkuh sekali si A menyanggah akan keesaan Tuhan.<br /><br />Dipendekkan cerita. Ketika kejadian ini berlaku, kapal A sedang belayar merentasi Segita Bermuda menuju ke Mexico. Dengan kehendak Allah S.W.T kapal A telah dipukul ribut ditengah Lautan Atlantik yang luas berhampiran Segita Bermuda. Maka karamlah kapal A dengan segala isinya dan seluruh anak-anak kapal terpelanting ke laut.Termasuklah A turut serta menjadi penghuni lautan seketika itu, dengan sekelip mata sahaja, dengan tidak disangka-sangka, dengan tidak ada seorang pun menduganya, walaupun kapal A dilengkapi dengan pelbagai kecanggihan teknologi mengesan sebarang bencana. Namun kehendak Allah tidak ada sesiapa pun mampu menghalangnya..<br /><br />A telah terdampar dilaut selama 13 hari dengan pelampung keselamatan yang dipakainya. Pengsan dan sedar berulang-ulang kali. Ketika A dalam keadaan sedar ditengah lautan Atlantik yang gelap gelita, dalam kepedihan dan kesakitan serta badan yang lemah dalam kesejukan. Sekumpulan ikan-ikan jerung mengelilingi A berulang-ulang kali, ada yang menggeselkan badannya ke kaki A, mengangakan mulut kearah A, seolah-olah suatu pesta makanan yang lazat sedang dan akan dinikmati sebentar lagi. Ketika itulah A menangis, meraung, memanggil-manggil nama Allah berulang-ulang kali, memanggil dalam esakan, dalam tangisan. A telah terlupa akan segala kesombongannya selama ini, segala dosa dan maksiat yang dilakukannya selama ini, segala keangkuhannya mengatakan Tuhan itu tiada dan tiada apa-apa kekuasaan daripadanya.<br /><br />Pada saat itu tiada lagi tempat A memohon pertolongan melainkan kepada Allah, ditengah-tengah lautan yang saujana mata memandang, sejuk, panas dan gelap gelita, A tiada tempat untuk memohon pertolongan, melainkan memanggil-manggil nama Allah beribu-ribu kali. Akhirnya A teringat beberapa potong ayat al-Quran lalu membacanya. Disaat genting berada diambang maut antara laut dan kerakusan jerung ganas, A membaca beberapa potong ayat al-Quran. seterusnya A pengsan.<br /><br />Sesedarnya A, ia telah berada dihospital Reo de Jenerio Brazil . A telah diselamatkan oleh nelayan Brazil. Ketika dihospital A menjadi trauma dengan menghempas-hempaskan badannya, meraung-raung menyebut-nyebut nama Allah, Allah, Allah....<br /><br />Begitulah hebatnya kebesaran dan kekuasaan Allah, walaupun jerung sudah mengangakan mulutnya untuk menelan A. Walaupun 13 hari terapung dilaut yang ganas berpayungkan langit, kepanasan dan kesejukan, namun kekuasaan Allah meliputi segala-galanya.Ajal dan maut adalah ditangan Tuhan.<br /><br />Akhirnya A insaf diatas segala perbuatannya dan sekarang menuntut diperguruan pondok mendalami ilmu Islam, bertaubat dan melaksanakan segala amalan-amalan ajaran agama dengan sepenuhnya.<br /><br />A telah bertaubat, insaf dan menyesal, bahawa pada saat-saat diantara hidup dan mati seperti itu, tiadalah lagi sebarang kehebatan dan kesombongan manusia. Hanyalah Allah yang akan menjadi tempat mengadu dan memohon pertolongan.<br /><br />Rupa-rupanya Allah juga masih tetap sayangkannya . Beliau telah diselamatkan oleh jerung dan lautan, beliau telah diselamatkan dari kehidupan noda dan dosa dan kini melalui kehidupan insan yang sebenar, beribadat, bertaubat dan taatkan segala perintah Allah.<br /><br />SEBENARNYA : SI A TELAH BERTEMU TUHAN DI SEGITA BERMUDA ( GOLDEN TRIANGGLE )<br /><br />Inilah motivasi sebenar kehidupan. Berhenti sejenak membaca, benamkan perasaan anda, istiqomah dan muhasabah diri, dimanakah kedudukan kehidupan kita sekarang ini.<br /><br />Dunia, alam dan segala barang melata didunia ini mampu melampiaskan hukuman kepada kita pada bila-bila masa dan sekelip mata sahaja ( Dengan KEHENDAK ALLAH ). Hindarkan kesombongan dan kekalutan dalam menjalani kehidupan ini. Tingkatkan Amalan Baik dan tinggalkanlah Amalan Buruk - Mudah-mudahan anda dirahmati Allah dunia dan akhirat.<br />" HEBAT, SESUNGGUHNYA HEBAT "<br />Salam dari managro <br />Diterbitkan pada: 20 Februari, 2010 <br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-25941492971456933392012-06-07T01:11:00.001-07:002012-06-07T01:11:23.529-07:007 Misteri Segitiga Bermuda<link href="file:///C:%5CUsers%5CARWAHID%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CARWAHID%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_editdata.mso" rel="Edit-Time-Data"></link><!--[if !mso]>
<style>
v\:* {behavior:url(#default#VML);}
o\:* {behavior:url(#default#VML);}
w\:* {behavior:url(#default#VML);}
.shape {behavior:url(#default#VML);}
</style>
<![endif]--><link href="file:///C:%5CUsers%5CARWAHID%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx" rel="themeData"></link><link href="file:///C:%5CUsers%5CARWAHID%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml" rel="colorSchemeMapping"></link><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves>false</w:TrackMoves>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>EN-US</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:DontVertAlignCellWithSp/>
<w:DontBreakConstrainedForcedTables/>
<w:DontVertAlignInTxbx/>
<w:Word11KerningPairs/>
<w:CachedColBalance/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="-->
<m:smallfrac m:val="off">
<m:dispdef>
<m:lmargin m:val="0">
<m:rmargin m:val="0">
<m:defjc m:val="centerGroup">
<m:wrapindent m:val="1440">
<m:intlim m:val="subSup">
<m:narylim m:val="undOvr">
</m:narylim></m:intlim>
</m:wrapindent><!--[endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Cambria Math";
panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4;
mso-font-charset:1;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-format:other;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;}
@font-face
{font-family:Calibri;
panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4;
mso-font-charset:0;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
margin-top:0in;
margin-right:0in;
margin-bottom:10.0pt;
margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
h1
{mso-style-priority:9;
mso-style-unhide:no;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-link:"Heading 1 Char";
mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0in;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0in;
mso-pagination:widow-orphan;
mso-outline-level:1;
font-size:24.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";}
span.Heading1Char
{mso-style-name:"Heading 1 Char";
mso-style-priority:9;
mso-style-unhide:no;
mso-style-locked:yes;
mso-style-link:"Heading 1";
mso-ansi-font-size:24.0pt;
mso-bidi-font-size:24.0pt;
font-family:"Times New Roman","serif";
mso-ascii-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-hansi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-font-kerning:18.0pt;
font-weight:bold;}
.MsoChpDefault
{mso-style-type:export-only;
mso-default-props:yes;
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:Calibri;
mso-fareast-theme-font:minor-latin;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
.MsoPapDefault
{mso-style-type:export-only;
margin-bottom:10.0pt;
line-height:115%;}
@page Section1
{size:8.5in 11.0in;
margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in;
mso-header-margin:.5in;
mso-footer-margin:.5in;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-qformat:yes;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin-top:0in;
mso-para-margin-right:0in;
mso-para-margin-bottom:10.0pt;
mso-para-margin-left:0in;
line-height:115%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:11.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-ascii-font-family:Calibri;
mso-ascii-theme-font:minor-latin;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-theme-font:minor-fareast;
mso-hansi-font-family:Calibri;
mso-hansi-theme-font:minor-latin;
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";
mso-bidi-theme-font:minor-bidi;}
</style>
<![endif]--><a href="http://www.idebagusku.com/author/Gans_thea" title="Posts by Gugun"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Gugun</span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span>
</m:defjc></m:rmargin></m:lmargin></m:dispdef></m:smallfrac><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">March 13, 2010<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="http://www.idebagusku.com/7-misteri-segitiga-bermuda#comments" title="Comment on 7 Misteri Segitiga Bermuda"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">55 Comments</span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="http://www.idebagusku.com/category/uncategorized" title="View all posts in Uncategorized"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Uncategorized</span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dilihat: 33555 kali<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Segitiga
Bermuda, juga dikenal sebagai Devil’s Triangle, adalah bentangan terkenal
Samudera Atlantik berbatasan dengan Florida, Pulau Bermuda, dan Puerto Rico
yang telah menjadi lokasi penghilangan </span><a href="http://www.idebagusku.com/gambar-gambar-aneh-dan-tidak-masuk-akal"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">aneh</span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">
sepanjang sejarah. The Coast Guard tidak mengenali </span><a href="http://www.idebagusku.com/7-misteri-segitiga-bermuda"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Segitiga Bermuda</span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"> atau penjelasan supranatural untuk penghilangan misterius
di tengah-tengahnya. Ada beberapa kemungkinan penjelasan bagi kapal-kapal yang
hilang, termasuk angin topan, gempa bumi, dan medan magnet yang mengganggu
kompas dan perangkat navigasi lainnya. Tapi jauh lebih menarik untuk berpikir
jika mereka yang hilang tersedot ke dimensi lain, diculik oleh </span><a href="http://www.idebagusku.com/ada-ufo-pada-malam-tahun-baru-2010"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Alien</span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">,
atau hanya menghilang ke udara.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="http://adventure.howstuffworks.com/bermuda-triangle-pictures1.htm"><span style="color: blue; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt; text-decoration: none;"><!--[if gte vml 1]><v:shapetype id="_x0000_t75" coordsize="21600,21600"
o:spt="75" o:preferrelative="t" path="m@4@5l@4@11@9@11@9@5xe" filled="f"
stroked="f">
<v:stroke joinstyle="miter"/>
<v:formulas>
<v:f eqn="if lineDrawn pixelLineWidth 0"/>
<v:f eqn="sum @0 1 0"/>
<v:f eqn="sum 0 0 @1"/>
<v:f eqn="prod @2 1 2"/>
<v:f eqn="prod @3 21600 pixelWidth"/>
<v:f eqn="prod @3 21600 pixelHeight"/>
<v:f eqn="sum @0 0 1"/>
<v:f eqn="prod @6 1 2"/>
<v:f eqn="prod @7 21600 pixelWidth"/>
<v:f eqn="sum @8 21600 0"/>
<v:f eqn="prod @7 21600 pixelHeight"/>
<v:f eqn="sum @10 21600 0"/>
</v:formulas>
<v:path o:extrusionok="f" gradientshapeok="t" o:connecttype="rect"/>
<o:lock v:ext="edit" aspectratio="t"/>
</v:shapetype><v:shape id="Picture_x0020_2" o:spid="_x0000_i1025" type="#_x0000_t75"
alt="http://static.howstuffworks.com/gif/bermuda-triangle-13.gif"
href="http://adventure.howstuffworks.com/bermuda-triangle-pictures1.htm"
style='width:300pt;height:176.25pt;visibility:visible;mso-wrap-style:square'
o:button="t">
<v:fill o:detectmouseclick="t"/>
<v:imagedata src="file:///C:\Users\ARWAHID\AppData\Local\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif"
o:title="bermuda-triangle-13"/>
</v:shape><![endif]--><!--[if !vml]--><span><img alt="http://static.howstuffworks.com/gif/bermuda-triangle-13.gif" border="0" height="235" src="file:///C:/Users/ARWAHID/AppData/Local/Temp/msohtmlclip1/01/clip_image001.gif" v:shapes="Picture_x0020_2" width="400" /></span><!--[endif]--></span></a><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sungguh
naas banyak penerbangan yang telah jadi korban karena <b>Misteri Segitiga
Bermuda</b>. Cari tahu bagaimana pesawat ini tidak pernah terdengar lagi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">7.
Teignmouth electron</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Siapa
yang mengatakan bahwa Segitiga Bermuda hanya menelan kapal dan pesawat? Siapa
yang bilang itu tidak dapat membuat orang menjadi gila juga? Mungkin itu yang
terjadi di Teignmouth Electron pada tahun 1969. The Sunday Times Golden Globe
Race tahun 1968 meninggalkan Inggris pada 31 Oktober dan diperlukan
masing-masing kontestan untuk berlayar solo dengan kapalnya. Donald Crowhurst
adalah salah satu pendatang, tetapi ia tidak pernah berhasil mencapai garis finish.
Para elektron ditemukan ditinggalkan di tengah Segitiga Bermuda pada bulan Juli
1969. Logbooks yang berhasil mencapai finish mengungkapkan bahwa Crowhurst itu
menipu penyelenggara tentang posisinya dalam lomba. Kabar terakhirnya tanggal
29 Juni – ia percaya bahwa Crowhurst melompat ke laut dan menenggelamkan
dirinya di Segitiga bermuda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">6.The
Spray</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Joshua
Slocum, orang pertama yang berlayar solo di seluruh dunia, tidak seharusnya
menghilang di laut, tapi tampaknya memang itulah yang terjadi. Pada 1909, Spray
meninggalkan Pantai Timur Amerika Serikat untuk menuju Venezuela melalui Laut
Karibia. Slocum tak pernah terdengar atau terlihat lagi dan dinyatakan
meninggal pada tahun 1924. Kapalnya itu kokoh dan Slocum adalah seorang
profesional, jadi tidak ada yang tahu apa yang terjadi. Mungkin ia dihancurkan
oleh kapal yang lebih besar atau mungkin dia dibawa oleh bajak laut. Tidak ada
yang tahu pasti bahwa Slocum menghilang dalam perairan bermuda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">5.
Star Ariel</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebuah
pesawat Tudor IV seperti Star Tiger meninggalkan bermuda pada 17 Januari 1949,
dengan 7 awak dan 13 penumpang dalam perjalanan ke Jamaika. Pagi itu, Kapten JC
McPhee melaporkan bahwa penerbangan itu berjalan lancar. Tak lama kemudian,
pesan lain yang lebih samar datang dari kapten, ketika ia melaporkan bahwa ia
mengubah frekuensi, dan kemudian tidak ada lagi yang mendengar. Lebih dari 60
pesawat dan 13.000 orang dikerahkan untuk mencari Star Ariel, tapi bahkan tidak
sedikitpun sampah atau puing-puing yang pernah ditemukan. Setelah Ariel menghilang,
Tudor IV tidak lagi diproduksi.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">4.
Star Tiger</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Star
Tiger, dipimpin oleh Kapten BW McMillan, terbang dari Inggris ke Bermuda pada
bulan Januari 1948. Pada tanggal 30 Januari, McMillan mengatakan dia
diperkirakan akan tiba di Bermuda pada jam 5:00 pm, tapi baik ia maupun salah
satu dari 31 orang dalam pesawat Star Tiger yang pernah didengar dari lagi.
Ketika Udara Sipil Departemen meluncurkan pencarian dan penyelidikan, mereka
mengetahui bahwa SS Troubadour telah melaporkan melihat sebuah pesawat terbang
rendah tengah-tengah antara Bermuda dan jalan masuk ke Teluk Delaware. Jika itu
adalah pesawat Star Tiger, itu secara drastis tentunya. Menurut Udara Sipil
Departemen, nasib Star Tiger masih merupakan misteri terpecahkan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">3.
USS Cyclops</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Ketika
Perang Dunia I memanas, Amerika juga ikut dalam pertempuran. USS Cyclops,
diperintahkan oleh Letnan GW Worley, yang tinggal di Pantai Timur Amerika
Serikat sampai tahun 1918 ketika ia dikirim ke Brazil untuk mengisi bahan bakar
kapal-kapal Sekutu. Dengan 309 orang dalam pesawat, kapal meninggalkan Rio de
Janeiro pada bulan Februari dan mencapai barbados di Maret. Setelah itu,
Cyclops tidak pernah terdengar lagi. Angkatan Laut mengatakan dalam pernyataan
resmi, “Hilangnya kapal ini telah menjadi salah satu misteri yang paling
membingungkan dalam sejarah Angkatan Laut, semua upaya untuk menemukan dirinya
telah terbukti berhasil. Tak ada musuh kapal selam di Atlantik Barat pada waktu
itu , dan pada Desember 1918 setiap upaya dilakukan untuk memperoleh dari
sumber-sumber Jerman tentang informasi mengenai hilangnya kapal. ”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">2.
Flight 201</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pesawat
Cessna ini meninggalkan Fort Lauderdale pada 31 Maret 1984, dengan route untuk
Pulau Bimini di Bahama, tapi tidak pernah berhasil. Dipertengahan sampai ke
tujuan, pesawat diperlambat dengan kecepatan secara signifikan, tapi tidak ada
sinyal radio yang dibuat dari pesawat untuk menunjukkan tekanan. Tiba-tiba,
pesawat jatuh dari udara ke air, benar-benar menghilang dari radar. Seorang
wanita di Pulau Bimini bersumpah dia melihat sebuah pesawat terjun ke laut
sekitar satu mil lepas pantai, tapi tidak ada reruntuhan yang pernah ditemukan.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">1.
Flight 19</span></b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Pada
siang hari 5 Desember 1945, lima pesawat pembom torpedo Avenger meninggalkan
Naval Air Station di Fort Lauderdale, Florida, dengan Letnan Charles Taylor
seorang komandan dan 13 siswa pilot. Sekitar satu setengah jam dalam
penerbangan, melalui radio Taylor mengatakan bahwa kompas itu tidak bekerja,
tapi ia memperkirakan ia berada di suatu tempat di Florida. Letnan yang
menerima sinyal radio tersebut memerintahkan kepada Taylor untuk terbang ke
arah utara Miami, sebagai Selama dia yakin dia benar-benar di atas Floria.
Meskipun ia adalah seorang pilot berpengalaman, Taylor mendapat kenyataan yang
mengerikan dan semakin ia mencoba untuk keluar dari Florida, ia dan krunya
pergi semakin jauh ke laut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Saat
malam tiba sinyal radio memburuk, sampai akhirnya tidak ada sama sekali dari
Flight 19. Angkatan laut amerika menyelidiki dan melaporkan bahwa kebingungan
Taylor yang menyebabkan bencana, tapi ibunya meyakinkan mereka untuk mengubah
laporan resmi bahwa pesawat itu jatuh dengan penyebab yang tidak diketahui.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-71789142748681469862012-06-07T01:08:00.002-07:002012-06-07T01:08:29.139-07:00Teori Terjadinya Bahasa<div style="text-align: justify;">
2.4.1 Teori Migrasi Bahasa<br /> Migrasi bahasa terjadi karena perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain. Perpindahan penduduk itu tentu membawa serta bahasanya ke tempat perpindahannya. Menetapnya penutur bahasa di tempat yang baru lambat laun membentuk bahasa baru. Keadaan itu didasari oleh faktor perpindahan yang sudah cukup lama dan jauhnya hubungan dengan daerah asal. Tetapi dipihak lain walaupun daerahnya bertetangga kadang-kadang ditemukan perbedaan bahasa.<br /> Bertolak dari keadaan tersebut muncullah sebuah teori yang disebut migrasi bahasa yang dikatakan oleh Raimo Antilla. Penjelasan yang berkaitan dengan isi teori itu sebagai berikut:<br />Menurut asumsi umum yang belaku, wilayah suatu bahasa biasanya diidentifikasi dengan daerah penutur-penuturnya. Dalam hubungan ini kita perlu membedakan dua istilah yang akan menjadi penting dalam uraian mengenai teori migrasi bahassa, yaitu istilah wilayah (area) dan daerah (region). Wilayah suatu bahasa adalah tempat-tempat dimana terdapat pemakai-pemakai suatu bahasa. Dalam kenyataan bahasa dapat terdiri dari suatu tempat yang secara geografis berkesinambungan atau dapat pula terdiri atas sejumlah tempat yang secara geografis terpisah dari yang lain (dalam Gorys Keraf, 1984:172)<br /> Kutipan tersebut ditambah lagi dengan penjelasan yang mendasari teori migrasi bahasa. Dalam hal ini teori migrasi bahasa didasarkan pada dua dalil. Yaitu:<br />1) Wilayah asal bahasa-bahasa kerabat merupakan suatu daerah yang berkesinambung; 2) Jumlah migrasi mungkin direkontsruksi akan berbanding terbalik dengan jumlah gerak perpindahan dari tiap bahasa (Gorys Keraf, 1984:173). <br />Dasar-dasar pemikir seperti yang dikemukakan di atas memperjelas proses terjadinya suatu bahasa daerah. Karena berbicara tentang migrasi bahasa atau perpindahan itu tentu erat kaitannya dengan dalil-dalil yang mendasari uraian tentang proses terbentuknya bahasa itu.<br /> Rasanya pembicaraan tentang proses terjadinya bahasa daerah yang dikaitkan dengan inti teori migrasi bahasa belum cukup. Ketidakcukupan ini ditandai dengan adanya kerumitan dalam bahasa itu sendiri, sehingga oleh para ahli seperti Gorys Keraf (1984:166) menambahkan lagi sebuah uraian sebagai berikut:<br />Disamping penalaran yang diturunkan dari data-data kebahasaan untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulan mengenai migrasi, maka ilmu-ilmu bantu yang dimaksud misalnya kebudayaan, arkeologi, dan tropologi. Walaupun demikian untuk kepentingan ilmu bahasa semua teori yang berasal dari ilmu-ilmu lain mengenai migrasi harus disesuaikan untuk kepentingan kesimpulan-kesimpulan migrasi bahasa. <br />Kesimpulan yang dimaksud pada pendapat di atas adalah kesimpulan yang memuat tentang proses terjadinya bahasa baru (bahasa daerah) yang memakai tempo waktu yang relatif lama. Jangka waktu yang panjang itu tentu selalu mengikuti perkembangan penutur-penutur bahasa.<br />2.4.2 Teori Gelombang<br /> Dalam kajian dan jangkauan isi teori gelombang yang dikaitkan langsung dengan proses terjadinya bahasa daerah, perlu melihat wilayah pemakaian bahasa itu. Wilayah pemakaian bahasa itu selalu berbanding sama atau hampir sama dengan jumlah penuturnya. Artinya apabila jumlah penutur bertambah maka wilayah bahasa itu akan bertambah pula. Dengan kata lain perubahan-perubahan bahasa kadang kala disebabkan oleh pertumbuhan pendudukan yang pesat disertainya dengan perpindahanya.<br /> Untuk lebih jelasnya isi teori gelombang dikemukakan sebagai berikut:<br />Bahasa-bahasa dipergunakan secara berantai dalam wilayah tertentu dan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu tempat tertentu. Perubahan-perubahan ini menyebar ke semua arah, seperti halnya gelombang pada sebuah kolam yang disebabkan oleh barang yang dijatuhkan ke dalam kolam. Atau dengan kata lain perubahan dapat tersebar seperti gelombang pada suatu wilayah bahasa. Dan setiap perubahan meliputi suatu wilayah yang tidak tumpang tindih dengan wilayah perubahan bahasa yang terdahulu hasil dari gelombang. Gelombang-gelombang yang berurutan tersebut adalah jaringan isogloss. Daerah-daerah yang berdekatan dengan pusat penyebaran akan lebih banyak menunjukan persamaaan-persamaan dengan pusat penyebarannya (John Schmidt dalam Gorys Keraf, 1984:110).<br /><br />Selanjutnya, penjelasan tentang teori gelombang dalam hubungannya dengan penyebaran bahasa dikemukakan dengan gambar sebagai berikut.<br /><br /><br /><br /><br /> (John Schmidt dalam Gorys Keraf, 1984:110)<br /><br />Gambar tersebut adalah contoh proses penyebaran bahasa dengan terbentuknya bahasa daerah. Juga dari gambar tersebut tercermin bahwa sebuah bahasa induk dapat menghasilkan bermacam-macam bahasa daerah. Perkembangan bahasa itu mirip seperti gelombang.<br />2.5 Bahasa dan Masyarakat Penutur<br />Manusia yang hidup dalam sebuah kelompok selalu menggunakan bahasa untuk berinteraksi dengan yang lain. Penggunaan bahasa dalam semua interaksi itu ditandai dengan adanya ide-ide seseorang yang perlu disampaikan kepada orang lain. Penerimaan ide-ide itu selalu mendapat tanggapan dan balikan kepada pencetusnya. Kemudian pencetusnya tentu akan menerima ataupun menolak tanggapan itu, sehingga tidak menutup kemungkinan akan disalurkan kepada orang lain. Begitulah interaksi itu berlangsung terus-menerus secara timbal balik dengan menggunakan bahasa sebagai alat ekspresinya. <br />Bahasa adalah alat komunikassi yang paling ampuh, efektif, bersturktur, manasuka dan mudah dipahami. Banyak alat komunikasi lain seperti bunyi tong-tong, bunyi bel dan sebaginya. Tetapi tidak selengkap bahasa yang maksud komunikatornya dipahami dengan mudah dan jelas. Begitulah kira-kira suatu gambaran yang menunjukan bahasa adalah alat komunikasi yang cocok dengan siapa saja dan dalam bentuk situasi apasaja.<br /> Sehubungan dengan hal itu, Gorys Keraf (1979:5) mengemukakan sebagai berikut:<br />Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan dengan secara efisien melalui bahasa. Bahsa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya.<br />Pendapat tersebut menggambarkan berapa pentingnya bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah suatu hal yang tidak dapat terlepaskan dalam kehidupan individu. Lebih-lebih kalau individu itu adalah seorang pemimpin. Kalau demikian adanya, maka bahasa itu belum cukup hanya sekedar dimiliki kecuali harus mampu menggunakannya secara baik dan benar. Apalagi kalau penggunaan bahasa itu dalam kehidupan sosial dan kegiatan-kegiatan lainya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatasi dengan mempergunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk mendapat tanggapan, baik tanggapan yang berupa tutur, maupun tanggapan yang berbentuk perbuatan atau tindakan. (Gorys Keraf, 1979:6). <br />Sehubungan dengan keadaan tersebut, dapatlah dibayangkan betapa miskinnya kehidupan ini bila kita tidak memiliki bahasa. Oleh karena itu, tentulah fungsi bahasa dalam kehidupan ini sungguh penting. Fungsi yang dimaksud dapat dilihat dalam penjelasan berikut:<br />a. Untuk menyatakan ekspresi diri; <br />b. Sebagai alat komunikasi;<br />c. Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial<br />d. Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial (Gorys Keraf,1979:3).<br />Dari keadaaan tersebut dapatlah ditegaskan bahwa manusia ada, berarti bahasa ada. Bahasa ada berarti akan digunakan oleh manusia. Dengan kata lain, semua konsep pikiran memerlukan bahasa sebagai alat pencurahannya.<br /><br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-39997608617801012822012-06-07T01:06:00.003-07:002012-06-07T01:06:41.130-07:00DAFTAR 200 KOSAKATA KATA DASAR MENURUT MORRIS SWADESH<br />No Gloss Bahasa X Bahasa Y<br />1 Abu <br />2 Air <br />3 Akar <br />4 Aku <br />5 Alir (meng) <br />6 Anak <br />7 Angin <br />8 Anjing <br />9 Apa <br />10 Api <br />11 Apung <br />12 Asap <br />13 Awan <br />14 Bagaimana <br />15 Baik <br />16 Bakar <br />17 Balik <br />18 Banyak <br />19 Bapak <br />20 Baring <br />21 Baru <br />22 Basah <br />23 Batu <br />24 Berapa <br />25 Belah (mem) <br />26 Benar <br />27 Benih <br />28 Bengkak <br />29 Berenang <br />30 Berjalan <br />31 Berat <br />32 Beri <br />33 Besar <br />34 Bilamana <br />35 Binatang <br />36 Bintang <br />37 Buah <br />38 Bulan <br />39 Bulu <br />40 Bunga <br />41 Bunuh <br />42 Buru (ber) <br />43 Buruk <br />44 Burung <br />45 Busuk <br />46 Cacing <br />47 Cium <br />48 Cuci <br />49 Daging <br />50 Dan <br />51 Danau <br />52 Darah <br />53 Datang <br />54 Debu <br />55 Daun <br />56 Dekat <br />57 Dengan <br />58 Dengar <br />59 Di dalam <br />60 Di <br />61 Di mana <br />62 Dingin <br />63 Diri (ber) <br />64 Di sini <br />65 Di situ <br />66 Dorong <br />67 Dua <br />68 Duduk <br />69 Ekor <br />70 Empat <br />71 Engkau <br />72 Gali <br />73 Garam <br />74 Garuk <br />75 Gemuk <br />76 Gigi <br />77 Gigit <br />78 Gosok <br />79 Gunung <br />80 Hantam <br />81 Hapus <br />82 Hati <br />83 Hidung <br />84 Hidup <br />85 Hijau <br />86 Hisap <br />87 Hitam <br />88 Hitung <br />89 Hujan <br />90 Hutan <br />91 Ia <br />92 Ibu <br />93 Ikan <br />94 Ikat <br />95 Istri <br />96 Ini <br />97 Itu <br />98 Jahit <br />99 Jalan <br />100 Jantung <br />101 Jatuh <br />102 Jauh <br />103 Kabut <br />104 Kaki <br />105 Kalau <br />106 Kami, kita <br />107 Kamu <br />108 Kanan <br />109 Karena <br />110 Kata (ber) <br />111 Kecil <br />112 Kelahi (ber) <br />113 Kepala <br />114 Kering <br />115 Kiri <br />116 Kotor <br />117 Kuku <br />118 Kulit <br />119 Kuning <br />120 Kutu <br />121 Lain <br />122 Langit <br />123 Laut <br />124 Lebar <br />125 Leher <br />126 Lelaki <br />127 Lempar <br />128 Licin <br />129 Lidah <br />130 Lihat <br />131 Lima <br />132 Ludah <br />133 Lurus <br />134 Lutut <br />135 Main <br />136 Makan <br />137 Malam <br />138 Mata <br />139 Matahari <br />140 Mati <br />141 Merah <br />142 Mereka <br />143 Minum <br />144 Mulut <br />145 Muntah <br />146 Nama <br />147 Napas <br />148 Nyanyi <br />149 Orang <br />150 Panas <br />151 Panjang <br />152 Pasir <br />153 Pegang <br />154 Pendek <br />155 Peras <br />156 Perempuan <br />157 Perut <br />158 Pikir <br />159 Pohon <br />160 Potong <br />161 Punggung <br />162 Pusar <br />163 Putih <br />164 Rambut <br />165 Rumput <br />166 Satu <br />167 Sayap <br />168 Sedikit <br />169 Siang <br />170 Siapa <br />171 Sempit <br />172 Semua <br />173 Suami <br />174 Sungai <br />175 Tajam <br />176 Tahu <br />177 Tahun <br />178 Takut <br />179 Tali <br />180 Tanah <br />181 Tangan <br />182 Tarik <br />183 Tebal <br />184 Telinga <br />185 Telur <br />186 Terbang <br />187 Tertawa <br />188 Tetek <br />189 Tidak <br />190 Tidur <br />191 Tiga <br />192 Tikam <br />193 Tipis <br />194 Tiup <br />195 Tongkat <br />196 Tua <br />197 Tulang <br />198 Tumpul <br />199 Ular <br />200 Usus <br /><br />Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-52223553115150721042012-06-07T01:01:00.003-07:002012-06-07T01:01:57.815-07:00SASTRA DAERAH<div style="text-align: justify;">
A. FILOLOGI<br /><br />Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani “philos” yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata “filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”. Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (lazim disebut teks).<br />Filologi ialah suatu ilmu yang obyek penelitiannya naskah-naskah lama. Sebelum kita membicarakan pokok-pokok pengertian tentang filologi ini lebih lanjut, baiklah kita jelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan naskah ini. Yang dimaksudkan dengan naskah di sini, ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada naskah-naskah yang berbahasa Melayu dan yang berbahasa Jawa; lontar bnyak dipakai pada naskah-naskah berbahasa Jawa dan Bali dan kulit kayu dan rotan biasa digunakan pada naskah-naskah berbahasa Batak. Dalam bahasa Inggris naskah-naskah ini disebut “manuscript” dan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah “handschrift”. Hal ini perlu dijeaskan untuk membedakan peninggalan tertulis pada batu. Batu yang mempunyai tulisan itu biasa disebut piagam, batu bersurat, atau inskripsi. Dan ilmu dalam bidang tulisan batu itu disebut epigrafi.<br />Mengingat bahan naskah seperti tersebut di atas, jelaslah, bahwa naskah itu tidak dapat bertahan beratus-ratus tahun tanpa pemeliharaan yang cermat dan perawatan yang khusus, sebagaimana dapat kita jumpai di luar negeri. Pemeliharaan naskah agar tidak cepat rusak, antara lain : mengatur suhu udara tempat naskah itu disimpan, sehingga tidak cepat lapuk; melapisi kertas-kertas yang sudah lapuk dengan kertas yang khusus untuk itu, sehingga kuat kembali; dan menyemprot naskah-naskah itu dalam jangka waktu tertentu dengan bahan kimia yang dapat membunuh bubuk-bubuk yang memakan kertas itu. Demikian antara lain pemeliharaan khusus terhadap naskah-naskah itu, tetapi tinta yang memecah dan kertas yang cepat menguning atau dengan kata lain kualitas tinta dan kertas yang kurang baik sukar diatasi.<br />Semua naskah itu dianggap sebagai hasil sastra lama dan isi naskah itu bermacam-macam. Ada yang sebetulnya tidak dapat digolongkan dalam karya sastra, seperti undang-undang, adat-istiadat, cara-cara membuat obat, dan cara membuat rumah. Sebagian besar dapat digolongkan dalam karya sastra, dalam pengertian khusus, seperti cerita-cerita dongeng, hikayat, cerita binatang, pantun, syair, gurindam, dsb. Ituah sebabnya pengertian filologi diidentikkan dengan sastra lama. <br /><br /><br /> Filologi terdiri dari dua fokus pembahasan yaitu sebagai berikut:<br /><br />1. Kodikologi<br />Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah. <br />Hermans dan Huisman menjelaskan bahwa istilah kodikologi (codicologie) diusulkan oleh seorang ahli bahasa Yunani, Alphonse Dain, dalam kuliah-kuliahnya di Ecole Normale Seprieure, Paris, pada bulan Februari 1944. Akan tetapi istilah ini baru terkenal pada tahun 1949 ketika karyanya, ‘Les Manuscrits’ diterbitkan pertama kali pada tahun tersebut. Dain sendiri mengatakan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah. Dain juga menegaskan walaupun kata kodikologi itu baru, ilmu kodikologinya sendiri bukanlah hal yang baru. Selanjutnya Dain juga mengatakan bahwa tugas dan “daerah” kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah2 yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah dan penggunaan naskah-naskah itu.<br />2. Tekstologi<br />Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya. Data yang terdiri dari karakter-karakter yang menyatakan kata-kata atau lambang-lambang untuk berkomunikasi oleh manusia dalam bentuk tulisan.<br />B. Folklor<br /><br />Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.[1] Folklor berkaitan erat dengan mitologi.<br /><br />Sebelum mengenal contoh-contoh tradisi lisan, sebaiknya kamu mengenal dulu pengertiannya, supaya dapat membedakan antara bentuk yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan asal katanya, folklor berasal dari dua kata yaitu folk dan lore. Kata folk dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore diartikan sebagai tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun, baik secara lisan maupun melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Pengertian folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat<br />atau alat pembantu.<br /> Ciri-ciri Folklor<br />Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut pendapat Danandjaja (1997: 3), ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan sebagai berikut:<br />• Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.<br />• Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.<br />• Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).<br />• Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.<br />• Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.<br />• Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.<br />• Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.<br />• Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.<br />• Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.<br /> Jenis-jenis Folklor<br />• FolklorLisan<br />Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat. <br />a. Prosa Lama<br />• Dongeng adalah bentuk sastra lama yang bercerita tentang sesuatu kejadian yang luar biasa dan penuh khayalan, tentang dewa-dewa, peri-peri, putri-putri cantik, dan sebagainya. Fungsi dongeng haruslah sebagai penghibur. Oleh karena itu, dongeng disebut juga cerita pelipur lara. Dongeng bermacam-macam, yaitu :<br /> Dongeng jenaka adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas, dll.<br /> Cerita berbingkai adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam<br /> Mitologi yaitu ilmu tentang kesusasteraan yang mengandung konsep tentang dongeng suci, kehidupan para dewa dan makhluk halus salam suatu kebudayaan. Atau ceritera tentang asal usul alam semesta, manusia dan bangsa yang dikaitkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti mendalam.<br />Contoh: Mitos tentang Nyai Loro Kidul<br /> Legenda, yaitu ceritera pada masa lampau yang masih memiliki hubungan dengan peristiwa-peristiwa sejarah atau dongeng-dongeng.<br />Contoh: Legenda Gunung Tangkuban Perahu, Terjadinya Kota Banyuwangi, Pulau Samosir dll. <br /> Fabel adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang). Beberapa contoh fabel, adalah: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi, dll.<br /> Sage adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dll<br /> Parabel adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata, Bhagawad Gita, dll.<br />• Hikayat, berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Kabayan, Si Pitung, Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.<br />• Sejarah (tambo) adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.<br />• Kisah adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.<br />• Bidal adalah cara berbicara dengan menggunakan bahasa kias. Bidal terdiri dari beberapa macam, diantaranya:<br /><br /> Pepatah adalah suatu peri bahasa yang mengunakan bahasa kias dengan maksud mematahkan ucapan orang lain atau untuk menasehati orang lain. Contoh: Malu bertanya sesat di jalan. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna.<br /><br /> Tamsil (ibarat) adalah suatu peribahasa yang berusaha memberikan penjelasan dengan perumpamaan dengan maksud menyindir, menasihati, atau memperingatkan seseorang dari sesuatu yang dianggap tidak benar.<br />Contoh: Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Keras-keras kersik, kena air lemut juga.<br /><br /> Kiasan adalah ungkapan tertentu untuk menyampaikan maksud yang sebenarnya kepada seseorang, karena sifat, karakter, atau keadaan tubuh yang dimilikinya. Kata-kata sebutan yang digunakan dengan cara tersebut dinamakan bahasa kiasan.<br />Contoh: Makan tangan = memperoleh keuntungan besar. Buah hati = kekasih atau orang yang sangat dicintai.<br /><br /> Perumpamaan adalah suatu peribahasa yang digunakan seseorang dengan cara membandingkan suatu keadaan atau tingkah laku seseorang dengan keadaan alam, benda, atau makhluk alam semesta.<br />Contoh: Seperti anjing makan tulang. Seperti durian dengan mentimun.<br /><br /> Pemeo adalah suatu peribahasa yang digunakan untuk berolok-olok, menyindir atau mengejek seseorang atau suatu keadaan.<br />Contoh:<br />Ladang Padang, orang Betawi: maksudnya berlagak seperti orang Padang padahal dia orang Betawi atau orang Betawi yang berlagak kepadang-padangan.<br />Bual anak Deli: maksudnya membual seperti membualnya daerah Deli yang terus menerus, namun isinya tidak bermakna.<br /><br />b. Puisi Lama<br /><br />Puisi Lama merupakan kesustraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdsarkan irama (Danandjaja, 1997: 46). Puisi lama terikat oleh aturan-aturan Aturan- aturan itu antara lain :<br /><br /> 1. Jumlah kata dalam 1 baris<br /> 2. Jumlah baris dalam 1 bait<br /> 3. Persajakan (rima)<br /> 4. Banyak suku kata tiap baris<br /> 5. Irama<br /><br /> Macam-Macam Puisi Lama<br /><br /> Mantra merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.<br /><br />Contoh:<br /><br /> Assalammu’alaikum putri satulung besar<br /> Yang beralun berilir simayang<br /> Mari kecil, kemari<br /> Aku menyanggul rambutmu<br /> Aku membawa sadap gading<br /> Akan membasuh mukamu<br /><br /> Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)<br /><br />Ciri-ciri gurindam:<br /><br /> a. Sajak akhir berirama a – a ; b – b; c – c dst.<br /> b. Berasal dari Tamil (India)<br /> c. Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan suatu sebab akibat.<br /><br />Contoh :<br />Kurang pikir kurang siasat (a)<br />Tentu dirimu akan tersesat (a)<br /><br />Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )<br />Bagai rumah tiada bertiang ( b )<br /><br />Jika suami tiada berhati lurus ( c )<br />Istri pun kelak menjadi kurus ( c )<br /><br /><br /><br /><br /> Syair adalah puisi lama yang berasal dari arab.<br /><br />Ciri - ciri syair :<br /> a. Setiap bait terdiri dari 4 baris<br /> b. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata<br /> c. Bersajak a – a – a – a<br /> d. Isi semua tidak ada sampiran<br /> e. Berasal dari Arab<br /><br />Contoh :<br /><br />Pada zaman dahulu kala (a)<br />Tersebutlah sebuah cerita (a)<br />Sebuah negeri yang aman sentosa (a)<br />Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)<br /><br /> Negeri bernama Pasir Luhur (a)<br /> Tanahnya luas lagi subur (a)<br /> Rakyat teratur hidupnya makmur (a)<br /> Rukun raharja tiada terukur (a)<br /><br />Raja bernama Darmalaksana (a)<br />Tampan rupawan elok parasnya (a)<br />Adil dan jujur penuh wibawa (a)<br />Gagah perkasa tiada tandingnya (a)<br /><br /> Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.<br /><br />Ciri – Ciri Pantun :<br /><br /> 1. Setiap bait terdiri 4 baris<br /> 2. Baris 1 dan 2 sebagai sampiran<br /> 3. Baris 3 dan 4 merupakan isi<br /> 4. Bersajak a – b – a – b<br /> 5. Setiap baris terdiri dari 8 – 12 suku kata<br /> 6. Berasal dari Melayu (Indonesia)<br /><br />Contoh :<br /><br /> Ada pepaya ada mentimun (a)<br /> Ada mangga ada salak (b)<br /> Daripada duduk melamun (a)<br /> Mari kita membaca sajak (b)<br /> Nyanyian Rakyat adalah salah satu genre atau bentuk folklor yang terdiri dari kata-kata dan lagu, yang beredar secara lisan di antara anggota kolektif tertentu, berbentuk tradisional, serta banyak mempunyai varian (Brudvand dalam Danandjaja, 1997: 141). Contohnya: kakawihan urang lembur (tokecang, endeuk-eundeukan, ayang-ayagung, prang-pring, bulantok, cing cangkeling, dll.), kagu-kagu gondang, lagu-lagu calung, lagu-lagu celempungan, lagu pa nyawer, lagu pangjampe, dll.<br /> Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.<br />Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.<br />Jika satiu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.<br />Jadi :<br />Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.<br />Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d<br /><br />Contoh :<br />Kalau anak pergi ke pekan<br />Yu beli belanak pun beli sampiran<br />Ikan panjang beli dahulu<br /><br /> Kalau anak pergi berjalan<br /> Ibu cari sanak pun cari isi<br /> Induk semang cari dahulu<br /> 2. Folklor Setengah Lisan<br />• Kepercayaan dan tahayul<br />• Permainan (kaulinan) rakyat dan hiburan-hiburan rakyat<br />• Drama rakyat Seperti: wayang golek, sandiwara, reog, calung, longser, banjet, ubrug, dll.<br />• Tari Seperti: tari tayub, tari keurseus, tari ronggeng gunung, tari topeng, dll,<br />• Adat atau tradisi. Contohnya: tradisi upacara menanam padi, tradisi orang hamil hingga malahirkan, tradisi pernikahan, tradisi khitanan, tradisi membangun rumah, tradisi ruatan, dll<br />• Pesta-pesta rakyat. Contohnya: pesta rakyat kawaluan Baduy, pesta rakyat ngalaksa di Rancaklong dan Baduy, pesta rakyat seba laut di pesisir pantai selatan, pesta rakyat kawin tebu di Majalengka, pesta rakyat seren taun di Ciptarasa dan Baduy, pesta rakyat mubur sura di Rancakalong. <br /><br />3. Folklor Bukan Lisan <br />Folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua golongan/bagian, yaitu: Folklor yang materiil, dan Folklor yang bukan materiil.<br /><br /><br />a. Folklor Materiil<br />• Arsitektur rakyat. Seperti: bentuk julang ngapak, tagog anjing, sontog, duduk jandela, dll.<br />• Seni kerajinan tangan. Seperti: seni batik, anyaman, patung, ukiran, bangunan, dll.<br />• Pakaian dan perhiasan. Seperti: Kebaya, baju kampret, totopong, bendo, pendok, giwang, penitik, kalung, gengge, siger, mahkuta, kelom geulis, payung, dll.<br />• Obat-obat rakyat. Seperti: jamu-jamuan, daun-daunan, kulit pohon, buah, getah, dan jampe-jampe.<br />• Makanan dan minuman. Seperti: awug, tumpeng, puncakmanik, dupi, lontong, ketupat, angleng, wajit, dodol, kolotong, opak, ranginang, ulen, liwet, kueh cuhcur, surabi, bakakak, dadar gulung, aliagrem, dan minuman: lahang, wedang, bajigur, bandrek, dll.<br />• Alat-alat musik. Seperti: kacapi, suling, angklung, calung, dogdog, kendang, gambang, rebab, celempung, terebang, tarompet, dll.<br />• Peralatan dan senjata. Seperti: rumah tanga; nyiru, dingkul, ayakan, sirib, dulang, dll. Alat pertanian: pacul, parang, wuluku, garu, caplakan, kored, congrang, patik, dekol, balicong, bedog, peso raut, peso rajang, arit, dll. Senjata: tombak, paser, ketepel, sumpit, badi, keris, dll.<br />• Mainan. Seperti: ucing sumput, pris-prisan, engkle-engklean, sondah, sapintrong, congklak, damdaman, kasti, langlayangan, papanggalan, luncat galah, kukudaan, dll.<br />b. Folklor Bukan Materil<br />• Bahasa isyarat (gesture) Seperti: bersiul, mengacungkan jempol, mengedipkan mata, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng, mengepalkan tangan, dll.<br />• Laras musik Seperti: laras salendro, laras pelog, laras dedegungan, laras madenda, dll. <br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-63475871827857361742012-06-07T01:00:00.002-07:002012-06-07T01:00:37.832-07:00Contoh Analisis Naskah Drama Sepasang Merpati Tua Karya Bakdi Sumanto<div style="text-align: justify;">
BAB I<br />PENDAHULUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />1.1. Latar Belakang<br /><br />Sastra pada dasarnya merupakan jelmaan dari kehidupan nyata manusia. Memahami satra hampir sama nilainya dengan memahami hidup orang yang melahirkan sastra.<br />Dilihat dari segi jenisnya, karya sastra terbagi menjadi tiga yaitu puisi, prosa dan drama. Ketiga jenis karya sastra ini memiliki ciri dan kekhasan masing-masing. Sastra juga dianggap sebagai hal yang istimewa karena perpaduan imajinasi, kreativitas, kecakapan, pengetahuan, serta wawasan yang luas.<br />Dari ketiga jenis karya sastra ini, drama merupakan karya sastra yang mengalami perkembangan yang sangat pesat. Drama terlahir dari penulis yang terinspirasi oleh realita dari kehidupan masyarakat sekitar penulis, baik dari pengalaman penulis sendiri maupun pengalaman orang lain.<br />Drama merupakan kisah kehidupan manusia yang dikemukakan di pentas berdasarkan naskah, menggunakan percakapan, gerak laku, unsur-unsur pembantu seperti dekor, kostum, rias, lampu, musik, serta disaksikan oleh penonoton. Drama yang termasuk sastra modern terbentuk dari beberapa unsur yang saling berkaitan dan saling mendukung. Unsur-unsur pembentuk drama ada dua, yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik.<br />Adapun kajian yang menjadi fokus pada makalah ini adalah tentang unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto. Hal penting dilakukannya kajian terhadap unsur-unsur pembentuk drama yaitu untuk mengetahui pesan yang hendak disampaikan pengarang dalam naskah drama, dan akan terwujud setelah nantinya menelaah stu persatu unsur drama serta ditariknya kesimpulan dari kajian ini.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />1.2. Rumusan Masalah<br />Adapun yang akan menjadi permasalahan dan fokus yang akan dibahas yaitu:<br />1.2.1. Bagaimana unsur intrinsik dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto?<br />1.2.2. Bagaimana unsur ekstrinsik dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto?<br /><br />1.3. Tujuan<br /> Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk mengetahui unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto.<br /><br />1.4. Manfaat<br /><br />Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil analisis naskah drama ini adalah :<br /><br />1.4.1. Sebagai bahan bacaan bagi peminat sastra pada dewasa ini<br />1.4.2. Sebagai apresiasi sastra <br />1.4.3. Sebagai bahan yang memudahkan penikmat sastra untuk memahami unsur pembentuk karya sastra khususnya pada drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br />Adapun unsur-unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah sebagai berikut:<br /><br />3.1. Unsur Intrinsik<br /><br />3.1.1. Tema<br /> Dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto temanya adalah sosio-politik. Ini bisa dilihat dari kutipan dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Nenek : Nah, paling terhormat jadilah diplomat wakil republik kita tercinta di PBB… (Kakek geleng kepala)<br />Nenek : Aku sungguh tidak mengerti cita-citamu, Pak. <br />Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…<br />Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila. <br />Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi<br />pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan. <br />Nenek : Tapi kau akan terhina<br />Kakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianya<br />Nenek : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu. <br />Kakek : Kau belum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos di manapun juga. <br />Nenek : Kau sudah tidak waras. <br />Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong.<br />Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tidakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk.<br />3.1.2. Alur/Plot<br />Adapun alur yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah alur maju. Hal ini dapat kita lihat pada pengaluran berikut ini<br />1. Nenek menyinggung pekerjaan kakek yang tidak lain hanyalah bersolek.<br />2. Kakek membaca koran menyendiri dan nenek merasa diabaikan<br />3. Nenek menghampiri kakek lalu duduk di sebelahnya dan menyandarkan kepalanya di bahu kakek sebelah kiri.<br />4. Kakek merasa tindakan nenek adalah suatu demonstrasi<br />5. Nenek merasa diolok-olok<br />6. Kakek menyangkal prasangka nenek bahkan memuji tindakan nenek dengan membandingkan keberanian nenek dengan Ibu Kartini.<br />7. Nenek mengatakan bahwa kakek berbicara seperti professor<br />8. Kakek mengatakan memang dulunya dia bercita-cita ingin menjadi professor malah dikatakannya pula bahwa ia sudah berhasil meskipun tidak secara formal.<br />9. Kakek merasa menjadi professor karena seringnya didatangi mahasiswa dan guru besar untuk mengajaknya diskusi.<br />10. Nenek tidak setuju dengan cita-cita kakek menjadi professor, bahkan menyarankan agar kakek menjadi seirang diplomat.<br />11. Kakek bersedia menjadi diplomat dan dia bersedia ditugaskan di pos mana saja.<br />12. Nenek mengharapkan kakek ditempatkan di pos yang terhormat seperti di PBB.<br />13. Kakek lebih bersedia jika ditempatkan sebagai wakil pemerintah untuk berbicara kepada mereka di bawah kolong jembatan.<br />14. Nenek tidak mau karena gengsi.<br />15. Nenek tiba-tiba tidak setuju kalau kakek menjadi diplomat<br />16. Kakek pergi mengambil teko, menuang kopi, lalu meminumnya.<br />17. Nenek memandang tindakan kakek yang membuka toples lalu memakan makanannya.<br />18. Nenek mengomentari tndakan kakek yang kurang sopan dan menganggap kakek sudah ingin pindah pekerjaan<br />19. Kakek ingin menjadi teknokrat<br />20. Nenek menyarankan teknkrat dalam bidang ekonomi, politik, dan militer.<br />21. Kakek lebih memilih menjadi teknokrat dalam bidang persampahan<br />22. Nenek mempertanyakan pikiran kakek yang bukan-bukan.<br />23. Kakek mengatakan bahwa tak sanggup lagi melihat kenyataan-kenyataan yang hanya tipuan belaka.<br />24. Nenek semakin pusing mendengar bicara kakek.<br />25. Kakek menjelaskan bahwa tokoh-tokoh seperti Aristoteles, Chairil Anwar dan lain-lain harus dipancarkan kembali karya mereka.<br />26. Nenek menyuruh kakek menyudahi bicara kakek yang bukan-bukan nanti penyakit napas kakek kambuh lagi.<br />27. Nenek bertanya kepada kakek kapan mereka akan mati<br />28. Kakek mengatakan mereka harus bersiap-siap.<br />29. Lonceng berbunyi dua belas kali.<br />30. Nenek tidak mengerti dengan loceng yang berbunyi<br />31. Kakek mengatakan bahwa kebiasaan, ukuran, dan konsep tidak terlalu cocok.<br />32. Nenek tidak paham dan menanyakan cara untuk mengerti maknanya<br />3.1.3. Tokoh dan Penokohan.<br /><br /> Adapun tokoh yang terdapat dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto ada dua orang, yaitu kakek dan nenek.<br />Penokohan dalam drama ini yaitu tokoh kakek digambarkan sebagai lelaki yang cerdas, kritis terhadap pemerintah, peduli terhadap rakyat kecil dan masyarakat sekitar. Agar lebih jelasnya saya akan memaparkan kutipan dialog yang memperkuat argumen saya tentang karakter kakek satu persatu. Untuk karakter kakek yang cerdas dapat dibuktikan pada kutipan dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Nenek : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini?<br /> Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh. Hu… hu… hu…<br />Kakek : Bukan maksudku memperolok-olok kau, Bu. Aku justru memuji tindakanmu yang berani. <br />Nenek : (Tiba-tiba berhenti manangis). Berani? Aku pemberani?<br />Kakek : Ya, kau pantas disejajarkan dengan ibu kita kartini.<br />Nenek : Ibu Tin? <br />Kakek : Bukan, bukan bu tin, Ibu kita Kartini.<br />Nenek : Tetapi, kan ibu kita Kartini juga bisa kita sebut Bu Tin, kan. Apa salahnya?<br />Kakek : Hush, diam! Ingat ini di depan orang banyak. Maka jangan main semborono dengan sebutan-sebutan yang multi interpretable….<br /><br /> Selanjutnya karakter kakek yang kritis terhadap pemerintah dapat dibuktikan pada dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…<br />Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila. <br />Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi<br />pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan. <br />Selanjutnya untuk karakter kakek yang peduli terhadap masyarakat dapat dibuktikan pada kutipan dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Nenek : Tapi kau akan terhina<br />Kakek : Selama kedudukan adalah diplomat, di manapun ditempatkan sama saja terhinanya, sama saja mulianya<br />Nenek : Aku tidak rela kalau kau ditempatkan di pos terhina itu. <br />Kakek : Kau belum tahu, justru paling mulia di antara pos-pos di manapun juga. <br />Nenek : Kau sudah tidak waras. <br />Kakek : Seorang diplomat pada hakikatnya adalah seorang yang pandai ngomong. Pandai meyakinkan orang, pandai membujuk. Orang-orang di kolong jembatan itu perlu dibujuk agar hidup baik-baik. Berusaha mencari pekerjaan yang layak dan timbul kepercayaan diri-sendiri. Tidak sekedar dihalau, diusir, kalau malau ada orang gede lewat saja. Jadi untuk mengatasi tidakan-tindakan kasar ini, perlu ada wakil yang bisa membujuk…<br /> Sedangkan karakter kakek yang peduli terhadap lingkungan sekitar dapat dibuktikan pada dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Nenek : Mau pindah pekerjaan?<br />Kakek : Ya.<br />Nenek : Apa?<br />Kakek : Teknokrat. <br />Nenek : Gila. <br />Kakek : Aku mau jadi teknokrat dalam bidang….<br />Nenek : Ekonomi?<br />Kakek : Bukan!<br />Nenek : Politik?<br />Kakek : Bukan<br />Nenek : Militer?<br />Kakek : Bukan<br />Nenek : Lalu apa?<br />Kakek : Bidang persampahan<br />Nenek : Apa?<br />Kakek : Bidang sampah-sampah! Ini perlu sekali, salah satu sebab adanya banjir di kota ini, karena orang-orang kurang tahu artinya selokan-selokan itu. Kau lihat di jalan-jalan yang sering tergenang air itu. Coba selokan itu kita keduk, sampahnya luar biasa banyaknya…<br />(Nenek termenung)<br /><br /> Sedangkan karakter tokoh nenek digambarkan sebagai wanita yang romantis, gengsi, dan cengeng. Sama halnya dengan karakter kakek, agar lebih jelasnya akan saya uraikan pembuktiannya satu persatu melalui kutipan dialog. Untuk karakter nenek yang romantis, tergambar pada dialog yang tercetak tebal berikut<br /><br />Nenek : (Berdiri menghampiri Kakek, lalu duduk di sebelahnya, lalu menyandarkan kepalanya ke bahu Kakek sebelah kiri).<br />Kakek : Gila. Malah demonstrasi.<br />Nenek : Sekali waktu memang perlu.<br />Kakek : Ya, tapi kan bukan untuk saat ini?<br />Nenek : Kukira justru!<br />Kakek : Duilah apa-apaan ini.<br />Nenek : Agar orang tetap tahu, aku milikmu.<br />Kakek : Siapa mengira kita sudah cerai?<br />Nenek : Ah, wanita. Bagaimanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takut kehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.<br /><br /> Selanjutnya karakter nenek yang cengeng dapat dibuktikan pada dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Nenek : Ah, wanita. Bagaiamanapun sudah tua, aku tetap wanita. (Berdiri, pergi ke<br />kursi dan duduk). Dunia wanita yang hidup dalam angan-angan, takutkehilangan, tapi menuntut kenyataan-kenyataan.<br />Kakek : Bagus!<br />Nenek : Apa maksudmu?<br />Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya. <br />Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?<br />Kakek : Mengaku dosa di depan orang banyak!<br />Nenek : Hu… hu… hu… (Menangis)<br />Kakek : He, ada apa kau, Bu? Ada apa? Digigit namuk rupanya?<br />Nenek : Kau memperolok-olok aku di depan orang banyak begini. Siapa aku ini?<br /> Istrimu bukan? Kalau aku dapat malu, kan kau juga ikut dapat malu toh.<br />Hu…hu… hu…<br /><br /> Selanjutnya karakter gengsi nenek dapat dibuktikan pada dialog yang bercetak tebal berikut :<br />Nenek : Ah… bagaimana, nanti kalau aku arisan dan ditanya teman-teman<br /> bagaiamana jawabku, Pak. Coba bayangkan, bayangkan…<br />Kakek : Istriku, aku mengerti, bagaimana kau akan turun gengsi nanti. Tapi kau tidak.<br />usah khawatir, kalau kau datang ke arisan yang lima ribuan, dan kau ditanya orang-orang apa pekerjaanku jawab saja diplomat, titik. Kolong jembatannya tidak usah disebut, kalau kau datang ke arisan yang seratusan, saya kira tak ada salahnya kalau kau ngomong diplomat kolong jembatan…<br />Nenek : Tapi kalau teman-teman arisan lima ribuan tanya, di mana posnya…?<br />Kakek : Ah… (memegangi kepala). Begini, diplomat bagian sosial… hebat toh?<br />Nenek : Masak ada diplomat sosial?<br />Kakek : kau ini bagaimana, diplomat itu serba mungkin asal kau pintar main lidah,<br />beres. Coba, kau kan tahu ada diplomat pimpong, ada diplomasi SPP, diplomasi macam-macam saja ada. <br />3.1.4. Latar/Setting<br />Adapun latar (latar waktu dan tempat) yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah di ruang tengah menjelang malam. Ini dapat dibuktikan pada penggalan narasi drama yang bercetak tebal di bawah ini yaitu :<br />“Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela. <br />Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam”. <br /><br />3.1.5. Sudut Pandang (Point of View)<br /> Adapun sudut pandang yang digunakan oleh pengarang dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah sudut pandang orang ketiga tunggal dimana pengarang menggunakan sapaan ibu-bapak. Ini dapat dilihat pada kutipan dialog-dialog bercetak tebal berikut :<br /><br />Kakek : (Masuk). Bagaimana kalau aku pakai kopiah seperti ini, Bu?<br />Nenek : Astaga! Tuan rumah mau pesiar ke mana menjelang malam begini?<br />Kakek : tidak kemana-mana. Cuma mau duduk-duduk saja, sambil baca koran. <br />Nenek : mengapa membaca koran mesti pakai kopiah segala?<br />Kakek : Agar komplit, Bu<br />Nenek : yaaah. Waktu dulu kau jadi juru tulis, empat puluh tahun lampau. Tapi<br /> sekarang, kopiah hanya bernilai tambah penghangat belaka.<br />Kakek : (Berjalan menuju ke meja, mengambil koran, lalu pergi ke sofa, membuka<br /> lembarannya)<br /><br />Dan pada dialog lain berikut<br /><br />Kakek : Bagus!<br />Nenek : Apa maksudmu?<br />Kakek : Tindakan terpuji, itu namanya. <br />Nenek : He, apa sih maksudmu, Pak?<br /> Selanjutnya kedudukan tokoh adalah sudut pandang pengarang serba tahu di mana pengarang mengetahui segala seluk-beluk dan isi rumah, aktivitas nenek dan seluk-beluk kehidupan tokoh. Ini dapat dilihat pada narasi pengenalan cerita. Kutipannya yaitu:<br /><br />“Panggung menggambarkan sebuah ruangan tengah rumah sepasang orang tua. Di atas sebelah kiri ada meja makan kecil dengan dua buah kursi. Di atas meja ada teko, sepasang cangkir, dan stoples berisi panganan. Agak di tengah ruangan itu terdapat sofa, lusuh warna gairahnya. Di belakang terdapat pintu dan jendela. <br />Waktu drama ini dimulai, Nenek duduk sambil menyulam. Sebentar-bentar ia menengok ke belakang, kalau-kalau suaminya datang. Saat itu hari menjelang malam”. <br /><br /> 3.1.6. Amanat<br /><br /> Adapun amanat yang dapat diambil dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah seperti pada petikan dialog yang tercetak tebal berikut :<br /><br />Kakek : Manusia harus menghayati hidupnya, bukan menghayati disiplin mati itu…<br /> doktrin-doktrin itu harus…harus…<br />Nenek : Suamiku, sudahlah nanti penyakit napasmu kumat lagi. Kalau kau terlalu semangat begitu…<br />Kakek : Kreatifitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya…dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang cuma meniru, meniru, meniru…(kakek rebah, nenek menjerit).<br />3.2. Unsur Ekstrinsik<br /> Adapun unsur-unsur yang membangun naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto dari luar (unsur ekstrinsik) adalah memuat nilai-nilai sosio-politik. Nilai-nilai ini dapat dilihat pada kutipan-kutipan dialog yang tercetak tebal berikut :<br />Kakek : Aku ingin jadi diplomat yang diberi pos di kolong jembatan saja…<br />Nenek : Ah, gila. Itu pekerjaan gila. <br />Kakek : Banyak diplomat yang dikirim ke pos-pos manapun di dunia ini. Tapi pemerintah belum punya wakil untuk bicara-bicara dengan mereka yang ada di kolong jembatan, bukan? Ini tidak adil. Maka aku menyatakan diri. Maka aku menyediakan diri untuk mewakili pemerintahan ini sebagai diplomat kolong jembatan. <br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB IV<br />PENUTUP<br />4.1. Kesimpulan <br /> Dari pembahasan tadi, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa <br />1) Tema yang terdapat dalam dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah sosio-politik.<br />2) Alur/Plot yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah alur maju.<br />3) Tokoh dan penokohan. Tokohnya ada dua, yaitu kakek yang berwatak kritis, cerdas, realistis, dan peduli terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar dan nenek yang berwatak romantis, gengsi, cengeng, takut kehilangan orang yang dicintainya, dan pemahamannya lambat.<br />4) Latar/setting yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah di ruangan tengah rumah dan terjadi pada malam hari.<br />5) Sudut Pandang yang digunakan dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah sudut pandang orang ketiga tunggal dan pengarang serba tahu<br />6) Amanat yang ada dalam naskah drama “Sepasang Merpati Tua” karya Bakdi Soemanto adalah Kreatifitas harus dibangkitkan. Bukan dengan konsep-konsep tetapi dengan merangsangnya…dengan menggoncangkan jiwanya agar tumbuh keberaniannya menjadi diri sendiri. Tidak menjadi manusia bebek. Yang cuma meniru, meniru, meniru…<br />4.2. Saran-saran <br />Adapun saran yang dapat saya berikan pada para pembaca adalah agar sekiranya makalah ini bisa dijadikan bahan acuan atau referensi untuk penganalisis drama berikutnya.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-54910038903147092252012-06-07T00:59:00.000-07:002012-06-07T00:59:02.927-07:00FILOLOGI<div style="text-align: center;">
BAB I<br />PENGERTIAN FILOLOGI</div>
<div style="text-align: justify;">
Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra-sastra dalam arti yang luas yang mencakup bidang kebahasaan, kesastraan, kebudayaan. Apabila dikatakan bahwa sastra merupakan hasil kebudayaan masa lampau maka pengertian kebudayaan di sini adalah kelompok adat kebiasaan, kepercayaan, dan nilai turun temurun dipakai oleh masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan diri dengan segala situasi yang tumbuh, baik dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan kelompok.<br /> 1.1 Etimologi Kata Filologi<br />Filologi berasal dari kata Yunani Philos yang berarti ‘’cinta’’ dan kata logos yang berati ‘’kata’’, atau ‘’senang bertutur ’’ (shipley, 1961:Wagenvoort, 1947). Arti ini kemudian berkembang menjadi ‘’senang belajar’’, ‘’senang ilmu’’, dan ‘’senang kebudayaan’’.<br />1.2 Filologi sebagai Istilah<br /> Filologi sebagai istilah mempunyai beberapa arti sebagai berikut: <br />(1) Filologi sudah dipakai sejak abad ke-3 SM, oleh sekelompok Ahli dari Aleksandria yang kemudian dikenal sebagai ahli filologi. Yang pertama-tama memakainya adalah Erastothenes (Reynolds, 1968: 1). Pada waktu itu, mereka berusaha mengkaji teks-teks lama yang berbahas Yunani yang bertujuan menemukan bentuknya yang asli untuk mengetahui maksud pengarangnya dengan jalan menyisihkan kesalahan-kesalahan yang terdapat di dalamnya. Pada waktu itu mereka menghadapi teks dalam sejumlah naskah yang masing-masing menunjukkan bacaan yang berbeda (varian) bahkan ada yang menunjukkan bacaan yang rusak (korup). Dalam hal ini, ahli filologi dengan intuisinya memilih naskah yang memungkinkan penyusutan silisilahnya untuk mendapatkan bacaan hipotesis yang dipandang asli, atau yang palimg dekat dengan aslinya. Kegiatan tersebut, dewasa ini dikenal dengan istilah hermeneutik. <br />(2) Filologi pernah dipandang sebagai sastra yang alamiah. Arti ini muncul ketika teks-teks yang dikaji itu berupa karya sastra yang bernilai sastra tinggi ialah karya-karya Humeros. Keadaan tersebut membawa filologi kepada suatu arti yang memperhatikan segi kesastraannya (Wagenvoort, 1947). Pada saat ini, arti demikian tidak ditemukan lagi. <br />(3) Filologi dipakai juga sebagai istilah untuk menyebut studi bahasa atau ilmu baahasa (linguistik). Lahirnya pengertian ini akibat dari pentingnya peranan bahasa dalam mengkaji teks sehingga kajian utama filologi adalah bahasa, terutama bahasa teks-teks lama. Di Negeri Belanda, istilah filologi berarti ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra atau budaya yang berkaitan dengan latar belakang kebudayaan yang dilakukan oleh teks tersebut. <br />(4) Dalam perkembangannya yang mutakhir, filologi memandang perbedaan yang ada dalam berbagai naskah sebagai suatu ciptaan dan menitikberatkan kerjanya pada perbedaan-perbedaan tersebut serta memandangnya justru sebagai alternatif yang positif. Dalam hal ini, suatu naskah dipandang sebagai suatu penciptaan baru yang mencerminkan perhatian yang aktif dari pembacanya.<br />1.3 Objek Filologi<br />Setiap ilmu mempunyai objek penelitian. Sebagaimana yang diuraikan di atas maka filologi mempunyai objek naskah dan teks, oleh karena itu, perlu dibicrakan hal-hal mengenai seluk-beluk naskah, teks, dan tempat penyimpanan naskah.<br />1.3.1 Naskah dan Teks<br />Sebagaimana telah disebutkan di muka, filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan dalam bentuk tulisan. Berita tentang hasil budaya yang diungkapkan oleh teks klasik dapat dibaca dalam peninggalan-peninggalan yang berupa tulisan yang disebut naskah. Dalam filologi istilah teks menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak, sedang naskah merupakan sesuatu yang konkret. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks klasik yang hanya dapat dilakukan lewat naskah yang merupakan alat penyimpanannya. Jadi, filologi mempunyai sasaran kerja yang berupa naskah.<br />Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai hasil budaya yang berupa cipta sastra, karena teks yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan. Pesan yang terbaca dalam teks secara fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup dan dengan bentuk kesenian yang lain.<br />1.3.2 Tempat Penyimpanan Naskah<br />Naskah biasanyan disimpan pada berbagai katalog di perpustakaan dan museum yang terdapat di berbagai negara. Kecuali indonesia, naskah-naskah teks Nusantara pada saat ini sebagian tersimpan di museum-museum di 26 negara, yaitu di Malaysia, Singapura, Brunei, Srilangka, Tailand, Mesir, Inggris, Jerman Barat, Jerman Timur, Rusia, Austria, Hongaria, Swedia, Afrika selatan, Belanda, Irlandia, Amerika Serikat, Swis, Denmark, Norwegia, Polandia, Cekoslowakia, Spanyol, Itali, Perancis, dan Belgia (Chambert Loir dalam Sulastin, 1981:12). Sebagian naskah lainnya masih tersimpan dalam koleksi perseorangan, misalnya naskah Melayu, Aceh dan Jawa.<br />1.4 Tujuan Filologi<br /> Melalui penggarapan naskah, filologi mengkaji teks klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurna-sesempurnanya dan selanjutnya menempatkannya dalam keseluruhan sejarah suatu bangsa. Dengan menemukan keadaan teks seperti adanya semula maka teks dapat terungkap secara sempurna. Secara terperinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyai tujuan umum dan khusus.<br />1.4.1 Tujuan Umum Filologi<br />1) memahami sejauh mungkin kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan maupun tertulis.<br />2) memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.<br />3) mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.<br />1.4.2 Tujuan Khusus Filologi<br />1) menyunting sebuah teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya.<br />2) mengungkap sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannnya.<br />3) mengungkap resepsi pembaca pada setiap kurun penerimaannya.<br /> </div>
<div style="text-align: center;">
BAB II<br />KEDUDUKAN FILOLOGI DI ANTARA ILMU-ILMU LAIN</div>
<div style="text-align: justify;">
Jika kita memperhatikan kedudukan filologi diantara ilmu-ilmu lain yang erat hubungannya dengan objek penelitian filologi maka akan tampak adanya hubungan timbal balik, saling membutuhkan. Di bawah ini dikemukakan ilmu-ilmu yang dipandang sebagai ilmu bantu filologi dan ilmu-ilmu yang memandang ilmu filologi sebagai ilmu bantunya.<br />2.1 Ilmu Bantu Filologi<br /> Objek filologi ialah terutama naskah-naskah yang mengandung teks sastra lama atau sastra tradisional yaitu sastra yang dihasilkan masyarakat yang masih dalam keadaan tradisional, masyarakat yang belum memperlihatkan pengaruh barat secara intensif. Cara untuk mengetahui kandungan teks sastra lama atau teks sastra tradisional serta untuk dapat memahami kita dibutuhkan untuk mengerti arti setiap kata dan istilah dalam teks tersebut. Dengan demikian naskah itu harus dilihat dalam konteks bangsa dan masyarakat yang bersangkutan baru setelah itu dapat dipertimbangkan penelitian yang terperinci misalnya mengenai ciri-ciri bahasanya, nilai sastranya, kandungan isinya, dll. Dengan demikian maka untuk menengani naskah dengan baik ahli filologi memerlukan ilmu bantu, antara lain linguistik, bahasa-bahasa yang tampak dalam teks, paleografi, ilmu sastra, ilmu agama, sejarah kebudayaan, antropologi, dan folklor. Di bawah ini ilmu-ilmu bantu yang dimaksud akan diuraikan satu-persatu.<br />2.1.1 Linguistik<br /> Mempelajari bahasa naskah bukanlah tujuan filologi yang sesungguhnya. Meskipun demikian, karena kebanyakan bahasa naskah sudah berbeda dengan bahasa sehari-hari maka sebelum sampai pada tujuan yang sebenarnya seorang ahli filologi harus terlebih dahulu mengkajinya. Untuk pengkajian naskah inilah ada beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu filologi, antara lain, yaitu etimologi, sosiolinguistik, dan stilistika.<br /> Etimologi adalah ilmu yang mempelajari asal-usul dan sejarah kata, sosiolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara hubungan perilaku bahasa dan perilaku masyarakat, dan stalistika adalah cabang ilmu linguistik yang menyelidiki bahasa sasta khususnya gaya bahasa.<br />2.1.2 Pengetahuan Bahasa-bahasa yang Mempengaruhi Bahasa Teks<br /> Bahasa yang mempengaruhi bahasa naskah-naskah Nusantara yaitu ; Sansekerta, Tamil, Arab, Persia, dan bahasa daerah yang serumpun dengan bahasa naskah. Oleh karena pengaruh bahasa tersebut terhadap bahasa naskah sangat sedikit, maka untuk telaah teks atau pemahaman teks dipandang tidak memerlukan pendalaman bahasa-bahasa tersebut. Lain halnya dengan bahasa Sansekerta dan bahasa Arab yang banyak memberi pengaruh sehingga kedua bahasa ini perlu didalami. Dibawah ini ditunjukkan pentingnya bahasa-baasa tersebut di atas.<br />2.1.2.1 Bahasa Sansekerta <br /> Terutama untuk pengkajian naskah-naskah Jawa khususnya Jawa Kuna sangat ditentukan oleh pengetahuan bahasa Sansekerta. Dalam naskah Jawa Kuna, pengaruh bahasa ini sangat besar, tidak hanya dalam penyerapan kosakata dan frasa, melainkan juga munculnya cuplikan-cuplikan yang tanpa terjemahan, misalnya kakawin Ramayana, Uttarakanda, Sang Hyang Kamahayarikan.<br />2.1.2.2 Bahasa Arab<br /> Pengetahuan bahasa Arab diperlukan terutama untuk pengkajian naskah-naskah yang kena pengaruh Islam, khususnya yang berisi ajaran Islam dan Tasawuf atau Suluk. Contoh naskah-naskahnya yaitu naskah Melayu karya Hamzah Fansuri, Syamsuddin Assamatrani, Nuruddin Arraniri, dan Abdurrauf Assingkeli. Sedangkan dalam naskah Jawa adalah Suluk Sukarda dan Suluk Wujil.<br />2.1.2.3 Bahasa-bahasa Daerah Nusantara <br /> Disamping bahasa asing yang besar pengaruhnya terhadap bahasa naskah, untuk penggarapan naskah-naskah Nusantara, diperlukan pengetahuan tentang bahasa daerah Nusantara yang erat kaitannya dengan bahasa naskah. Tanpa pengetahuan ini, penggarap naskah kadang-kadang direpotkan oleh pembacaan kata yang ternyata bukan kata asing melainkan kata dari salah satu bahasa daerah. Kegiatan lain yang memerlukan pengetahuan bahasa-bahasa daerah nusantara ialah menyadur atau menerjemahkan teks-teks lama Nusantara ke dalam bahasa Indonesia yang juga merupakan kegiatan ahli filologi disamping kegiatan menyajikan teks-teks lama dalam keadaan siap pakai oleh ilmu lain.<br />2.1.3 Ilmu Sastra<br />Suatu karya sastra mempunyai unsur intrinsik dan ekstrininsik. Jika pendekatan intrinsik ini memperhitungkan kaitan-kaitan antara unsur-unsur itu, tanpa memperhatikan faktor-faktor diluar karya sastra disebut pendekatan struktural. Hingga dewasa ini, para ahi filologi lebih banyak melakukan pendekatan ekstrinsik, meskipun akhirnya mulai diterapkan juga pendekatan intrinsik, misalnya pendekatan struktural yang digunakan oleh Sulastin Sutrisno terhadap Hikayat Hang Tuah (1979). Selain itu, ada satu pendekatan lagi yang akhir-akhir ini banyak dibicarakan, yaitu pendekatan reseptif, yaitu suatu pendekatan yang lebih menitikberatkan pada tanggapan kelompok masyarakat bukan tanggapan perseorangan (Abrams, 1981:155). <br />Teori ini diharapkan dapat digunakan terhadap naskah-naskah Nusantara mengingat adanya tradisi penyalinan naskah yang tampak berbeda dengan tradisi penyalinan yang diperkirakan oleh teori tradisional. Menurut teori tradisional, penyalin naskah diperkirakan dilakukan dengan setia kepada naskah induknya dan secara vertikal dengan hanya menggunakan satu naskah. Dengan demikian, semua kelainan baca (varian) yang terdapat dalam naskah saksi dipandang sebagai satu kesalahan.<br />Disamping hal di atas, dalam ilmu satsra muncul suatu cabang yang relatif baru, yaitu sosiologi sastra, suatu ilmu yang melakukan pendekatan terhadap sastra dengan memepertimbangkan segi-segi kemasyarakatan.<br />2.1.4 Hindu, Buddha, dan Islam <br />Penjelajahan terhadap naskah-naskah Nusantara melalui katalogos dan karya-karya ilmiah memberikan kesan bahwa naskah-naskah itu diwarnai oleh pengaruh agama Hindu, Buddha, dan Islam. Dalam naskah-naskah Jawa Kuna misalnya Brahmandapurana dan Agastyaparwa untuk agama Hindu, Sang HyangKamahayanikan dan Kunjarakarna untuk agama Budha (Poerbatjaraka. 1957) Dalam naskah-naskah Melayu pengaruh Islamlah yang tampak terutama mewarnainya. Misalnya hasil karya Hamzah Fansuri, Syamsuddin Assamatrani, Nuruddin Arraniri, dan Abdurrauf Assingkeli.<br />Dari gambaran sekilas itu, dapat dimaklumi bahwa pengetahuan tentang agama Hindu, Budha dan Islam benar-benar diperlukan sebagai bekal penanganan sebagian besar naskah-naskah Nusantara, terutama naskah-naskah keagamaan atau biasa disebut sastra kitab. <br />2.1.5 Sejarah Kebudayaan<br />Khazanah sastra Nusantara disamping diwarnai oleh pengaruh agama Hindu, Budha dan Islam juga memperlihatkan adanya pengaruh sastra klasik India, Arab dan Persia. Pengaruh karya klasik India seperti Ramayana dan Mahabrata yang kemudian disadur kedalam Jawa Kuno, Jawa Tengahan, dan Jawa Baru. Dalam sastra lama, pengaruh karya klasik India muncul melalui sastra Jawa, misalnya Hikayat Sri Rama, Pandawa Lima, dan Hikayat Si Boma, sementara Abu Nawas, Hikayat Seribu Satu Malam, Hikayat Nur Muhammad, mengingatkan kita kepada khazanah sastra klasik dunia Islam, Persia dan Arab. Hasil sastra yang berupa sastra kitab dari dunia Islam pada umumnya hanya dikenal lewat hasil karya penulis sastra kitab Nusantara.<br />2.1.6 Antropologi<br />Penggarapan naskah tidak dapat dilepaskan dari konteks masyarakat dan budaya masyarakat yang melahirkannya. Untuk keperluan ini, ahli filologi dapat memanfaatkan hasil kajian atau metode antropologi sebagai suatu ilmu yang berobjek penyelidikan manusia dipandang dari segi fisiknya, masyaraktnya, dan kebudayaanya. Masalah yang erat kaitannya dengan antropologi misalnya sikap masyarakat terhadap naskah yang sekarang masih hidup, yang masih dimilikinya, apakah naskah itu dipandang sebagai benda keramat atau benda biasa saja.<br />2.1.7 Folklor<br />Folklor erat kaitannya dengan filologi karena banyak teks lama yang mencerminkan unsur-unsur folklor misalnya teks-teks yang termasuk jenis sastra atau babad. Unsur-unsur folklor yang tampak jelas dalam teks jenis ini antara lain mite, legenda, dan cerita asal-usul. Dalam babad, tanah Jawi misalnya terdapat mitologi Hindu dan legenda Watu Gunung dan Mite Nyi Roro Kidul. Dari beberapa contoh di atas, jelas bahwa untuk menangani teks-teks atau naskah-naskah semacam itu diperlukan latar belakang pengetahuan folkor khususnya cerita rakyat.<br />Sebagai kesimpulan filologi dengan ilmu-ilmu bantu lainnya dapat dikemukakan bahwa filologi penggarapan naskah-naskah lama nusantara dengan baik memerlukan bekal teori dan pengetahuan bahasa, sastra, agama, dan sosiobudaya bangsa yang melahirkannya.<br />2.2 Filologi sebagai Ilmu Bantu Ilmu-Ilmu Lain<br />Objek filologi adalah terutama teks atau naskah lama, sedangkan hasil kegiatannya, antara lain berupa suntingan naskah. Ada beberapa macam suntingan, menurut metode yang digunakannya, misalnya suntingan diplomatis, fotografis, populer, kritis atau ilmiah. Suntingan naskah biasanya disertai catatan berupa aparat kritik, kajian bahsa naskah, singkatan naskah, bahasa teks, dan terjemahan teks kedalam bahasa nasional apabila teks dalam bahsa daerah kedalam bahasa internasional apabila suntingan disajikan untuk dunia internasional.<br />Mengingat bahwa kandungan naskah lama beraneka-ragam maka filologi akan membantu berbagai ragam ilmu. Beberapa diantaranya ialah linguistik, ilmu sastra, ilmu sejarah, sejarah kebudayaan, ilmu hukum adat, ilmu agama dan ilmu filsafat. Selanjutnya, wujud bantuannya akan diuraikan dibawah ini.<br />2.2.1 Filologi sebagai Ilmu Bantu Linguistik<br />Pada umumnya ahli linguistik mempercayakan pembacaan teks-teks lama kepada para ahli filologi atau ahli efpigrafi. Dari hasil kerja mereka inilah, ahli linguistik menggali dan menganalisis seluk beluk bahasa-bahasa tulis yang pada umumnya telah berbeda dengan bahasa sehari-hari. Hasil kajian linguistik ini kelak juga dimanfaatkan olhe penggarap naskah lama. <br />2.2.2 Filologi sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sastra<br />Filologi pernah dipandang sebagai ilmu sastra. Sebaliknya, sekarang ini karena pesatnya kemajuan ilmu sastra maka filologi dipandang sebagai cabang ilmu sastra. Bantuan filologi kepada ilmu sastra terutama berupa penyediaan suntingan naskah lama dan hasil pembahasan teks yang mungkin dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan sejarah sastra maupun teori sastra.<br />2.2.3 Filologi sebagai Ilmu Bantu Sejarah Kebudayaan<br />Filologi banyak mengungkap khazanah ruhaniah warisan nenek moyang, misalnya kepercayaan, adat istiadat, kesenian dan lain-lain. Melalui pembacan naskah lama banyak dijumpai penyebutan atau pemberitahuan adanya unsur budaya yang sekarang telah punah, misalnya istilah-istilah untuk unsur budaya bidang musik, takaran, timbangan, ukuran, mata uang dan dan sebagainya.<br />2.2.4 Filologi sebagai Ilmu Bantu Ilmu Sejarah<br />Ilmu sejarah dapat juga dimanfaatkan suntingan teks jenis lain, bukan jenis sastra sejarah, khhususnya teks-teks lama yang dapat memberikan informasi lukisan kehidupan masyarakat yang jarang ditemukan dalam sumber sejarah diluar sastra. Dalam sastra Melayu, misalnya Hikayat Abdullah, banyak memberikan kritik tajam terhadap kehidupan feodal. Dalam sastra undang-undang Melayu juga dapat kita gali gambaran kehidupan masyarakat. Dalam sastra Jawa, terdapat Serat Wicara Keras. Seperti terlihat dari arti judulnya, “bicara keras” teks ini memberikan kritik tajam terhadap kehidupan masyarakat Surakarta pada waktu itu. <br />2.2.5 Filologi sebagai Ilmu Bantu Hukum Adat<br />Manfaat filologi bagi ilmu hukum adat seperti bagi ilmu lain, ialah terutama dalam penyediaan teks. Banyak naskah Nusantara yang merekam adat-istiadat seperti telah beberapa kali dikemukakan yang lalu, selain iti dalam khazanah sastra Nusantara terdapat teks yang memang dimaksudkan sebagai hukum, yang dalam masyarakat Melayu disebut dengan istilah “undang-undang” di Jawa dikenal dengan istilah angger-angger.<br />2.2.6 Filologi sebagai Ilmu Bantu Sejarah Perkembangan Agama<br />Naskah-naskah Jawa Kuna banyak diwarnai agama Hindu dan Budha, sedangkan naskah-naskah melayu banyak dipengaruhi agama Islam. Pengaruh sastra Islam dalam sastra Jawa Baru pada umumnya melalui sastra Melayu. <br />2.2.7 Filologi sebagai Ilmu Bantu Filsafat<br />Dilihat dari bidang objek pemikirannya, filsafat dapat dibagi menjadi beberapa cabang; metafisika (antologi, epistemologi, logika, etika, estetika). Ada juga yang membaginya menjadi filsafat manusia, filsafat alam dan filsafat ilmu alam. Renungan yang besifat filsafat yang pernah terjadi pada masa lampau antara lain dapat digali melalui warisan budaya lama yang berwujud naskah atau teks sastra. Kehidupan masyarakat tradisional Nusantara tampak didominasi oleh nilai-nilai seni dan agama. <br />Penggalian filsafat dari teks-teks sastra Nusantara secara mendalam agaknya belum banyak dilakukan, meskipun jumlah suntingan naskah-naskah sudah cukup tersedia. Dengan demikian sumbangan utama filologi kepada filsafat berupa suntingan naskah disertai transliteras dan terjemahan kedalam bahasa nasional yang selanjutnya dapat dimanfaatkan.<br /> <br />BAB III<br />SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI<br />Dalam Segala bidang kehidupan, dapat dirasakan unsur-unsur yang berakar pada kebudayaan Yunani lama yang aspek-aspeknya tersimpan dalam naskah-naskah lama milik bangsa itu. Diantara cabang ilmu, yang mampu membuka aspek-aspek tersebut adalah filologi. Oleh karena itu, ilmu filologi Yunani lama merupakan ilmu yang penting untuk menyajikan kebudayaan Yunani lama yang hingga abad ini tetap berperan dalam memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai sumber dari segala ilmu pengetahun. Kebudayaan Yunani lama tidak hanya berpengaruh di dunia Barat, tetapi berpengaruh juga di bagian dunia yang lain, seperti kawasan Timur Tengah, Asia dan Asia Tenggara, serta kawasan Nusantara.<br />Dalam dunia ilmu pengetahuan, seperti ilmu filsafat, matematika, fisika, banyak dinukil pendapat para ilmuwan Yunani Kuna untuk lebih menjelaskan pikiran mereka. Oleh karena itu, jelas sekali bahwa mereka yang ingin mengetahui secara lebih mendalam aspek tertentu dari masyarakat Barat akan mendapat manfaat apabila mengetahui kebudayaan Yunani Kuna.<br />3.1 Filologi di Eropa Daratan <br />Dalam sejarahnya, ilmu filologi tumbuh dan berkembang dikawasan kerajaan Yunani, yaitu di kota Iskandarariyah, di benua Afrika pantai utara. Dari kota ini ilmu filologi berkembang dari Eropa daratan dan seterusnya ke bagian dunia yang lain.<br />3.1.1 Awal Pertumbuhanya <br />Awal kegiatan filologi di kota Iskandaryah dilakukan oleh bangsa Yunani pada abad ke-3 SM. Bangsa ini berhasil membaca naskah-naskah Yunani Lama yang ditulis pada abad ke-8 SM dalam huruf yang berasal dari bangsa Funisia yang kemudian dikenal dengan huruf Yunani. <br />Di kota Iskandariyah terdapat pusat ilmu pengetahuan. Di tempat itu banyak dilakukan telaah naskah-naskah lama oleh para ahli yang berasal sekitar Laut Tengah terutama bangsa Yunani dari Eropa Selatan. Pusat studi itu berupa perpustakaan yang menyimpan sejumlah naskah berupa papirus bergulung yang berisi ilmu pengetahuan seperti filsafat, kedokteran, perbintangan, ilmu sastra dan karya sastra, ilmu hukum, dll milik bangsa Yunani Lama. Para penggarap naskah itu kemudian dikenal dengan ahli filologi dan yang pertama-tama disebut Erastothenes. <br />Metode yang mereka gunakan waktu itu kemudian dikenal dengan ilmu filologi. Metode itu kemudian berkembang dari abad ke abad di berbagai negara oleh berbagai bangsa hingga sekarang. Metode awal itu dilakukan demikian; pertama, memperbaiki huruf dan bacaannya, ejaannya, bahasanya, tata tulisannya, kemudian menyalinnya dalam keadaan yang mudah dibaca, bersih dari kesalahan-kesalahan. Para ahli filologi taraf awal ini menguasai ilmu dan kebudayaan Yunani Lama dan dikenal dengan mazhab Iskandariyah.<br />Bahan-bahan yang ditelaah pada awal pertumbuhan ilmu filologi antara lain; karya sastra Homerus, tulisan Plato, Menander, Herodotus, Hippocrates, Socrates, dan Aristoteles, yang isinya meliputi berbagai ilmu pengetahuan dan filsafat, Serta karya sastra yang tinggi mutunya. Hingga sekarang, tulisan-tulisan tersebut tetap memiliki nilai agung dalam dunia ilmu pengetahuan baik di Barat maupun di Timur.<br />Sesudah Iskandariyah jatuh ke dalam kekuasaan Romawi kegiatan filologi berpindah ke Eropa Selatan yang berpusat di kota Roma dan melanjutkan tradisi filologi Yunani Lama tetap merupakan bahan telaah utama dan bahasa Yunani tetap digunakan, abad ke-1 merupakan masa perkembangan tradisi Yunani berupa pembuatan resensi terhadap naskah-naskah tertentu. Perkembangan ini berkelanjutan hingga pecahnya kerajaan Romawi pada abad ke-4 menjadi kerajaan Romawi Barat dan kerajaan Romawi Timur. Peristiwa ini mempengaruhi perkambangan filologi selanjutnya.<br />3.1.2 Filologi di Romawi Barat dan Romawi Timur<br />3.1.2.1 Filologi di Romawi Barat <br />Kegiatan filologi di Romawi Barat diarahkan kepada penggarapan naskah-naskah dalam bahasa Latin. Naskah-naskah latin itu berupa puisi dan prosa antara lain tulisan Cicero dan Varro. Isi naskah itu banyak mewarnai dunia pendidikan di Eropa pada abad-abad selanjutnya.<br />3.1.2.2 Filologi di Romawi Timur<br />Pada waktu telaah teks Yunani nampak mundur di Romawi Barat maka di Romawi Timur mulai muncul pusat-pusat studi teks Yunani yang masing-masing merupakan pusat studi dalam bidang tertentu; Iskandariyah menjadi pusat studi Aristoteles, Beirut pada bidang hukum. Pusat-pusat studi itu lalu berkembang menjadi perguruan tinggi yaitu lembaga yang menghasilkan tenaga ahli dalam bidang pemerintahan pendidikan dan administrasi.<br />Pada waktu telaah teks Yunani berkembang di Romawi Timur, dirasakan kurangnya ahli yang melakukan kegiatan itu. Maka untuk mendapatkan tenaga-tenaga filologi, naskah yang dipandang penting diajarkan di perguruan tinggi sehingga muncullah mimbar-mimbar kuliah filologi di berbagai perguruan tinggi. <br />3.1.3 Filologi di Zaman Renaisans<br />Pada zaman Renaisans, kegiatan telaah teks lama timbul kembali setelah berabad-abad diabaikan. Metode kajiannya tetap berpijak kepada kritik teks serta sejarahnya, seperti karya Lavato Lovati (1241-1309), Lorensi Vallo (1407-1457), dan Angelo Poliziano (1454-1494), ketiganya dari Italia. <br />Dalam perkembangan selanjutnya di Eropa, ilmu filologi diterapkan juga untuk menelaah naskah lama nonklasik seperti naskah Germania dan Romania. Ahli filologi perlu mempelajari bahasa-bahasa tersebut sehingga saat itu pengertian filologi menjadi kabur dengan ilmu bahasa yang menelaah teks untuk mempelajari bahasanya. Mulai abad ke-19, ilmu bahasa atau linguistik berkembang menjadi ilmu yang berdiri sendiri dan terpisah dari ilmu filologi.<br />3.2 Filologi di Kawasan Timur Tengah<br />Pada zaman Dinasti Abasiyah, dalam pemerintahan khalifah mansur (754-775), Harun Alrasyid (786-809), dan Maknum (809-833), studi naskah dan ilmu pengetahuan Yunani makin berkembang, dan puncak perkembangan itu dalam pemerintahan Maknum.<br />Bangsa-bangsa di Timur Tengah memang dikenal sebagai bangsa yang memiliki dokumen lama yang berisi nilai-nilai yang agung, seperti karya tulis yang dihasilkan oleh bangsa Arab dan Persia (Arberry, 1968:199-229); (Nicholson, 1952:180-209). Sebelum kedatangan Agama Islam dalam bentuk prosa dan puisi, misalnya Mu’allaqat dan Qasidah pada Bangsa Arab (Nicholsom, 1953: 76-77).<br />Kedatangan bangsa Barat di kawasan Timur Tengah membuka kegiatan filologi terhadap karya-karya tersebut sehingga isi kandungan naskah-naskah itu dikenal di dunia Barat dan banyak yang menarik perhatian para orientalis barat. Akibatnya, banyaklah teks yang mereka teliti serta kemudian banyaklah naskah yang mengalir ke pusat-pusat studi dan koleksi naskah di Eropa. Kajian filologi terhadap naskah-naskah tersebut banyak dilakukan dipusat-pusat kebudayaan ketimuran dikawasan Eropa dan hasil kajian itu berupa teori-teori mengenai kebudayaan dan sastra Arab, Persi, Siria, Turki, dan sebagainya. <br />3.3.2 Telaah Filologi terhadap Naskah-naskah India<br />Naskah-naskah India yang berisi berbagai aspek kebudayaan, baru mulai di telaah semenjak kedatangan bangsa Barat di kawasan itu yaitu setelah ditemukan jalan laut ke India oleh Vasco da Gama pada tahun 1495 (Glasenapp, 1929:4). Mereka menemukan kebudayaan India sebagai hasil telaahnya terhadap naskah-naskah India, bagian mutakhir. Mula-mula mereka mengetahui adanya bahasa-bahasa daerah, seperti bahasa Gujarati, bahasa Bengali pada abad-abad sebelum abad ke-19; baru pada awal abad ke-19 mengetahui tentang bahasa Sansekerta, dan pada akhir abad ke-19 baru dapat ditemukan kitab-kitab Weda (Macdonell, 1927:236). Hasil kajian filologis terhadap naskah-naskah itu mulai dipublikasikan oleh seorang Belanda bernama Abraham Roger dalam karangan yang berjudul Open Door to Hidden Heatthendom pada tahun 1651. Tata bahasa Sansekerta mula-mula ditulis oleh Hanxleden, seorang pendeta berbangsa Jerman dalam bahasa Latin. <br />3.4 Filologi di Kawasan Nusantara <br /> Kawasan Asia Tenggara pada umumnya, sejak kurun waktu yang memiliki peradaban tinggi mewariskan kebudayaan kepada anak keturunannya melalui berbagai media, antara lain, media tulisan yang berupa naskah-naskah. Kawasan Nusantara terbagi dalam banyak kelompok etnis yang masing-masing memiliki bentuk kebudayaan yang khas, tanpa meninggalkan sifat kekhasan Nusantara. <br />3.4.1 Naskah Nusantara dan Para Pedagang Barat<br />Hasrat mengkaji naskah-naskah nusantara mulai timbul dengan kehadiran bangsa barat dikawasan ini pada abad ke-16. Pertama-tama yang mengetahui mengenai adanya naskah-naskah lama itu adalah pedagang. Mereka menilai naskah-naskah ini sebagai barang dagangan yang mendatangkan untung besar, seperti yang mereka kenal di benua Eropa dan di sekitar Laut Tengah, serta daerah-daerah lain yang pernah ramai dengan perdagangan naskah lama. Para pedagang itu mengumpulkan naskah- naskah itu dari perorangan atau dari tempat-tempat yang memiliki koleksi seperti pesantren atau kuil-kuil, kemudian membawanya ke Eropa.<br />3.4.2 Telaah Naskah Nusantara oleh Para Penginjil<br />Seorang penginjil terkenal yang menaruh minat kepada naskah-naskah melayu adalah Dr. Melcior Leijdecker (1645-1701). Terjemahan Beibel darinya baru terbit setelah dia meninggal karena diperlukan penyempurnaan, dan revisi yang cukup. Pada tahun 1835 jilid pertama terjemahan itu diterbitkan. Pada tahun 1691 atas perintah Dewan Gereja Belanda menyusun terjemahan Biebel dalam bahasa Melayu tinggi. Untuk memenuhi tugas itu, dia harus meningkatkan kemampuannya dalam bahasa Melayu dengan membaca naskah-naskah Melayu serta menulis karangan dalam bahasa itu. Akan tetapi, hingga sampai ajalnya terjemahannya itu belum selesai juga lalu dilanjutkan oleh seorang penginjil lain bernama Petrus Van Den Form (1664-1731).<br />Pada tahun 1842 terbitlah kamus Burckner yang berjudul ean klein woordenboek der Hollandschers Englesce en Javanesche Talen. Nederlandsche Bijbelgenootschap ( seterusnya disingkat NBG) memiliki kegiatan penting dipandang dari sudut ilmu bahasa. Pada umumnya, tenaga-tenaga yang dikirim oleh NBG tidak melakukan telaah filologi terhadap naskah yang dibaca dan dipelajari bahasanya. Mereka sering juga menerjemahkan itu ke dalam bahaa asing, terutama bahasa Belanda. Sesuai dengan teori filologi bahwa sastra lisan termasuk kajian filologi maka diantara penginjil itu ada yang mengkaji sastra lisan daerah yang didatanginya karena kelompok etnis daerah itu belum mengenal huruf hingga budayanya masih tersimpan dalam bentuk lisan. Seperti daerah toraja oleh N. Adriani dan Kruijt.<br />3.4.3 Kegiatan Filologi terhadap Naskah Nusantara<br />Kajian ahli filologi terhadap naskah-naskah nusantara bertujuan untuk menyunting, membahas serta menganalisisnya, atau untuk kedua-duanya. Pada taraf kajian, terhadap naskah-naskah itu terutama untuk tujuan penyuntingan. Oleh karena tenaga yang masih sangat terbatas maka kegiatan itu diarahkan untuk naskah Jawa dan Melayu. Hasil suntingan pada umunya berupa penyajian teks dalam huruf aslinya, ialah huruf Jawa, huruf pegon atau huruf Jawi dengan disertai pengantar atau pendahuluan yang sangat singkat, tanpa analisis isinya. <br />Tersedianya naskah serta sutingan naskah Nusantara juga telah mendorong minat untuk menyusun kamus bahasa Nusantara; bahkan sejak abad ke-19 telah terbit beberapa kamus bahasa Jawa oleh tenaga-tenaga penginjil yang dikirim oleh NBG diantaranya telah dikemukakan di bagian muka tulisan ini. Adapun terbitan kamus bahasa Jawa Kuna yang banyak dikenal adalah susunan Van Der Tuuk berjudul Kawi-Balinesch-Nederlandsch Woordenboek (1897-1912). <br />Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara, yang sebagian diuatarakan didepan, telah mendorong berbagai kegiatan ilmiah yang hasilnya telah dimanfaatkan oleh berbagai displin terutama displin humaniora dan displin ilmu sosial. Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan ilmu filologi, yaitu melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan mengangkat nilai-nilai luhur yang tersimpan di dalamnya.<br /> <br />BAB IV <br />TEORI FILOLOGI DAN PENERAPANNYA<br />4.1 Masalah Naskah – Teks<br />4.1.1 Pengertian Naskah<br />Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah handscript dengan singkatan hs untuk tunggal hss untuk jamak; manuscript dengan singkatan ms untuk tunggal, mss untuk jamak. Jadi, naskah itu benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.<br />Di indonesia naskah untuk Jawa Kuna disebutkan oleh Zoetmulder (Kalangwan, 1974) karas, semacam papan atau batu tulis yang diduga oleh Robson hanya dipakai untuk sementara (h.27); naskah Jawa memakai lontar (ron tal ‘daun tal’ atau ‘daun siwalan’), dan dluwang, yaitu kertas Jawa dari kulit kayu; naskah Bali dan Lombok memakai lontar; naskah Batak memakai kulit kayu, bambu, rotan. Pada abad ke-18 dan ke-19, kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa menggantikan dluwang karena kualitasnya lebih baik untuk naskah di Indonesia. <br />4.1.1.1 Beda Naskah dan Prasasti<br />Baik naskah maupun prassati kedua-duanya ditulis dengan tangan. Akan tetapi, antara keduanya dapat dicatat beberapa perbedaannya.<br />1. Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan sedangkan prasasti berupa tulisan tangan pada batu ( andesit, berponis, batu putih).<br />2. Naskah pada umunya panjang, karena memuat cerita lengkap sedangkan prasasti pada umumnya pendek karena memuat soal yang ringkas.<br />3. Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun sedangkan prasasti sering menyebut nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan.<br />4. Naskah berjumlah banyak karena disalin sedangkan prasasti tidak disalin-salin sehingga jumlahnya relatif tidak kurang dari 500 buah.<br />5. Naskah yang paling tua tjandra-karana (dalam bahasa Jawa Kuna) berasal kira-kira dari abad ke-8 sedangkan prasasti yang paling tua berasal kira-kira dari abad ke-4 (Prasasti Kutai).<br />4.1.1.2 Kodikologi <br />Kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan atau menurut The New Oxsford Dictionary (1982) Manuscript volume cap of ancient texts ‘gulungan atau buku tulisan tangan, terutama dari teks-teks klasik’. Kodikologi mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah antara lain bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah. Teks bersih yang ditulis pengarang disebut otograf, sedangkan salinan bersih oleh orang-orang lain disebut apograf.<br />4.1.2 Pengertian Teks <br />Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang hanya dapat dibayangkan saja. Perbedaan antara teks dan naskah menjadi jelas apabila terdapat naskah muda tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan. Dalam penjelmaan dan penurunanya, secara garis besar dapat disebutkan adanya 3 macam teks yaitu; teks lisan, teks naskah tulisan tangan, dan tulisan cetakan. Masing-masing teks ada filologinya<br />4.1.2.1 Tekstologi <br />Ilmu yang mempelajari seluk beluk teks disebut tekstologi. Yang antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. <br />4.1.2.2 Terjadinya Teks <br />Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan tersedia. Menurut de haand (1973) mengenai terjadinya teks ada berapa kemungkinan: <br />1. Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita<br />2. Aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Kemungkinan lain aslinya disalin, dipinjam, diwarisi atau dicuri.<br />3. Aslinya merupakan teks yang tidak mengijinkan kebebasan dalam pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urut-urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer.<br />4.1.2.3 Teks Tulisan – Lisan <br />Antara teks tulisan dan lisan tidak ada perbedaan yang tegas. Dalam sastra Melayu, hikayat dan syair dibedakan keras-keras kepada pendengar. Hal ini berarti bahwa hikayat dan syair yang sudah dibukukan dari cerita-cerita lisan dan disesuaikan dengan sastra tulis tidak dibaca seorang diri, tetapi dibaca bersama-sama.<br />4.1.3 Penyalinan <br />Penyalinan memiliki beberapa tujuan yaitu naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri naskah itu, mungkin karena naskah asli sudah rusak dimakan zaman atau karena kekhawatiran terjadi sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair, karena perang atau hanya karena terlantar saja.<br />4.1.4 Penentuan Umur <br />Umur naskah dapat dirunut berdasarkan keterangan dari dalam ( interne evidentie) dan keterangan dari luar (externe evidentie) naskah itu sendiri. <br />4.1.5 Istilah Naskah Teks Diluar Konteks Filologi <br />Di luar konteks filologi naskah yang akan diterbitkan atau diperbanyak pada umumnya tidak lagi ditulis dengan tangan. Dalam hal ini naskah merupakan kopi yang bersih yang ditulis oleh pengarangnya sendiri. Misalnya naskah disertasi dan naskah makalah. Di samping itu istilah naskah dan teks dipakai dengan pengertian yang sama misalnya naskah pidato dan teks pidato.<br />4.2 Kritik Teks<br />4.2.1 Pengertian Kritik Teks<br />Di indonesia pun terlihat berbagai bukti bahwa penurunan naskah-naskah dilakukan dengan tujuan untuk menyelamatkan dan sekaligus merusak teks asli. Dengan adanya korupsi ini, maka filologi melalui kritik teks dengan berbagai metode berusaha mengembalikan teks ke bentuk aslinya sebagaimana diciptakan oleh penciptanya. Teks ini dipandang autentik untuk dikaji lebih dalam dari berbagai segi asal pengkajiannya mengindahkan norma-normanya sebagai karya sastra.<br />4.2.2 Paleografi <br />Paleografi adalah ilmu macam-macam tulisan kuno. Ilmu ini mutlak perlu untuk penelitian tulisan kuno di atas batu, logam, atau bahan lainnya. Paleografi memiliki dua tujuan yaitu:<br />Pertama : menjabarkan tulisan kuno karena beberapa tulisan kuno sangat sulit dibaca<br />Kedua : menempatkan berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum tulisannya dan atas dasar itu menentukan waktu dan tempat terjadinya tulisan tertentu.<br />4.2.3 Transliterasi<br />Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain. Transliterasi sangat penting untuk memperkenalkan teks-teks lama yang tertulis dengan huruf daerah karena kebanyakan orang sudah tidak mengenal atau tidak akrab lagi dengan tulisan daerah. Berdasarkan pedoman transliterasi harus mempertahankan ciri-ciri teks asli sepanjang hal itu dapat dilaksanakan karena penafsiran teks yang bertanggung jawab sangat membantu pembaca dalam memahami isi teks.<br />4.2.4 Perbandingan Teks<br />Untuk menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan sebagai dasar suntingan perlu diadakan perbandingan naskah, langkah yang harus dilakukan dalam perbandingan naskah adalah membaca dan menilai semua naskah yang ada, mana yang dapat dipandang sebagai objek penelitian, dan mana yang tidak (resensi) kemudian melakukan penyisihan teks kopi. Selanjutnya pemeriksaan keaslian teks.<br />4.3 Metode Penelitian<br />4.3.1 Pencatatan dan Pengumpulan Naskah<br />Apabila kita telah menentukan untuk meneliti suatu naskah, maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah mencatat naskah dan teks cetakan yang berjudul sama atau berisi cerita yang sama yang termuat dalam katalog di berbagai perpustakaan terutama di pusat-pusat studi Indonesia di seluruh dunia, di samping itu perlu dicari naskah-naskah yang mungkin masih tersimpan dalam koleksi perseorangan.<br />Untuk mendapat bahan penelitian yang lengkap guna penafsiran teks yang setepat-tepatnya dari berbagai segi perlu pula dikumpulkan ulasan-ulasan mengenai teks naskah itu seluruhnya atau sebagian dalam karya-karya lain, nukilan teks dalam bunga rampai dan bila ada tradisi lisannya.<br />4.3.2 Metode Kritik Teks<br />Berdasarkan edisi-edisi yang telah ada, dapat dicatat beberapa metode yang pernah diterapkan.<br />4.3.2.1 Metode Intuitif<br />Penerapannya yaitu dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua. Di tempat yang dipandang tidak betul atau tidak jelas, naskah itu diperbaiki berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat selera baik dan pengetahuan luas.<br />4.3.2.2 Metode Objektif<br />Penerapannya yaitu meneliti secara sistematis hubungan kekeluargaan antara naskah-naskah sebuah teks atas dasar perbandingan naskah yang mengandung kekhilafan bersama.<br />4.3.2.3 Metode Gabungan<br />Metode ini dipakai apabila nilai naskah menurut tafsiran filologi semuanya hampir sama. Dengan metode ini, teks yang disunting merupakan teks baru yang merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada.<br />4.3.2.4 Metode Landasan<br />Metode ini dipakai apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah yang diperiksa dari sudut bahasa, sastra, sejarah dan sebagainya.<br />4.3.2.5 Metode Edisi Naskah Tunggal<br />Apabila hanya ada naskah tunggal dari suatu tradisi sehingga perbandingan tidak mungkin dilakukan maka dapat ditempuh dua jalan, yaitu :<br />Pertama : edisi diplomatik, yaitu menerbitkan suatu naskah seteliti-telitinya tanpa mengadakan perubahan.<br />Kedua : edisi standar, yaitu menerbitkan suatu naskah dengan membetulkan kesalahan- kesalahan kecil dan ketidaksengajaan sedangkan ejaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.<br />4.3.3 Susunan Stema<br />Naskah-naskah yang diperbandingkan diberi nama dengan huruf besar Latin A,B,C,D dan seterusnya. Dalam hubungan kekeluargaan naskah-naskah, ada naskah yang berkedudukan arketip, dan ada hiperketip. Arketip adalah nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan yang dapat dipandang sebagai pembagi persekutuan terbesar dari sumber-sumber tersimpan. Arketip membawahi naskah-naskah setradisi. Sedangkan hiperketip adalah kepala keluarga naskah-naskah dan membawahi naskah-naskah seversi.<br />Metode stema tidak bebas dari berbagai masalah dan keberatan. Sebagai contoh disebutkan beberapa, diantaranya sebagai berikut :<br />1) Metode ini pada dasarnya berdasarkan pilihan antara bacaan yang benar dan salah. Dalam prakteknya sulit menentukan pilihan itu.<br />2) Pilihan antara dua hiparketip sering juga tidak mungkin karena keduanya dianggap baik<br /> <br />BAB V <br />STUDI FILOLOGI BAGI PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN<br />5.1 Filologi dan Kebudayaan<br />Berita tentang hasil budaya masa lampau terungkap dalam sastra lama, dapat dibaca dalam peninggalan yang berupa tulisan yaitu naskah. Karya sastra Nusantara yang pada saat ini tersimpan dalam naskah lama merupakan peninggalan pikiran para leluhur. Sastra lama itulah menjadi satu-satunya sumber informasi yang tidak terlepas dari berbagai macam tafsiran.<br />5.1.1 Pengertian Filologi <br />Filologi adalah suatu pengetahuan tentang sastra dalam arti yang luas. Oleh karena itu, ahli filologi harus mempunyai bekal pengetahuan yang beraneka ragam, terutama pengetahuan bahasa yang menjadi sarana penelitiannya.<br />5.1.2 Pengertian Kebudayaan<br />Kebudayaan adalah kelompok adat, kebiasaan, pikiran, kepercayaan dan nilai yang turun-temurun dipakai ole masyarakat pada waktu tertentu untuk menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi yang sewaktu-waktu timbul.<br />5.1.3 Peranan Filologi dalam Perkembangan Kebudayaan<br />Kebudayaan lama yang sudah ada beberapa abad yang lampau, dapat dikenal kembali dalam bermacam-macam bentuk, antara lain tulisan pada batu, ada juga yang berbentuk lisa, candi-candi, peninggalan purba lainnya, dan naskah-naskah. <br />Ahli filologi, selain akrab dengan bahasa dan sastra juga mengamati jalannya kebudayaan suatu bangsa. Apabila ditinjau dari sudut kebudayaan pada umumnya, nilai-nilai yang terkandung dalam naskah lama itu sangat besar. Dengan mengkaji isi rekaman tersebut, akan tergalilah kebudayaan lama suatu bangsa tempat berpijaknya suatu kebudayaan yang ada saat ini.<br />5.2 Filologi dan Kebudayaan Nusantara<br />Sastra daerah yang beragam turut mewarnai khazanah sastra Nusantara dan merupakan alat penunjang untuk memperkaya kesastraan Indonesia pada umumnya. Pengalaman-pengalaman jiwa yang dituangkan ke dalam karya sastra daerah itu dapat berfungsi sebagai alat yang tangguh untuk membendung arus masuk kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian dan kepentingan bangsa Indonesia.<br />5.2.1 Letak Kepulauan Nusantara<br />Kepulauan Nusantara terletak diantara dua benua, yakni benua Asia dan Australia; diantara dua samudera, yakni samudera Hindia dan Pasifik, dihuni oleh beratus-ratus suku bangsa yang masing-masing mempunyai sejarah, kebudayaan, adat-istiadat, dan bahasa.<br />5.2.2 Aneka Budaya Nusantara Masa Kini<br />Kebudayaan Nusantara masa lampau berada dalam kondisi dan posisi yang belum mapan sehingga mudah menerima pengaruh dari luar. Kondisi mudah berubah itu erat hubungannya dengan pergerakan dunia pada umumnya. Solidaritas kebudayaan Nusantara pada waktu itu baru berada ditengah proses menerima dan memberi antara nilai-nilai masyarakat zaman dahulu dan sistem nilai yang baru. Pertemuan kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain sering menimbulkan benturan nilai-nilai. Kebudayaan yang kuat mempengaruhi kebudayaan yang lemah atau akan timbul kebudayaan yang baru sama sekali. Pertemuan kebudayaan itu mengakibatkan kebudayaan asli berkembang ke arah kebudayaan pribadi manusia yang penuh hasrat.<br />5.2.3 Sumber Sejarah Kebudayaan Nusantara<br />Suatu ciri asasi dalam kenyataan sejarah bahwa kebudayaan Nusantara itu cenderung berkembang di sepanjang pantai Timur Sumatera sampai sepanjang pantai Barat Semenanjung Malaka, dan dataran rendah pedalaman Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dua pusat tersebut letaknya terpisah secara Geografis berbeda sistem ekonomi dan berbeda kebudayaannya. Di luar daerah itu, di antara pantai Utara Jawa dari Banten sampai Surabaya terdapat beberapa daerah yang pernah menjadi pusat kebudayaan.<br />5.2.4 Filologi sebagai Penggali Budaya Masa Lampau<br />Masyarakat Nusantara bersifat majemuk dalam segi kesukuannya misalnya dapat dilihat adanya suku Melayu, Sunda Jawa, Bali, Batak, Bugis, Irian, dll. Dalam segi agama misalnya ada agama Islam, Hindu, Budha, Kristen dll. Kemajemukan itu dalam perkembangan sejarahnya menunjukkan adanya persatuan dan kesatuan.<br />Sastra lama Indonesia merupakan hasil sastra yang unik. Kebanyakan sastra lama dibuat khusus untuk perseorangan atau golongan tertentu, seperti kaum bangasawan dan pemerintah negara. Oleh karena itu, naskah yang diciptakannya tidaklah banyak jumlahnya dan hal itu menjadikan naskah itu sangat berharga. Ia merupakan warisan dan khazanah negara yang menarik dan mempunyai nilai intrinsik intelek yang perlu disimpan, dilindungi, dan dipelihara. Naskah menjadi puncak kekayaan tempat menggali kejadian dan peristiwa yang telah berlalu serta hubungan masyarakat dengan sistem kenegaraan pada suatu masa. Dengan kata lain, naskah lama merupakan sumber utama yang penting bagi penyelidikan bahasa, sejarah, agama, peradaban, kebudayaan dan politik masyarakat Nusantara pada waktu silam yang tidak lain dikaji oleh filologi.<br />5.3 Filologi sebagai Alat Evaluasi dan Sumber Inspirasi Pengembangan Kebudayaan<br />Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, terdapat tiga golongan kebudayaan yaitu kebudayaan daerah, kebudayaan umum lokal, dan kebudayaan nasional yang masing-masing memiliki corak tersendiri. Ketiga golongan tersebut saling berbeda satu sama lain , tapi saling berkaitan dan memiliki satu kesatuan yang bernama kebudayaan Indonesia. <br />Mempelajari dan memahami sastra lama dapat mengenal dan menghayati pikiran serta ciri-ciri yang pada zaman dulu menjadi pedoman kehidupan yang diutamakan oleh para nenek moyang bangsa Indonesia. Sastra lama juga merupakan sumber ilham yang sangat dibutuhkan bagi pengembangan kebudayaan. Semakin giat penelitian diadakan terhadapnya, akan semakin besar datangnya ilham. Dengan demikian, studi filologi terhadap sastra lama sangat besar bantuannya bagi pengembangan kebudayaan Indonesia.<br />5.3.1 Politik Kebudayaan<br />Sumbangan sastra daerah terhadap pengembangan kebudayaan Indonesia mempunyai nilai positif. Banyaknya saduran sastra daerah ke dalam bahasa Indonesia akan memperkaya dan memperluas khazanah kerohanian bangsa Indonesia yang dulunya hanya menjadi milik satu suku akan menjadi milik bangsa Indonesia. Perkembangan kebudayaan daerah itu sebagian besar merupakan refleksi dari pengaruh kebudayaan pemerintah pusat.<br />5.3.2 Peranan Budaya Masa Lampau dalam Pengembangan Kebudayaan<br />Penggalian sejarah masa lampau berguna untuk memperkaya dan menunjang pengembangan kebudayaan nasional Indonesia. Dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun II dinyatakan bahwa tujuan pokok pengembangan kebudayaan nasional adalah memperkuat identitaas nasional, kebanggan nasional, dan kesatuan nasional.<br />Identitas suatu bangsa didasarkan atas kebudayaannya. Kebudayaan Indonesia berakar pada sejarah. Sebagian besar dari sejarah itu dapat diangkat kembali melalui filologi. Pengetahuan bangsa Indonesia terhadap sejarahnya akan memperkuat kebudayaan dan identitas kebangsaannya. Dalam hal ini budaya daerah dalam masa lampau memegang peranan penting dalam memantapkan dan menunjang pengembangan kebudayaan nasional Indonesia untuk memperkuat identitas kebangsaannya.<br />5.3.3 Filologi Sebagai Penggali Inspirasi Pengembangan Kebudayaan<br />Mengamati sastra lama dalam rangka menggali kebudayaan Indonesia merupakan usaha yang erat hubungannya dengan pembangunan bangsa Indonesia. Pembangunan negara yang sifatnya multikompleks memberi tempat kepada bidang mental dan spiritual. Sastra lama merupakan sumber yang kaya untuk menggali unsur-unsur spiritual itu. <br />Sastra lama yang terdapat di beberapa daerah misalnya Jawa, Melayu, Sunda, Madura, Bali, Aceh, Makassar dan Bugis merupakan kebudayaan Indonesia dari kurun zaman silam yang mengandung berbagai lukisan kehidupan, buah pikiran, ajaran budi pekerti, nasihat, hiburan, pantangan, termasuk kehidupan keagamaan pada waktu itu. <br />Generasi sekarang harus memanfaatkan peninggalan yang tersebar deberbagai daerah tersebut yakni diamati dan digali, serta hasilnya dipublikasikan untuk kepentingan masyarakat, agar persepsi tentang Nusantara akan lebih luas, tidak terbatas pada daerah ataupun suku tertentu.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Lampiran Ringkasan Materi Filologi dan Folklor<br />FILOLOGI DAN FOLKLOR<br />A. FILOLOGI<br /><br />Filologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani “philos” yang berarti “cinta” dan logos ” yang diartikan kata. Pada kata “filologi” kedua kata itu membentuk arti “cinta kata” atau “senang bertutur”. Arti ini kemudian berkembang menjadi “senang belajar” atau “senang kebudayaan”. Pengkajian filologi pun selanjutnya membatasi diri pada penelitian hasil kebudayaan masyarakat lama yang berupa tulisan dalam naskah (lazim disebut teks).<br />Filologi ialah suatu ilmu yang obyek penelitiannya naskah-naskah lama. Sebelum kita membicarakan pokok-pokok pengertian tentang filologi ini lebih lanjut, baiklah kita jelaskan terlebih dahulu, apa yang dimaksud dengan naskah ini. Yang dimaksudkan dengan naskah di sini, ialah semua peninggalan tertulis nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit kayu, dan rotan. Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada naskah-naskah yang berbahasa Melayu dan yang berbahasa Jawa; lontar bnyak dipakai pada naskah-naskah berbahasa Jawa dan Bali dan kulit kayu dan rotan biasa digunakan pada naskah-naskah berbahasa Batak. Dalam bahasa Inggris naskah-naskah ini disebut “manuscript” dan dalam bahasa Belanda disebut dengan istilah “handschrift”. Hal ini perlu dijeaskan untuk membedakan peninggalan tertulis pada batu. Batu yang mempunyai tulisan itu biasa disebut piagam, batu bersurat, atau inskripsi. Dan ilmu dalam bidang tulisan batu itu disebut epigrafi.<br />Mengingat bahan naskah seperti tersebut di atas, jelaslah, bahwa naskah itu tidak dapat bertahan beratus-ratus tahun tanpa pemeliharaan yang cermat dan perawatan yang khusus, sebagaimana dapat kita jumpai di luar negeri. Pemeliharaan naskah agar tidak cepat rusak, antara lain : mengatur suhu udara tempat naskah itu disimpan, sehingga tidak cepat lapuk; melapisi kertas-kertas yang sudah lapuk dengan kertas yang khusus untuk itu, sehingga kuat kembali; dan menyemprot naskah-naskah itu dalam jangka waktu tertentu dengan bahan kimia yang dapat membunuh bubuk-bubuk yang memakan kertas itu. Demikian antara lain pemeliharaan khusus terhadap naskah-naskah itu, tetapi tinta yang memecah dan kertas yang cepat menguning atau dengan kata lain kualitas tinta dan kertas yang kurang baik sukar diatasi.<br />Semua naskah itu dianggap sebagai hasil sastra lama dan isi naskah itu bermacam-macam. Ada yang sebetulnya tidak dapat digolongkan dalam karya sastra, seperti undang-undang, adat-istiadat, cara-cara membuat obat, dan cara membuat rumah. Sebagian besar dapat digolongkan dalam karya sastra, dalam pengertian khusus, seperti cerita-cerita dongeng, hikayat, cerita binatang, pantun, syair, gurindam, dsb. Ituah sebabnya pengertian filologi diidentikkan dengan sastra lama. <br /> Filologi terdiri dari dua fokus pembahasan yaitu sebagai berikut:<br />1. Kodikologi<br />Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi ‘kodeks’. Sri Wulan Rujiati Mulyadi mengatakan kata ’caudex’ atau ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata ‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah. <br />Hermans dan Huisman menjelaskan bahwa istilah kodikologi (codicologie) diusulkan oleh seorang ahli bahasa Yunani, Alphonse Dain, dalam kuliah-kuliahnya di Ecole Normale Seprieure, Paris, pada bulan Februari 1944. Akan tetapi istilah ini baru terkenal pada tahun 1949 ketika karyanya, ‘Les Manuscrits’ diterbitkan pertama kali pada tahun tersebut. Dain sendiri mengatakan bahwa kodikologi adalah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah. Dain juga menegaskan walaupun kata kodikologi itu baru, ilmu kodikologinya sendiri bukanlah hal yang baru. Selanjutnya Dain juga mengatakan bahwa tugas dan “daerah” kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi naskah, penelitian mengenai tempat naskah2 yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah dan penggunaan naskah-naskah itu.<br />2. Tekstologi<br />Tekstologi ialah ilmu yang mempelajari seluk beluk dalam teks meliputi meneliti penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran,dan pemahamannya. Dengan menyelidiki sejarah teks suatu karya.Data yang terdiri dari karakter-karakter yang menyatakan kata-kata atau lambang-lambang untukberkomunikasi oleh manusia dalam bentuk tulisan.<br />B. Folklor<br />Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya. Bidang studi yang mempelajari folklor disebut folkloristika. Istilah filklor berasal dari bahasa Inggris, folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.[1] Folklor berkaitan erat dengan mitologi.<br /> Berdasarkan asal katanya, folklor berasal dari dua kata yaitu folk dan lore. Kata folk dapat diartikan sebagai sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lainnya. Ciri-ciri pengenal itu antara lain dapat berwujud: warna kulit yang sama, rambut yang sama, mata pencaharian yang sama, bahasa yang sama, taraf pendidikan yang sama, dan agama yang sama. Namun yang lebih penting lagi adalah bahwa mereka memiliki suatu tradisi, yakni kebudayaan yang telah mereka warisi secara turun-temurun, sedikitnya dua generasi. Di samping itu, yang paling penting adalah mereka sadar akan identitas kelompok mereka sendiri. Kata lore diartikan sebagai tradisi dari folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun-temurun, baik secara lisan maupun melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Pengertian folklore secara keseluruhan adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif, yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun, di antara kolektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu.<br />1. Ciri-ciri Folklor<br />Kedudukan folklor dengan kebudayaan lainnya tentu saja berbeda, karena folklor memiliki karakteristik atau ciri tersendiri. Menurut pendapat Danandjaja (1997: 3), ciri-ciri pengenal utama pada folklor bisa dirumuskan sebagai berikut:<br />1) Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebarkan melalui tutur kata dari mulut ke mulut.<br />2) Folklor bersifat tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.<br />3) Folklor ada (exis) dalam versi-versi bahkan varian-varian yang berbeda. Hal ini diakibatkan oleh cara penyebarannya dari mulut ke mulut (lisan), biasanya bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga oleh proses lupa diri manusia atau proses interpolasi (interpolation).<br />4) Folklor bersifat anonim, yaitu nama penciptanya sudah tidak diketahui orang lagi.<br />5) Folkor biasanya mempunyai bentuk berumus atau berpola, dan selalu menggunakan kata-kata klise.<br />6) Folklor mempunyai kegunaan sebagai alat pendidik, pelipur lara, protes sosial, dan proyeksi keinginan terpendam.<br />7) Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai logika umum. Ciri pengenalan ini terutama berlaku bagi folklor lisan dan sebagian lisan.<br />8) Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu. Hal ini sudah tentu diakibatkan karena penciptanya yang pertama sudah tidak diketahui lagi, sehingga setiap anggota kolektif yang bersangkutan merasa memilikinya.<br />9) Folklor pada umumnya bersifar polos dan lugu, sehingga seringkali kelihatannya kasar, terlalu spontan. Hal ini dapat dimengerti apabila mengingat bahwa banyak folklor merupakan proyeksi emosi manusia yang paling jujur manisfestasinya.<br />2. Jenis-jenis Folklor<br />1) Folklor lisan<br />Menurut pendapat Rusyana (1976) folklor lisan atau sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperanan sebagai kekayaan budaya khususnya kekayaan sastra; sebagai modal apresiasi sastra sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi dan pemahaman gagasan dan peristiwa puitik berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad; sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah digauli sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat. Sastra lisan terdiri dari beberapa bagian yaitu:<br />(1) Prosa Lama<br />Adapun bentuk-bentuk sastra prosa lama adalah:<br />a. Hikayat, berasal dari India dan Arab, berisikan cerita kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, serta raja-raja yang memiliki kekuatan gaib. Kesaktian dan kekuatan luar biasa yang dimiliki seseorang, yang diceritakan dalam hikayat kadang tidak masuk akal. Namun dalam hikayat banyak mengambil tokoh-tokoh dalam sejarah. Contoh: Hikayat Hang Tuah, Kabayan, Si Pitung, Hikayat Si Miskin, Hikayat Indra Bangsawan, Hikayat Sang Boma, Hikayat Panji Semirang, Hikayat Raja Budiman.<br />b. Sejarah (tambo), adalah salah satu bentuk prosa lama yang isi ceritanya diambil dari suatu peristiwa sejarah. Cerita yang diungkapkan dalam sejarah bisa dibuktikan dengan fakta. Selain berisikan peristiwa sejarah, juga berisikan silsilah raja-raja. Sejarah yang berisikan silsilah raja ini ditulis oleh para sastrawan masyarakat lama. Contoh: Sejarah Melayu karya datuk Bendahara Paduka Raja alias Tun Sri Lanang yang ditulis tahun 1612.<br />c. Kisah, adalah cerita tentang cerita perjalanan atau pelayaran seseorang dari suatu tempat ke tempat lain. Contoh: Kisah Perjalanan Abdullah ke Negeri Kelantan, Kisah Abdullah ke Jedah.<br />d. Dongeng, adalah suatu cerita yang bersifat khayal. Dongeng sendiri banyak ragamnya, yaitu sebagai berikut:<br />(1) Fabel, adalah cerita lama yang menokohkan binatang sebagai lambang pengajaran moral (biasa pula disebut sebagai cerita binatang). Beberapa contoh fabel, adalah: Kancil dengan Buaya, Kancil dengan Harimau, Hikayat Pelanduk Jenaka, Kancil dengan Lembu, Burung Gagak dan Serigala, Burung Bangau dengan Ketam, Siput dan Burung Centawi, dll.<br />(2) Mite (Mitos), adalah cerita-cerita yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap sesuatu benda atau hal yang dipercayai mempuyai kekuatan gaib. Contoh-contoh sastra lama yang termasuk jenis mitos, adalah: Nyai Roro Kidul, Ki Ageng Selo, Dongeng tentang Gerhana, Dongeng tentang Terjadinya Padi, Harimau Jadi-Jadian, Puntianak, Kelambai, dll.<br />(3) Legenda, adalah cerita lama yang mengisahkan tentang riwayat terjadinya suatu tempat atau wilayah. Contoh: Legenda Banyuwangi, Tangkuban Perahu, dll.<br />(4) Sage, adalah cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian, kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah: Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dll.<br />(5) Parabel, adalah cerita rekaan yang menggambarkan sikap moral atau keagamaan dengan menggunakan ibarat atau perbandingan. Contoh: Kisah Para Nabi, Hikayat Bayan Budiman, Mahabarata, Bhagawagita, dll.<br />(6) Dongeng jenaka, adalah cerita tentang tingkah laku orang bodoh, malas, atau cerdik dan masing-masing dilukiskan secara humor. Contoh: Pak Pandir, Lebai Malang, Pak Belalang, Abu Nawas, dll.<br />(7) Cerita berbingkai, adalah cerita yang di dalamnya terdapat cerita lagi yang dituturkan oleh pelaku-pelakunya. Contoh: Seribu Satu Malam<br />(2) Puisi Lama<br />Sajak atau puisi rakyat adalah kesustraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terjadi dari beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, ada yang berdasarkan panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdsarkan irama (Danandjaja, 1997: 46). Adpun jenis-jenisnya adalah sebagai berikut:<br />a. Lagu-lagu Daerah, yaitu syair-syair yang dinyanyikan atau ditembangkan dengan irama yang indah dan menarik. Seperti: lagu-lagu gondang, lagu-lagu calung, lagu-lagu celempungan.<br />b. Mantra adalah merupakan puisi tua, keberadaannya dalam masyarakat Melayu pada mulanya bukan sebagai karya sastra, melainkan lebih banyak berkaitan dengan adat dan kepercayaan.<br />Contoh:<br />Assalammu’alaikum putri satulung besar<br /> Yang beralun berilir simayang<br /> Mari kecil, kemari<br /> Aku menyanggul rambutmu<br /> Aku membawa sadap gading<br /> Akan membasuh mukamu<br />c. Gurindam adalah puisi lama yang berasal dari Tamil (India)<br />Contoh :<br />Kurang pikir kurang siasat (a)<br />Tentu dirimu akan tersesat (a)<br />Barang siapa tinggalkan sembahyang ( b )<br />Bagai rumah tiada bertiang ( b )<br />Jika suami tiada berhati lurus ( c )<br />Istri pun kelak menjadi kurus ( c )<br />d. Syair adalah puisi lama yang berasal dari Arab.<br />Contoh :<br />Pada zaman dahulu kala (a)<br />Tersebutlah sebuah cerita (a)<br />Sebuah negeri yang aman sentosa (a)<br />Dipimpin sang raja nan bijaksana (a)<br /> Negeri bernama Pasir Luhur (a)<br /> Tanahnya luas lagi subur (a)<br /> Rakyat teratur hidupnya makmur (a)<br /> Rukun raharja tiada terukur (a)<br />Raja bernama Darmalaksana (a)<br />Tampan rupawan elok parasnya (a)<br />Adil dan jujur penuh wibawa (a)<br />Gagah perkasa tiada tandingnya (a)<br />e. Pantun adalah puisi Melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.<br />Contoh :<br /> Ada pepaya ada mentimun (a)<br /> Ada mangga ada salak (b)<br /> Daripada duduk melamun (a)<br /> Mari kita membaca sajak (b)<br />f. Talibun adalah pantun jumlah barisnya lebih dari empat baris, tetapi harus genap misalnya 6, 8, 10 dan seterusnya.<br />Jika satu bait berisi enam baris, susunannya tiga sampiran dan tiga isi.<br />Jika satu bait berisi delapan baris, susunannya empat sampiran dan empat isi.<br />Jadi :<br />Apabila enam baris sajaknya a – b – c – a – b – c.<br />Bila terdiri dari delapan baris, sajaknya a – b – c – d – a – b – c – d<br />Contoh :<br />Kalau anak pergi ke pekan<br />Yu beli belanak pun beli sampiran<br />Ikan panjang beli dahulu<br /> Kalau anak pergi berjalan<br /> Ibu cari sanak pun cari isi<br /> Induk semang cari dahulu<br />g. Bidal, adalah cara berbicara dengan menggunakan bahasa kias. Bidal terdiri dari beberapa macam, diantaranya:<br />(1) Pepatah adalah suatu peribahasa yang mengunakan bahasa kias dengan maksud mematahkan ucapan orang lain atau untuk menasehati orang lain.Contoh: Malu bertanya sesat di jalan. Sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tidak berguna.<br />(2) Tamsil (ibarat) adalah suatu peribahasa yang berusaha memberikan penjelasan dengan perumpamaan dengan maksud menyindir, menasihati, atau memperingatkan seseorang dari sesuatu yang dianggap tidak benar.Contoh: Tua-tua keladi, makin tua makin menjadi. Keras-keras kersik, kena air lemut juga.<br />(3) Perumpamaan adalah suatu peribahasa yang digunakan seseorang dengan cara membandingkan suatu keadaan atau tingkah laku seseorang dengan keadaan alam, benda, atau makhluk alam semesta.Contoh: Seperti anjing makan tulang. Seperti durian dengan mentimun.<br />(4) Pemeo adalah suatu peribahasa yang digunakan untuk berolok-olok, menyindir atau mengejek seseorang atau suatu keadaan.Contoh:Ladang Padang, orang Betawi: maksudnya berlagak seperti orang Padang padahal dia orang Betawi atau orang Betawi yang berlagak kepadang-padangan.Bual anak Deli: maksudnya membual seperti membualnya daerah Deli yang terus menerus, namun isinya tidak bermakna.<br />(3) Drama Lama<br />Drama lama adalah drama khayalan yang umumnya menceritakan tentang<br />kesaktian, kehidupan istanan atau kerajaan, kehidupan dewa-dewi, kejadian luar<br />biasa, dan lain sebagainya.<br />Dalam kebudayaan Indonesia kita mengenal berbagai macam drama yang<br />merupakan drama klasik atau bisa disebut juga drama tradisional, seperti wayang<br />orang, ludruk, ketoprak dan lenong. <br />2) Folklor Setengah Lisan<br />(1) Kepercayaan dan tahayul<br />(2) Permainan (kaulinan) rakyat dan hiburan-hiburan rakyat<br />(3) Drama rakyat Seperti: wayang golek, sandiwara, reog, calung, longser, banjet, ubrug, dll.<br />(4) Tari Seperti: tari tayub, tari keurseus, tari ronggeng gunung, tari topeng, dll.<br />(5) Adat atau tradisi Contohnya: tradisi upacara menanam padi, tradisi orang hamil hingga malahirkan, tradisi pernikahan, tradisi khitanan, tradisi membangun rumah, tradisi ruatan, dll<br />(6) Pesta-pesta rakyat. Contohnya: pesta rakyat kawaluan Baduy, pesta rakyat ngalaksa di Rancaklong dan Baduy, pesta rakyat seba laut di pesisir pantai selatan, pesta rakyat kawin tebu di Majalengka, pesta rakyat seren taun di Ciptarasa dan Baduy, pesta rakyat mubur sura di Rancakalong. <br />3) Folklor Bukan Lisan <br />Folklor bukan lisan dapat dibagi menjadi dua golongan/bagian, yaitu: Folklor yang materiil, dan Folklor yang bukan materiil<br />a. Folklor Materiil<br />a) Arsitektur rakyat. Seperti: bentuk julang ngapak, tagog anjing, sontog, duduk jandela, dll.<br />b) Seni kerajinan tangan. Seperti: seni batik, anyaman, patung, ukiran, bangunan, dll.<br />c) Pakaian dan perhiasan. Seperti: Kebaya, baju kampret, totopong, bendo, pendok, giwang, penitik, kalung, gengge, siger, mahkuta, kelom geulis, payung, dll.<br />d) Obat-obat rakyat. Seperti: jamu-jamuan, daun-daunan, kulit pohon, buah, getah, dan jampe-jampe.<br />e) Makanan dan minuman. Seperti: awug, tumpeng, puncakmanik, dupi, lontong, ketupat, angleng, wajit, dodol, kolotong, opak, ranginang, ulen, liwet, kueh cuhcur, surabi, bakakak, dadar gulung, aliagrem, dan minuman: lahang, wedang, bajigur, bandrek, dll.<br />f) Alat-alat musik. Seperti: kacapi, suling, angklung, calung, dogdog, kendang, gambang, rebab, celempung, terebang, tarompet, dll.<br />g) Peralatan dan senjata. Seperti: rumah tanga; nyiru, dingkul, ayakan, sirib, dulang, dll. Alat pertanian: pacul, parang, wuluku, garu, caplakan, kored, congrang, patik, dekol, balicong, bedog, peso raut, peso rajang, arit, dll. Senjata: tombak, paser, ketepel, sumpit, badi, keris, dll.<br />h) Mainan. Seperti: ucing sumput, pris-prisan, engkle-engklean, sondah, sapintrong, congklak, damdaman, kasti, langlayangan, papanggalan, luncat galah, kukudaan, dll.<br />b. Folklor Bukan Materil<br />• Bahasa isyarat (gesture) Seperti: bersiul, mengacungkan jempol, mengedipkan mata, melambaikan tangan, mengangguk, menggeleng, mengepalkan tangan, dll.<br />• Laras musik Seperti: laras salendro, laras pelog, laras dedegungan, laras madenda, dll.<br /><br /><br /><br /><br /> <br />TUGAS FINAL SASTRA DAERAH<br /><br />MERANGKUM MATERI FILOLOGI, FOLKLOR, DAN PUISI DAN PROSA LAMA<br /><br /><br /><br /><br />OLEH<br />A R W A H I D<br />A 1 D 1 0 9 0 6 7<br /><br /><br />JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI<br />FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN<br />UNIVERSITAS HALUOLEO<br />KENDARI<br />2011<br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-85205002696674871632012-06-07T00:54:00.001-07:002012-06-07T00:55:48.378-07:00Contoh Analisis Gaya Bahasa Perbandingan Dan Pertentangan dalam Koran<div style="text-align: center;">
ANALISIS GAYA BAHASA PERBANDINGAN DAN PERTENTANGAN DALAM KORAN KENDARI POS EDISI 5 NOVEMBER 2011<br />
<br />
OLEH<br />
<br />
A R W A H I D<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI<br />
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN <br />
UNIVERSITAS HALUOLEO<br />
KENDARI<br />
2011</div>
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
KATA PENGANTAR</div>
<br />
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.<br />
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan karunia-Nya lah sehingga makalah sederhana ini dapat terselesaikan dengan baik tanpa ada kendala yang terlalu berarti.<br />
Makalah ini membahas tentang gaya bahasa perbandingan dan perumpamaan yang digunakan oleh jurnalis dalam menyampaikan berita melalui koran khususnya koran Kendari Pos edisi Sabtu, 5 November 2011 pada kolom Berita Utama dan Opini.<br />
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnan. Oleh karena itu penulis dengan hati terbuka menerima kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca.<br />
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan dan manfaat bagi yang membutuhkannya walaupun hanya sedikit.<br />
Wasalam<br />
<br />
<br />
<br />
Kendari, 21 November 2011<br />
<br />
<br />
<br />
Penyusun<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
BAB I<br />
PENDAHULUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
1.1 Latar Belakang<br />
Gaya bahasa merupakan cara mempergunakan bahasa secara imajinatif. Gaya bahasa dapat ditemukan dalam bentuk tulisan maupun lisan yang digunakan dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran pengarangnya.<br />
Seorang jurnalis pada dasarnya adalah seorang penulis atau pengarang yang menyampaikan informasi melalui media untuk dibaca oleh masyarakat. Seorang jurnalis, pada dasarnya tidak hanya menguasai teknik jurnalistik seperti aspek peliputan, tetapi juga disyaratkan menguasai teknik dan aspek-aspek kepenulisan terutama gaya bahasa agar pembaca tertarik dengan informasi yang disampaikan. Oleh karena itu makalah ini saya tulis untuk mengetahui gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam koran Kendari Pos edisi Sabtu, 5 November 2011 pada kolom Berita Utama dan Opini.<br />
<br />
1.2 Masalah<br />
Berdasarkan latar belakang di atas, maka pokok masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah ; 1) Apa yang dimaksud dengan gaya bahasa perbandingan dan pertentangan? ; 2) Gaya bahasa perbandingan dan pertentangan apa saja yang sering digunakan oleh para jurnalis ; 3) Jenis gaya bahasa apa saja yang digunakan dalam koran Kendari Pos Edisi 5 November 2011 pada kolom Berita Utama dan Opini?<br />
<br />
1.3 Tujuan<br />
Tujuan penulisan makalah ini adalah ; 1) Untuk mengetahui pengertian gaya bahasa perbandingan dan pertentangan ; 2)Untuk mengetahui jenis gaya bahasa perbandingan dan pertentangan yang sering digunakan oleh para jurnalis ; 3)Untuk mengetahui jenis gaya bahasa yang sering digunakan dalam koran Kendari Pos edisi 5 November 2011 pada bagian Berita Utama dan Opini.<br />
1.4 Manfaat<br />
Manfaat penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :<br />
1.4.1 Bagi penulis dapat menambah wawasan dalam hal penggunaan gaya bahasa oleh koran Kendari Pos edisi 5 November 2011 pada kolom Berita Utama dan Opini<br />
1.4.2 Bagi pembaca dapat menambah wawasan tentang gaya bahasa perbandingan dan pertentangan yang digunakan dalam koran Kendari Pos<br />
1.4.2 Bagi media khususnya Kendari Pos dapat menjadi masukan dalam penggunaan gaya bahasa agar dapat mempertimbangkan sehingga tulisan dapat menjadi lebih menarik.</div>
<div style="text-align: center;">
</div>
<div style="text-align: center;">
BAB II<br />
PEMBAHASAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
2.1 Gaya Bahasa <br />
Gaya bahasa atau majas adalah kata-kata yang berupa kiasan yang mengandung makna di dalamnya. Gaya bahasa sering digunakan dalam bentuk tulisan – misalnya surat kabar – oleh para jurnalis maupun lisan oleh pembicara untuk mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pembicara. Secara umum gaya bahasa yang digunakan dalam jurnalistik terdiri atas empat bagian, yaitu gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, dan perulangan. Namun dalam pembahasan ini penulis hanya akan menguraikan dua pokok bahasan yaitu gaya bahasa perbandingan dan gaya bahasa pertentangan.<br />
<br />
2.1.1 Gaya Bahasa Perbandingan<br />
Gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang sama atau dua hal yang berbeda. Ada sepuluh jenis gaya bahasa perbandingan menurut Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan yaitu sebagai berikut :<br />
1) Perumpamaan<br />
Gaya bahasa perumpamaan merupakan gaya bahasa yang membandingkan dua hal yang berbeda sehingga dianggap memiliki unsur-unsur persamaan diantara keduanya. Para jurnalis hanya dapat menggunakan gaya bahasa perumpamaan ini ketika menulis tajuk rencana, artikel, opini, kolom, berbagai jenis cerita khas berwarna (feature), catatan pejalanan, atau pelaporan mendalam (depth reporting) dan tidak boleh pada laporan berita langsung karena menurut kaidah jurnalistik gaya bahasa ini subjektif, sementara menurut etika jurnalistik, jurnalis tidak boleh bersikap subjektif. Contoh : dia rakus seperti monyet.<br />
2) Metafora <br />
Gaya bahasa metafora merupakan pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan. Metafora tersusun singkat, padat, rapi, dan mirip dengan ungkapan. Jurnalis menggunakan metafora secara fungsional dan variatif pada artikel, pojok,karikatur, dan feature. Contoh : buah bibir.<br />
3) Personifikasi <br />
Personifikasi merupakan gaya bahasa perbandingan yang mengandaikan benda-benda mati, termasuk gagasan atau konsep yang abstrak, berperilaku seperti manusia yang bisa menggerakan seluruh tubuhnya, berkata, bernyanyi, bersiul, belari, menari, dan lain-lain. Para jurnalis biasanya menggunakan gaya bahasa ini pada artikel, kolom, pojok, karikatur, laporan perjalanan, pada teks foto, dan feature. Contoh : nyiur melambai, mentari menciumi tubuh gadis itu. <br />
4) Depersonifikasi <br />
Depersonifikasi merupakan kebalikan dari personifikasi, depersonifikasi mengandaikan manusia atau segala hal yang hidup dan bernyawa sebagai benda-benda mati yang kaku beku. Dalam jurnalistik, gaya bahasa ini digunakan untuk menunjukkan situasi atau kondisi seseoang yang pasif. Biasanya yang didepersonifikasi adalah para pejabat tinggi yang mengalami tekanan psikologis. Contoh : dari tadi mantan gubernur itu mematung..<br />
5) Alegori <br />
Alegori merupakan cerita yang dikisahkan dalam lambang-lambang.. Alegori biasanya mengandung sifat-sifat moral atau spritual manusia yang biasanya berbentuk fabel. Dalam jurnalistik, gaya bahasa ini banyak ditemukan di majalah remaja dan anak-anak, karena tujuannya lebih banyak bersifat persuasif-edukatif daripada argumentatif-korektif. Contoh : kisah buaya yang tamak.<br />
6) Antitesis <br />
Antitesis adalah sejenis gaya bahasa yang mengadakan perbandingan antara dua antonim yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan. Contoh : dia bersukacita kalau aku dipenjara.<br />
7) Pleonasme dan Tautologi<br />
Pleonasme adalah pemakaian kata mubazir atau berlebihan yang sebenarnya tidak perlu. Suatu kalimat dikatakan pleonasme apabila kata yang berlebihan itu dihilangkan, makna kalimat itu tetap utuh. Contoh : Rektor baru akan tiba pukul 16.00 sore. Kata sore meskipun dihilangkan tetap tidak mengubah arti kalimat tersebut. Lain halnya dengan tautologi, yaitu penegasan terhadap suatu hal yang mengandung unsur perulangan tetapi dengan menggunakan kata-kata yang lain. Contoh ; pencopet yang tewas dibakar masa itu kini tidak bisa gentayangan lagi di bus-bus umum. Kata gentayangan merupakan perulangan dari aktivitas pencopet (mencopet) tapi dengan kata-kata yang lain yaitu gentayangan,<br />
8) Perifrasis <br />
Perifrasis adalah sejenis gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme. Kedua-duanya mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Bedanya adalah pada perifrasis, kata-kata berlebihan itu bisa diganti dengan satu kata saja. Contoh : hanya dengan petunjuk sangat berharga (nasihat) dari kiai kharismatik ia bisa mencapai prestasi seperti sekarang.<br />
9) Antisipasi (Prolepsis)<br />
Kata antisipasi berasal dari bahasa latin anticipatio yang berarti mendahului atau penetapan yang mendahului tentang sesuatu yang masih akan dikerjakan atau akan terjadi. Dalam jurnalistik, pemakaian gaya bahasa ini banyak ditemukan dalam berita olahraga/sepak bola karena menmpilkan berita sebelum, selama, dan sesudah pertandingan. Contoh : masih enam bulan lagi Piala Dunia 2011 digelar, tetapi Jerman sudah berlatih habis-habisan.<br />
10) Koreksio (Epanortosis)<br />
Koreksio merupakan gaya bahasa yang menegaskan sesuatu kemudian memperbaikinya atau mengoreksinya kembali. Gaya bahasa ini jarang digunakan dalam jurnalistik karena hanya untuk menghindari kejenuhan. Contoh : laki-laki pemulung itu pun mencintai, eh meniduri, sang nenek yang separu baya ini hingga subuh.<br />
2.1.2 Gaya Bahasa Pertentangan <br />
Gaya bahasa pertentangan yaitu membandingkan dua hal yang berlawanan atau bertolak belakang. Gaya bahasa jenis ini cukup banyak ditemukan dalam berbagai karya jurnalistik. Ada dua puluh jenis gaya bahasa pertentangan menurut Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan. Namun karena masalah kegunaan dan popularitasnya di mata pemakai bahasa, maka hanya 12 jenis saja yang kita bahas yaitu sebagai berikut :<br />
1) Hieperbola<br />
Hiperbola adalah jenis gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang melebih-lebihkan jumlahnya, ukuranya atau sifatnya, dengan maksud memberikan penekanan pada suatu pernyataan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan jurnalistik, jurnalis tetap harus bersikap objektif, akurat dan berimbang karena jika tidak, maka bukan informasi akurat yang akan didapat khalayak melainkan penjelasan yang menyesatkan. Contoh : Jakarta nyaris tenggelam dilanda banjir.<br />
2) Litotes <br />
Litotes adalah majas yang dalam pengungkapannya menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Gaya bahasa ini mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, atau kebalikan dari hiperbola. Dalam jurnalistik, jurnalis harus hati-hati terhadap gaya bahasa ini karena narasumber yang menggunakan gaya bahasa ini biasanya orang-orang sukses yang luhur budinya dan tetap bersikap rendah hati. Contoh : jika ada waktu singgahlah di gubuk saya (padahal rumahnya seperti istana). <br />
3) Ironi <br />
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan dengan maksud berolok-olok atau menyindir seseorang. Dalam jurnalistik, gaya bahasa ini biasanya digunakan untuk kontrol sosial media massa terhadap pemerintah sesuai amanat undang-undang. Contoh : meski sedang diadili dalam perkara korupsi, ia tetap mencalonkan diri menjadi gubernur.<br />
4) Oksimoron <br />
Oksimoron adalah jenis gaya bahasa yang mengandung pertentangan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan dalam frasa yang sama. Dalam jurnalistik, oksimoron digunakan untuk mengingatkan berbagai pilihan yang ditempuh masyarakat sekaligus mengajarkan masyarakat untuk mengembangkan sikap bertanggung jawab dan kemandirian. Contoh : dengan televisi kita bisa menghibur diri, tapi dengan televisi pula kita bisa bunuh diri.<br />
5) Satire <br />
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia. Dalam jurnalistik, satire saratdengan nuansa potret sosial. Contoh : ajar kami agar pandai menipu rakyat.<br />
6) Inuendo <br />
Inuendo adalah jenis gaya bahasa yang berupa sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya, tapi tidak menyakitkan hati kalau ditinjau sepintas lalu. Contoh : pidatonya disambut dingin karena tidak menyinggung kenaikan gaji.<br />
7) Antifrasis <br />
Antifrasis adalah gaya bahasa yang berupa penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya.. Dalam jurnalistik, biasanya berupa sindiran kepada seseorang. Contoh : inilah pahlawan kita (padahal penghianat).<br />
8) Paradoks <br />
Paradoks adalah suatu pernyataan yang bagaimanapun diartikan akan selalu berakhir dengan pertentangan. Paradoks ini semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Dalam jurnalistik digunakan sebagai gamabaran tegas tokoh, narasumber, atau subjek cerita menghadapi tekanan tertentu. Contoh : Dia menderita dalam keluarga bahagia.<br />
9) Klimaks <br />
Klimaks adalah jenis gaya bahasa yang berupa susunan ungkapan yang makin lama makin mengandung penekanan. Dalam jurnalistik, digunakan pada feature yang mengandung unsur kejutan, misteri, dan petualangan. Contoh: balita, remaja, dewasa, manula.<br />
10) Antiklimaks<br />
Antiklimaks adalah kebalikan dari gaya bahasa kliamks. Sebagai gaya bahasa, antiklimaks merupakan suatu acuan yang berisi gagasan-gagasan yang diurutkan dari yang terpenting berturut-turut kegagasan yang kurang penting. Contoh : rektor mengingatkan gelar sarajana yang diraih akan sangat penting maknanya apabila sejak esok hari para wisudawan tak bertopang dagu di teras rumah.<br />
11) Sinisme <br />
Sinisme adalah jenis gaya bahasa yang berupa sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Dalam jurnalistik gaya bahasa ini digunakan untuk menyajikan karya yang korektif yang dituangan dalam tajuk rencana, artikel, dan kolom. Contoh : apa yang tidak bisa Anda beli? Jangankan mobil dan rumah mewah, istri orang lain pun Anda sikat. Bahkan Negara ini besok lusa akan jadi milik anda. Kalau maua anda juga bisa menyebut diri sebagai Tuhan.<br />
12) Sarkasme <br />
Sarkasme adalah jenis gaya bahasa yang mengandung olok-olok atau sindiran pedis dan menyakiti hati dan kurang enak didengar. Dalam jurnalistik, dilarang menggunakan gaya bahasa ini. Contoh : keempat pemerkosa yang sikap dan perilakunya sama seperti anjing ini sangat pantas dihukum mati.<br />
<br />
2.2 Analisis<br />
Berikut analisis saya mengenai penggunaan gaya bahasa perbandingan dan pertentangan terhadap koran Kendari Pos edisi Sabtu 5 November 2011 pada kolom berita utama termasuk halaman lanjutannya pada halaman 2 dan 7 dan kolom opini pada halaman 4.<br />
<br />
2.2.1 Gaya Bahasa dalam Koran Kendari Pos Edisi Sabtu 5 November 2011<br />
1. Perumpamaan<br />
Gaya bahasa jenis ini hanya digunakan pada kolom aneka halaman 7 sebagai lanjutan berita utama halaman 1 dengan judul sambungan datangkan… yang berbunyi ;” Jabatannya sebagai wali kota pun tak bisa menghambat ….”<br />
Kata sebagai merupakan gaya bahasa perumpamaan.<br />
2. Metafora<br />
1) Pada kolom berita utama pada halaman 2 sebagai lanjutan berita utama pada halaman 1 dengan judul sambungan Massa… yang berbunyi ;”… pengunjuk rasa tiba-tiba menduduki pelabuhan….”<br />
Kata menduduki pelabuhan merupakan gaya bahasa metafora karena menduduki pelabuhan bukan makna sebenarnya, melainkan makna kiasan. Maknanya sebenarnya adalah menguasai pelabuhan.<br />
2) Pada kolom opini dengan judul “Kampanye Komodo “Menjual” Nasionalisme” yaitu pada kalimat ; “Bahkan ada tuduhan yang bernada miring bahwa kampanye Komodo “menjual” nasionalisme.<br />
Kata bernada miring dan menjual nasionalisme merupakan gaya bahasa metafora karena bukan makna sebenarnya. Masing-masing yang dimaksud adalah ; bernada miring maksudnya tidak enak didengar dan menjual nasionalisme maksudnya membawa nama Negara demi kepentingannya sendiri dan merugikan bangsa dan Negara.<br />
3) Pada kolom tajuk rencana yaitu pada kalimat ; “…akan teratasi di tangan Dirut PLN yang baru. <br />
Kata di tangan maksudnya adalah dalam masa kerja.<br />
3. Personifikasi.<br />
Gaya bahasa jenis ini hanya digunakan pada kolom aneka halaman 7 sebagai lanjutan berita utama halaman 1 dengan judul sambungan datangkan… yang berbunyi ; “Di mata Jokowi, musik rock memiliki kekuatan untuk membangkitkan semangat”<br />
Kata memiliki kekuatan merupakan gaya bahasa personifikasi karena mengandaikan musik rock(benda mati)sebagai manusia yakni memiliki kekuatan.<br />
4. Depersonifikasi<br />
Gaya bahasa ini hanya digunakan pada kolom opini tepatnya tajuk rencana yang berbunyi ;”Kekhawatiran masyarakat reda….”<br />
Kata masyarakat reda merupakan gaya bahasa depersonifikasi karena kata reda sebenarnya digunakan untuk benda mati seperti hujan dan banjir tapi pada tajuk rencana ini digunakan untuk masyarakat sebagai benda hidup(kumpulan manusia)<br />
5. Pleonasme dan tautologi<br />
1) Pada kolom aneka halaman 7 yang berbunyi ;”… ketika dirinya kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta.” <br />
Kata/singkatan UGM adalah gaya bahasa pleonasme karena walaupun dihilangkan, makna kalimat tersebut tetap utuh.<br />
2) Pada kolom opini tepatnya tajuk rencana, banyak sekali ditemukan gaya bahasa tauotologi (perulangan sebuah kata dengan menggunakan kata yang lain) yaitu pada penggalan kalimat berikut:<br />
a. “… pejabat termuda yang pernah menjabat sebagai orang nomor wahid di kursi panas itu. Nomor wahid adalah tautologi dari kata Dirut PLN sedangkan kursi panas adalah kursi direksi.<br />
b. :.. perbaikan di perusahaan plat merah tersebut. Kata yang digarisbawahi adalah tautologi dari PLN.<br />
3) Pada kolom aneka halaman 7, juga banyak ditemukan tautologi, pada judul sambungan datangkan… yaitu :<br />
a. “… terhadap musik beraliran keras itu….” musik beraliran keras adalah tautologi dari musik rock.<br />
b. “… dari mulut orang nomor satu di Pemkot Solo itu. Kata yang digarisbawahi adalah tautology Walikota Solo.<br />
6. Paradoks<br />
Gaya bahasa ini hanya ada pada kolom tajuk rencana yaitu sebagai berikut:<br />
a. ”…sebagian masyarakat senang, tapi juga sedih.”<br />
b. “Sebuah keyakinan dan keraguan….”<br />
Empat buah kata di atas menunjukkan pertentangan kata <br />
7. Kimaks <br />
Gaya bahasa ini hanya terdapat pada kolom opini yaitu :<br />
a. Pada tajuk rencana :“tak hanya muda, tapi integritas dan kapabilitasnya sudah teruji.”<br />
b. Pada kolom opini tentang Komodo ;” … dinilai tidak profesional, tidak konsisten, dan tidak transparan.”<br />
Kata-kata di atas merupakan klimaks, yaitu urutan dari kata yang penting ke semakin penting. <br />
Adapun gaya bahasa perbandingan dan petentangan yang tidak ada dalam koran Kendari Pos edisi Sabtu 5 November 2011 adalah sebagai berikut :<br />
1. Gaya bahasa Alegori <br />
2. Gaya bahasa antitesis <br />
3. Gaya Bahasa Perifrasis <br />
4. Gaya Bahasa Antisipasi<br />
5. Gaya Bahasa Koreksio<br />
6. Gaya Bahasa Hiperbola<br />
7. Gaya Bahasa Litotes<br />
8. Gaya Bahasa Ironi<br />
9. Gaya Bahasa Oksimoron<br />
10. Gaya Bahasa Ineundo<br />
11. Gaya Bahasa Satire<br />
12. Gaya Bahasa Antifrasis<br />
13. Gaya bahasa Antiklimaks <br />
14. Gaya bahasa Sinisme<br />
15. Gaya bahasa Sarkasme<br />
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
BAB III<br />
PENUTUP</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />
1.1 Kesimpulan <br />
Dari hasil analisis penulis terhadap koran Kendari Pos edisi Sabtu 5 November 2011 pada kolom Berita Utama dan Opini, hanya terdapat tujuh gaya bahasa yang digunakan yaitu lima gaya bahasa perbandingan dan dua gaya bahasa pertentangan. Gaya bahasa tersebut yaitu ; gaya bahasa perumpamaan, metafora, personifikasi, depersonifikasi, pleonasme-tautologi, paradoks, dan klimaks<br />
<br />
1.2 Saran <br />
1.2.1 Untuk memahami tentang gaya bahasa perbandingan dan pertentangan secara lebih luas dan lebih dalam sebaiknya pembaca membaca buku karangan Prof. Henry Guntur Tarigan tentang Tata Baku Bahasa Indonesia. <br />
1.2.2 Untuk media yang selalu menggunakan gaya bahasa, janganlah terlalu membuat masalah kecil menjadi besar, usahakan informasi yang anda sampaikan tidak terlalu hiperbola. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-79499958826382655372012-06-07T00:45:00.002-07:002012-06-07T00:45:25.602-07:00CONTOH ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA<div style="text-align: center;">
ANALISIS KESALAHAN PENGGUNAAN TANDA BACA & PENULISAN GELAR PADA KORAN KENDARI POS EDISI 14 FEBRUARI 2012</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
OLEH<br />ARWAHID</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI<br />FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN<br />UNIVERSITAS HALUOLEO<br />KENDARI<br />2012</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
KATA PENGANTAR</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Assalamu Alaikum Wr.Wb.<br /> Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga laporan kesalahan penulisan gelar pada koran ini dapat selesai tepat pada waktunya tanpa kendala yang terlalu berarti.<br /> Terimakasih pula penulis sampaikan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan terkait laporan ini. Tan btpa pembimbing mungkin laporan ini tidak dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Dalam laporan ini masih banyak memiliki kekurangan, namun bukanlah kesalahan yang disengaja oleh penulis, melainkan kesalahan yang timbul akibat ketidaktahuan penulis. Terimakasih penulis ucapkan kepada teman-teman yang telah memberikan banyak saran dan pengetahuan yang terkait dengan laporan ini.<br /> Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kesempurnaan sehingga saran dan kritik dari penbaca yang sifatnya membangun sangat diharapkan.<br /><br /><br /><br /><br /></div>
<div style="text-align: right;">
Kendari, 27 Februari 2012<br /><br /><br />Penulis <br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: center;">
BAB I <br />PENDAHULUAN</div>
<div style="text-align: justify;">
1.1 Latar Belakang<br /> Berita dalam koran sangat membutuhkan kecepatan dalam penyajianya, sehingga tidak heran setiap saat penulis selalu menemukan aneka kesalahan berbahasa dalam tulisan koran. Kesalahan-kesalahan itu antara lain, menyangkut masalah ejaan dan tanda baca, kata dan frase, kalimat dan paragraf, teknik penulisan ilmiah, serta tidak jarang masalah pertalian bentuk dan makna. Bahasa koran banyak yang mengalami kerumpangan, misalnya tidak tepat penulisan huruf dan tanda bacanya, tidak lengkap kata dan frasenya, tidak efektif kalimatnya, dan tidak logis paragrafnya. Ada dua kecenderungan, mengapa para jurnalis melakukan kesalahan dalam berbahasa. Pertama, rupa-rupanya mereka kurang peduli terhadap bahasa dalam tulisannya sehingga dianggap angin lalu. Kedua, ada tanda-tanda nyata bahwa para jurnalis kurang menguasai kaidah penulisan kebahasaan.<br /> Koran merupakan salah satu media yang membantu pembelajaran bahasa Indonesia kepada masyarakat. Tata penulisan bahasa yang baik sebenarnya sangat dibutuhkan seperti halnya pada penggunaan kaidah-kaidah bahasa, penulisan tanda baca, pemilihan kata, penulisan unsur serapan dan sebagainya. Berita dalam koran sering melibatkan para pejabat birokrat, politikus, praktisi, maupun aparat negara sebagai objek pemberitaan. Beberapa objek berita tersebut ada yang punya gelar – baik titel akademik maupun non akademik – dan ada yang tidak. Beberapa koran lokal khususnya Kendari Pos terbukti selalu melakukan kesalahan menggunakan tanda baca dalam penulisan gelar misalnya tidak memberi titik.<br />1.2 Rumusan Masalah<br /> Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang akan dianalisis dalam laporan ini adalah bagaimanakah bentuk-bentuk kesalahaan pengunaan tanda baca dalam penulisan gelar pada koran Kendari Pos Edisi 14 Februari 2012? <br />1.3 Tujuan <br /> Adapun tujuan dari analisis ini adalah untuk mendeskripsikan kesalahan-kesalahan penggunaan tanda baca dalam penulisan gelar pada koran Kendari Pos, dan selanjutnya melakukan pembenaran atas kesalahan tersebut berdasarkan teori dan pendapat yang mendukung.<br />1.4 Manfaat<br /> Adapun manfaat yang diharapkan dari analisis ini adalah sebagai berikut:<br />1) dapat menguak dan menyingkap kesalahan berbahasa dalam koran,<br />2) dapat menjadi masukan bagi penerbit koran sehingga ke depannya tidak terjadi lagi kesalahan penggunaan tanda baca dalam penulisan gelar,<br />3) dapat menjadi sumbangan pengetahuan dan informasi bagi masyarakat.<br />1.5 Ruang Lingkup<br /> Karena banyaknya kolom pada koran Kendari Pos, agar analisis ini lebih terarah, maka hanya difokuskan pada analisis kesalahan penulisan gelar pada surat kabar Kendari Pos Edisi 14 Februari 2012 pada kolom Edukasi dan Politik.<br />1.6 Definisi Operasional<br /> Agar tidak terjadi penafsiran ganda, maka dalam analisis ini diberi batasan sebagai berikut:<br />1) Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dsb) kemudian membetulkan kesalahannya jika terdapat kesalahan.<br />2) Surat Kabar adalah lembaran-lembaran kertas bertuliskan berita dsb. misalnya koran, majalah, dll.<br /> </div>
<div style="text-align: center;">
BAB II<br />KAJIAN TEORI</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />2.1 Ejaan Bahasa Indonesia<br /> Poerwodarminta (1976) mendefinisikan ejaan sebagai cara atau aturan menuliskan kata-kata dengan huruf. Sementara itu, Tarigan (1985) menyatakan bahwa ejaan adalah cara aturan menulis kata-kata dengan huruf menurut disiplin ilmu bahasa. Sedangkan ahli yang lain menyatakan bahwa ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, paragraf, dan sebagainya), dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca (Moeliono 1988). Adapun Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan yang dimaksud dalam tulisan ini adalah yang termuat di dalam Surat Keputusan Presiden No. 57 Tanggal 16 Agustus 1972 dan sekarang menjadi ejaan resmi bahasa Indonesia. <br /> Pengertian ejaan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi khusus dan segi umum. Secara khusus, ejaan dapat diartikan sebagai perlambangan bunyi-bunyi bahasa dengan huruf, baik berupa huruf demi huruf maupun huruf yang telah disusun menjadi kata, kelompok kata, atau kalimat. Sedangkan secara umum, ejaan berarti keseluruhan ketentuan yang mengatur perlambangan bunyi bahasa, termasuk pemisahan dan penggabungannya, yang dilengkapi pula dengan penggunaan tanda baca (Mustakim 1992). Adapun beberapa aspek dalam kaidah kebahasaan yaitu sebagai berikut.<br />2.1.1 Aspek Fonologis<br /> Kaidah dalam aspek fonologis meliputi penulisan huruf, pelafalan (pengucapan), dan pengakroniman. Penulisan huruf menyangkut abjad, vokal, konsonan, diftong, persukuan, dan nama diri. Pelafalan atau pengucapan huruf juga termasuk hal penting dalam fonologis. Contoh pelafan yang salah misalnya, akhiran -kan bukan –ken. Kata diharapkan yang seharusnya dilafalkan [diharapkan] tetapi dilafalkan salah [diharapken]. Kata Bandung, mestinya dilafalkan [Bandung] tetapi dilafalkan salah menjadi [mBandung]. Timbulnya pelafalan yang tidak tepat ini, biasanya dipengaruhi idiolek seseorang, juga besar kemungkinan dipengaruhi oleh lafal bahasa daerah.<br /><br />2.1.2 Aspek Morfologis<br /> Aspek morfologis ini menyangkut kata, baik pengimbuhan (afiksasi) penggabungan, pemenggalan, penulisan, maupun penyesuaian kosa kata asing. Kata dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata-kata ganti, kata depan, kata si dan sang, partikel, penulisan unsur serapan, tanda baca, penulisan angka dan bilangan sangat penting untuk diperhatikan dalam ragam baku bahasa Indonesia. Kata dasar ditulis sebagai satu satuan. Kata turunan ditulis dengan beberapa ketentuan, misalnya : (1) imbuhan ditulis serangkai dengan kata dasarnya, (2) awalan atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikutinya atau mendahuluinya kalau bentuk dasarnya berupa gabungan kata, (3) kalau bentuk dasar berupa gabungan kata sekaligus mendapatkan awalan dan akhiran, kata-kata ditulis serangkai, (4) kalau salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.<br /> Hal yang berbeda dengan imbuhan adalah kata depan. Apabila imbuhan penulisannya harus serangkai dengan kata dasarnya, kata depan penulisannya harus dipisah. Kata depan itu, misalnya di dan ke. Penulisannya harus dipisah dengan kata yang mengikutinya. <br />2.1.3 Aspek Sintaksis<br /> Dalam ragam bahasa baku, aspek sintaksis ini meliputi frase, klausa, dan kalimat. Frase dan klausa merupakan bagian dari kalimat. Kalimat dikatakan baik apabila memiliki kesatuan pikiran/makna (kohesi) dan terdapat kesatuan bentuk (koherensi) di antara unsur-unsurnya. Begitu pula, kalimat dikatakan sempurna apabila mampu berdiri sendiri terlepas dari konteksnya, dan mudah dipahami maksudnya. Secara operasional, kalimat bahasa Indonesia yang baku mempunyai ciiri-ciri selalu dipakainya perangkat kebahasaan berikut secara tegas dan bertaat asas (Sugihastuti, 2000:82)<br />2.1.4 Aspek Paragraf <br /> Paragraf dalam bentuk tulisan/tuturan merupakan satuan informasi dengan ide pokok sebagai pengendalinya. Informasi yang disampaikan dalam kalimat/tuturan yang satu berhubungan erat dengan informasi yang dinyatakan dalam kalimat/tuturan yang lain dalam sebuah paragraf. Demikian pula antara paragraf yang satu dan paragraf lainnya haruslah mempunyai keterkaitan dan keserasian. Tanpa adanya keterkaitan maupun keserasian, informasi-informasi tersebut sulitlah dipahami makna komulatifnya. Oleh karena itu, kohesi dan koherensi berbahasa sangat memegang penting dalam logika berbahasa. Kohesi adalah kepaduan di bidang bentuk, sedangkan koherensi adalah kepaduan dibidang makna. <br />2.2 Penulisan Gelar<br /> Jika dianalisis kata per kata, penulisan gelar dapat dinalar melalui teori singkatan. Sebagaimana misalnya, penulisan gelar sarjana pendidikan, yang ditulis benar, Sarjana Pendidikan (S.Pd.), dan ditulis di belakang nama penyandang gelar. Huruf “S“ pada kata sarjana, ditulis dengan huruf besar dan diakhiri dengan tanda titik, merupakan satu kata. Kemudian, huruf “P” ditulis dengan huruf besar, tetapi huruf “D” ditulis dengan huruf kecil dan diakhiri dengan tanda titik. Huruf “D” ditulis dengan huruf kecil karena posisinya sebagai bagian dari rangkaian satu kata dengan huruf “P” yang merupakan kepanjangan dari kata “pendidikan”. Demikian pula singkatan-singkatan gelar lain yang sejenis dengan contoh tersebut, juga akan mengalami proses kebahasaan yang sama.<br /> Lain halnya dengan singkatan pada gelar yang tanpa menyertakan huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian satu kata. Sebagai misal, penulisan gelar sarjana hukum, sarjana ekonomi, dan sarjana pertanian. Jika disingkat, ketiga contoh gelar tersebut hanya terdiri dari huruf awal, dan tanpa menyertakan huruf peluncur yang merupakan bagian dari rangkaian kata, sehingga penulisannya pun terdiri atas huruf per huruf serta masing-masing ditandai dengan tanda baca titik. Dengan demikian, penulisan gelar sarjana hukum, ditulis di belakang nama penyandang gelar dengan singkatan: S.H., sarjana ekonomi ditulis S.E., dan sarjana pertanian ditulis S.P.. Penulisan-penulisan gelar lain yang sejenis dengan contoh tersebut, dan yang hanya terdiri dari dua huruf atau lebih tanpa disertai dengan huruf peluncur sebagai bagian dari rangkaian kata, harus mengikuti pola penulisan tersebut.<br /> Berikut ini contoh-contoh penulisan gelar yang benar.<br /><b>Gelar Sarjana</b><br />S.Ag. (Sarjana Agama)<br /><br />S.Pd. (Sarjana Pendidikan)<br /><br />S.Si. (Sarjana Sains)<br /><br />S.Psi. (Sarjana Psikologi)<br /><br />S.Hum. (Sarjana Humaniora)<br /><br />S.Kom. (Sarjana Komputer)<br /><br />S.Sn. (Sarjana Seni)<br /><br />S.Pt. (Sarjana Peternakan)<br /><br />S.Ked. (Sarjana Kedokteran)<br /><br />S.Th.I. (Sarjana Theologi Islam)<br /><br />S.Kes. (Sarjana Kesehatan)<br /><br />S.Sos. (Sarjana Sosial)<br /><br />S.Kar. (Sarjana Karawitan)<br /><br />S.Fhil. (Sarjana Fhilsafat)<br /><br />S.T. (Sarjana Teknik)<br /><br />S.P. (Sarjana Pertanian)<br /><br />S.S. (Sarjana Sastra)<br /><br />S.H. (Sarjana Hukum)<br /><br />S.E. (Sarjana Ekonomi)<br /><br />S.Th.K. (Sarjana Theologi Kristen)<br /><br />S.I.P. (Sarjana Ilmu Politik)<br /><br />S.K.M. (Sarjana Kesehatan Masyarakat)<br /><br />S.H.I. (Sarjana Hukum Islam)<br /><br />S.Sos.I. (Sarjana Sosial Islam)<br /><br />S.Fil.I. (Sarjana Filsafat Islam)<br /><br />S.Pd.I. (Sarjana Pendidikan Islam), dsb.<br /><br /><b>Gelar Magister</b><br /><br />M.Ag. (Magister Agama)<br /><br />M.Pd. (Magister Pendidikan)<br /><br />M.Si. (Magister Sains)<br /><br />M.Psi. (Magister Psikologi)<br /><br />M.Hum. (Magister Humaniora)<br /><br />M.Kom. (Magister Komputer)<br /><br />M.Sn. (Magister Seni)<br /><br />M.T. (Magister Teknik)<br /><br />M.H. (Magister Hukum)<br /><br />M.M. (Magister Manajemen)<br /><br />M.Kes. (Magister Kesehatan)<br /><br />M.P. (Magister Pertanian)<br /><br />M.Fhil. (Magister Fhilsafat)<br /><br />M.E. (Magister Ekonomi)<br /><br />M.H.I. (Magister Hukum Islam)<br /><br />M.Fil.I. (Magister Filsafat Islam)<br /><br />M.E.I. (Magister Ekonomi Islam)<br /><br />M.Pd.I. (Magister Pendidikan Islam), dsb.<br /><br /><b>Gelar Sarjana Muda Luar Negeri</b><br /><br />B.A. (Bechelor of Arts)<br /><br />B.Sc. (Bechelor of Science)<br /><br />B.Ag. (Bechelor of Agriculture)<br /><br />B.E. (Bechelor of Education)<br /><br />B.D. (Bechleor of Divinity)<br /><br />B.Litt. (Bechelor of Literature)<br /><br />B.M. (Bechelor of Medicine)<br /><br />B.Arch. (Bechelor of Architrcture), dsb.<br /><b><br />Gelar Master Luar Negeri</b><br /><br />M.A. (Master of Arts)<br /><br />M.Sc. (Master of Science)<br /><br />M.Ed. (Master of Education)<br /><br />M.Litt. (Master of Literature)<br /><br />M.Lib. (Master of Library)<br /><br />M.Arch. (Master of Architecture)<br /><br />M.Mus. (Master of Music)<br /><br />M.Nurs. (Master of Nursing)<br /><br />M.Th. (Master of Theology)<br /><br />M.Eng. (Master of Engineering)<br /><br />M.B.A. (Master of Business Administration)<br /><br />M.F. (Master of Forestry)<br /><br />M.F.A. (Master of Fine Arts)<br /><br />M.R.E. (Master of Religious Ediucation)<br /><br />M.S. (Mater of Science)<br /><br />M.P.H. (Master of Public Health), dsb.<br /><br /><b>Gelar Doktor Dalam Negeri</b><br /><br /> Penulisan gelar doktor dalam negeri pun sering tidak dipahami dengan benar oleh kebanyakan orang, padahal jika kita mampu menganalisis, tidaklah sulit untuk dapat menemukan jawabannya.<br />Penulisan gelar doktor dalam negeri sama dengan penulisan gelar-gelar yang lain. Karena huruf “D” dan “R” merupakan rangkaian satu kata, maka penulisan gelar doktor yang benar adalah: Dr. (Doktor), dan ditulis di depan nama penyandang gelar. Huruf “D” ditulis dengan huruf besar, dan huruf “R” ditulis dengan huruf kecil, dan diakhiri dengan tanda titik pula.<br /> Selain itu, di Indonesia juga memberlakukan sebutan profesional untuk program diploma. Aturan main penulisan sebutan profesional dalam negeri untuk program diploma ditulis di belakang nama penyandang sebutan.</div>
<div style="text-align: center;">
BAB III<br />METODE PENELITIAN</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /> Metode yang baik akan menghasilkan analisis yang baik pula. Agar analisis ini memperoleh hasil yang optimal digunakan metode yang mencakupi empat hal, yaitu (1) Sasaran dan ancangan penelitian, (2) data dan sumber data, (3) metode pengumpulan data, (4) metode analisis data, dan (5) metode penyajian hasil analisis data. <br />3.1 Sasaran dan Ancangan Penelitian<br /> Dalam penelitian ini yang dikaji adalah penulisan gelar dalam koran Kendari Pos. Oleh karena. Ancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kesalahan berbahasa Indonesia sebagaimana yang digunakan para ahli bahasa (Ramlan, 1993; Sudaryanto, 1993; Sugihastuti, 2000).<br />3.2 Data dan Sumber Data<br /> Data penelitian ini meliputi kesalahan-kesalahan pada koran Kendari Pos pada kolom edukasi dan politik. Data penelitian ini terbatas pada data tertulis.<br />3.3 Teknik Pengumpulan Data<br /> Ada dua tahapan yang dipakai dalam pengumpulan data penelitian ini. Tahap pertama adalah pengambilan data dari sumber data dengan cara dicatat. Dan tahap kedua penganalisisan data dan upaya pembenahannya.<br /> Pada tahap pertama dipergunakan metode pengamatan. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik membaca dan memahami data dengan teknik lanjutan dengan nonpartisipasi dan teknik pencatatan (Sudaryanto, 1988). Tahap selanjutnya menganalisis data secara mendetil sesuai kesalahan penggunaannya.<br />3.4 Teknik Analisis Data<br /> Teknik yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data yaitu dengan analisi kualitatif deskripti. Menganalisis tanpa menggunakan angka-angka namun menjelas secara mendetail. <br /></div>
<div style="text-align: center;">
BAB IV<br />PEMBAHASAN</div>
<div style="text-align: justify;">
Berikut hasil analisis kesalahan penggunaan tanda baca dalam penulisan gelar pada koran Kendari Pos Edisi 14 Februari 2012 beserta pembenarannya.<br />4.1 Daftar Kesalahan dan Pembenaran Penulisan Gelar<br />Tabel 1 <br /> Penulisan Gelar Yang Salah<br />1 Ir Mas’udi<br />2 Bosman MH<br />3 Prof Samsul<br />4 Drs Ansyari<br />5 Rosdiana SPd<br />6 Dr Nur Alim MPd.<br />7 H Suhufan Sag<br />8 H Nur Alam<br />9 Drs H Sardjum Mokke MPd<br />10 Drs Toni Herbiansyah<br />11 Prof Dr H Muh Yusuf Abadi SE MS<br />12 Ratmina SE<br />13 Arafat SE MM<br /><br />Tabel 2 <br />N Pembenaran Kesalahan Tabel 1<br />1 Ir. Mas’udi<br />2 Bosman, M.H.<br />3 Prof. Samsul<br />4 Drs. Ansyari<br />5 Rosdiana, S.Pd.<br />6 Dr. Nur Alim, M.Pd.<br />7 H. Suhufan, S.Ag.<br />8 H. Nur Alam<br />9 Drs. H. Sardjum Mokke, M.Pd.<br />10 Drs. Toni Herbiansyah</div>
<div style="text-align: justify;">
11 Prof. Dr. H. Muh Yusuf Abadi, S.E., M.S.<br />12 Ratmina, S.E.<br /> 13 Arafat, S.E., M.M.<br /><br />4.2 Analisis Kesalahan Penulisan Gelar<br /> Pada kolom politik yang menulis berita tentang “Pilwali Kendari Digelar 7 Juli” terdapat kesalahan penulisan gelar yang tampak sangat jelas yaitu seperti pada kalimat ke-2 paragraf dua berbunyi : Ir Mas’udi serta Korda Kota Kendari, Konsel dan Konut, Bosman MH. Penulisan gelar ini tidak tepat. Seharusnya<br />• Ir. Mas’udi<br />• Bosman, M.H.<br />Begitu pula pada kalimat ke-2 paragraf kelima terdapat kesalahan yaitu:<br />• Prof Samsul Bahri, seharusnya<br />• Prof. Samsul Bahri<br />Kesalahan diatas sebenarrnya cukup sederhana yaitu pada penulisan gelar yang disingkat seharusnya mengikuti kaidah yang telah ada. Seperti halnya gelar yang disingkat setelah penyingkatannya harus diberi tanda titik. <br />Pada kolom pendidikan juga ditemukan beberapa kesalahan yang sama yaitu pada penulisan berita yang berjudul “ Sentralisasi Pendidikan Lebih Baik.” Pada paragraf dua berturut-turut yaitu Drs Ansyari dan Rosdiana SPd. Adapun yang seharusnya<br />• Drs. Ansyari<br />• Rosdiana, S.Pd.<br />Kesalahan yang terjadi merupakan kesalahan penulisan gelar yang disingkat. Seperti di atas, penulisan SPd dikatakan tidak tepat karena SPd itu sendiri merupakan singkatan dari sarjana pendidikan. Singkatan yang ditetapkan yaitu S.Pd.<br />Selanjutnya, pada topik “STAIN Kendari akan Reuni dan Mubes Alumni” terdapat kesalahan yaitu sbb.<br />• Dr Nur Alim MPd., penulisan yang seharusnya<br />• Dr. Nur Alim, M.Pd.<br />Terdapat juga kesalahan yang sama pada beberapa tulisan berita dengan topik yang berbeda-beda yaitu :<br /><br /><br />• H Suhufan SAg<br />• H Nur Alam<br />• Drs H Sardjum Mokke MPd<br />• Drs Toni Herbiansyah<br />• Prof Dr H Muh Yusuf Abadi SE MS<br />• Ratmina SE<br />• Arafat SE MM<br />Penulisan gelar semuanya merupakan penulisan yang tidak tepat yang terdapat pada beberapa tulisan berita. Adapun pembenarannya sebagai berikut.<br />• H. Suhufan, S.Ag.<br />• H. Nur Alam<br />• Drs. H. Sardjun Mokke M.Pd.<br />• Drs. Toni Herbiansyah<br />• Prof. Dr. H. Muh Yusuf Abadi, S.E., M.S.<br />• Ratmina, S.E.<br />• Arafat, S.E., M.M.<br /> </div>
<div style="text-align: center;">
BAB V<br />PENUTUP</div>
<div style="text-align: justify;">
<br />5.1 Simpulan <br /> Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesalahan tata bahasa yang terdapat dalam koran Kendari Pos Edisi 14 Februari 2012 kebanyakan berkisar pada penggunaan tanda titik untuk gelar , dimana para jurnalis koran ini selalu tidak membubuhkan tanda titik dalam menyingkat gelar akademik seseorang. <br />5.2 Saran<br /> Sebaiknya dalam menghasilkan tulisan, baik itu opini, jurnal, makalah, proposal, dll. kita harus memperhatikan tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulisan harus disesuaikan dengan EYD agar hasilnya bias menjadi pembelajaran penulisan gelar pada pembaca.<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br />Alwi, Hasan, dkk. 1996. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: <br /> Balai Pustaka.<br />Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Pedoman Umum Ejaan Bahasa <br /> Indonesia Yang Disempurnakan & Pedoman Umum Pembentukan <br /> Istilah. Bandung : Yrama Widya<br />Moeliono, Anton, Ed. 1988 a. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: <br /> Balai Pustaka.<br /> , Ed. 1988 b. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. <br /> Jakarta: Balai Pustaka.<br />Mustakim. 1992. Tanya Jawab Ejaan Bahasa Indonesia untuk Umum. <br /> Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.<br />Poerwodarminto, W J S. 1876. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: <br /> Balai Pustaka.<br />Ramlan, M. 1993. Paragraf: Alur Berpikir dan Kepaduannya dalam Bahasa <br /> Indonesia. Yogyakarta: Andi Offset.<br />Sudaryanto. 1993. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University <br /> Press.<br /> . 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Data. Pengantar <br /> Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistik. Yogyakarta: Duta <br /> Wacana University Press.<br />Sugihastuti. 2000. Bahasa Laporan Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.<br />Tarigan, H.G. 1985. Pengajaran Ejaan Bahasa Indonesia. Bandung: <br /> Angkasa.<br /> . 1991. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa <br /> Indonesia. Bandung: Angkasa.<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-56033106921456851682012-06-07T00:35:00.003-07:002012-06-07T00:35:34.020-07:00Syair Buton<div style="text-align: justify;">
Dalam syair Kabanti Kanturuna Mohelana (sastra klasik Buton) berikut ini :<br />Tuamosi yaku kupatindamo,<br />Ikompona incema euyincana,<br />Kaapaaka upeelu butuni,<br />Kumaanaia butuni o kompo,<br />Motodhikana inuncana qura’ani,<br />Itumo dhuka nabita akooni,<br />Apayincana sababuna tanasiy,<br />Tuamo siy auwalina wolio,<br />Inda kumondoa kupetula-tulakea,<br />Sokudhingki auwalina tuasiy,<br />Toakana akosaro butuni,<br />Amboresimo pangkati kalangana,<br />Artinya :<br />Demikian inilah saya bertanya, Diperut siapa engkau tampak, Karena engkau suka butuni, Kuartikan butuni mengandung, Yang terdapat dalam Al Qur’an, Disitu pula Nabi bersabda, Menjadi asal sebab tanah Wolio, Demikian ini awalnya Wolio, Tidak selesai kuceritakan semua, Sebabnya bernama butuni, Karena menempati derajat yang tinggi.<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-40311308502512535852012-06-07T00:33:00.000-07:002012-06-07T00:33:01.992-07:00Sejarah (Tambo) Buton<div style="text-align: justify;">
Buton adalah sebuah pulau yang terletak di sebelah tenggara Pulau Sulawesi. Pada zaman dahulu di daerah ini pernah berdiri kerajaan Buton yang kemudian berkembang menjadi Kesultanan Buton.<br /> Buton dikenal dalam Sejarah Indonesia karena telah tercatat dalam naskah Nagarakretagama karya Prapanca pada Tahun 1365 Masehi dengan menyebut Buton atau Butuni sebagai Negeri (Desa) Keresian atau tempat tinggal para resi dimana terbentang taman dan didirikan lingga serta saluran air. Rajanya bergelar Yang Mulia Mahaguru. Nama Pulau Buton juga telah dikenal sejak zaman pemerintahan Majapahit. Patih Gajah Mada dalam Sumpah Palapa, menyebut nama Pulau Buton.<br /> Cikal bakal negeri Buton untuk menjadi sebuah Kerajaan pertama kali dirintis oleh kelompok Mia Patamiana (si empat orang) yaitu Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo, Sijawangkati yang oleh sumber lisan mereka berasal dari Semenanjung Tanah Melayu pada akhir abad ke – 13.<br /> Mereka mulai membangun perkampungan yang dinamakan Wolio (saat ini berada dalam wilayah Kota Bau-Bau serta membentuk sistem pemerintahan tradisional dengan menetapkan 4 Limbo (Empat Wilayah Kecil) yaitu Gundu-gundu, Barangkatopa, Peropa dan Baluwu yang masing-masing wilayah dipimpin oleh seorang Bonto sehingga lebih dikenal dengan Patalimbona. Keempat orang Bonto tersebut disamping sebagai kepala wilayah juga bertugas sebagai pelaksana dalam mengangkat dan menetapkan seorang Raja. Selain empat Limbo yang disebutkan di atas, di Buton telah berdiri beberapa kerajaan kecil seperti Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga. Maka atas jasa Patalimbona, kerajaan-kerajaan tersebut kemudian bergabung dan membentuk kerajaan baru yaitu kerajaan Buton dan menetapkan Wa Kaa Kaa (seorang wanita bersuamikan Si Batara seorang turunan bangsawan Kerajaan Majapahit) menjadi Raja I pada tahun 1332 setelah mendapat persetujuan dari keempat orang bonto/patalimbona (saat ini hampir sama dengan lembaga legislatif).<br /> Dalam periodisasi Sejarah Buton telah mencatat dua Fase penting yaitu masa Pemerintahan Kerajaan sejak tahun 1332 sampai pertengahan abad ke – 16 dengan diperintah oleh 6 (enam) orang raja diantaranya 2 orang raja perempuan yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona. Kedua raja ini merupakan bukti bahwa sejak masa lalu derajat kaum perempuan sudah mendapat tempat yang istimewa dalam masyarakat Buton. Fase kedua adalah masa Pemerintahan Kesultanan sejak masuknya agama Islam di Kerajaan Buton pada tahun 948 Hijriah ( 1542 Masehi ) bersamaan dilantiknya Laki La Ponto sebagai Sultan Buton I dengan Gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis sampai pada Muhammad Falihi Kaimuddin sebagai Sultan Buton ke – 38 yang berakhir tahun 1960.<br /> Dibidang hukum dijalankan sangat tegas dengan tidak membedakan baik aparat pemerintahan maupun masyarakat umum. Hal ini terlihat dari ke 38 orang sultan yang memerintah di Buton , 12 orang menyalahgunakan kekuasaan dan melanggar sumpah jabatan dan satu diantaranya yaitu Sultan ke - VIII Mardan Ali, diadili dan diputuskan untuk dihukum mati dengan cara leher dililit dengan tali sampai meninggal yang dalam bahasa wolio dikenal dengan istilah digogoli . <br /> Bidang perekonomian dimana Tunggu Weti sebagai penagih pajak di daerah kecil ditingkatkan statusnya menjadi Bonto Ogena disamping sebagai penanggung jawab dalam pengurusan pajak dan keuangan juga mempunyai tugas khusus selaku kepala siolimbona (saat ini hampir sama dengan ketua lembaga legislatif).<br /> Bidang Pertahanan Keamanan ditetapkannya Sistem Pertahanan Rakyat Semesta dengan falsafah perjuangan yaitu :<br />“Yinda Yindamo Arata somanamo Karo” (Harta rela dikorbankan demi keselamatan diri)<br />“Yinda Yindamo Karo somanamo Lipu” (Diri rela dikorbankan demi keselamatan negeri)<br />“Yinda Yindamo Lipu somanamo Sara” (Negeri rela dikorbankan demi keselamatan pemerintah)<br />“Yinda Yindamo Sara somanamo Agama” (Pemerintah rela dikorbankan demi keselamatan agama)<br /> Disamping itu juga dibentuk sistem pertahanan berlapis yaitu empat Barata (Wuna, Tiworo, Kulisusu dan Kaledupa), empat matana sorumba (Wabula, Lapandewa, Watumotobe dan Mawasangka) serta empat orang Bhisa Patamiana (pertahanan kebatinan).<br /> Selain bentuk pertahanan tersebut maka oleh pemerintah kesultanan, juga mulai membangun benteng dan kubu–kubu pertahanan dalam rangka melindungi keutuhan masyarakat dan pemerintah dari segala gangguan dan ancaman. Kejayaan masa Kerajaan/Kesultanan Buton (sejak berdiri tahun 1332 dan berakhir tahun 1960) berlangsung ± 600 tahun lamanya telah banyak meninggalkan warisan masa lalu yang sangat gemilang, sampai saat ini masih dapat kita saksikan berupa peninggalan sejarah, budaya dan arkeologi. Wilayah bekas Kesultanan Buton telah berdiri beberapa daerah kabupaten dan kota yaitu : Kabupaten Buton, Kabupaten Muna, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Bombana, Kabupaten Buton Utara, dan Kota Bau-Bau.<br />Raja-raja Buton<br />1. Raja ke I Wa Kaa Kaa 1311<br />2. Raja ke II Bulawambona<br />3. Raja ke III Bataraguru<br />4. Raja ke IV Tua Rade<br />5. Raja ke V Mulae<br />6. Raja ke VI Murhum<br />Sultan-Sultan Buton<br />1. Sultan ke-1 Murhum dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis (1491-1537),<br />2. Sultan ke-2 La Tumparasi (1545-1552) dengan gelar Sultan Kaimuddin,<br />3. Sultan ke-3 La Sangaji (1566-1570) dengan gelar Sultan Kaimuddin,<br />4. Sultan ke-4 La Elangi (1578-1615) dengan gelar Sultan Dayanu Iksanuddin,<br />5. Sultan ke-5 La Balawo (1617-1619)<br />6. Sultan ke-6 La Buke (1632-1645)<br />7. Sultan ke-7 La Saparagau (1645-1646)<br />8. Sultan ke-8 La Cila (1647-1654)<br />9. Sultan ke-9 La Awu (1654-1664) dengan gelar Sultan Malik Sirullah,<br />10. Sultan ke-10 La Simbata (1664-1669) dengan gelar Sultan Adilil Rakhiya,<br />11. Sultan ke-11 La Tangkaraja (1669-1680) dengan gelar Sultan Kaimuddin,<br />12. Sultan ke-12 La Tumpamana (1680-1689) dengan gelar Sultan Zainuddin,<br />13. Sultan ke-13 La Umati (1689-1697)<br />14. Sultan ke-14 La Dini (1697-1704) dengan gelar Sultan Syaifuddin,<br />15. Sultan ke-15 La Rabaenga (1702)<br />16. Sultan ke-16 La Sadaha (1704-1709) dengan gelar Sultan Syamsuddin,<br />17. Sultan ke-17 La Ibi (1709-1711) dengan gelar Sultan Nasraruddin,<br />18. Sultan ke-18 La Tumparasi (1711-712) dengan gelar Sultan Muluhiruddin Abdul Rasyid,<br />19. Sultan ke-19 La Ngkarieri (1712-1750) dengan gelar Sultan Sakiyuddin Duurul Aalam,<br />20. Sultan ke-20 La Karambau (1750-1752)Sultan Himayatuddin Ibnu Sultaani Liyaauddin Ismail<br />21. Sultan ke-21 Hamim (1752-1759) dengan gelar Sultan Sakiyuddin,<br />22. Sultan ke-22 La Seha (1759-1760) dengan gelar Sultan Rafiuddin,<br />23. Sultan ke-23 La Karambau (1760-1763)Sultan Himayatuddin Ibnu Sultaani Liyaauddin Ismail<br />24. Sultan ke-24 La Jampi (1763-1788) dengan gelar Sultan Kaimuddin,<br />25. Sultan ke-25<br />26. Sultan ke-26 La Kaporu (1791-1799) dengan gelar Sultan Muhuyuddien Abdul Gafur,<br />27. Sultan ke-27 La Badaru (1799-1822) dengan gelar Sultan Dayanu Asraruddin.<br />28. Sultan ke-28 La Dani (1823-1824)<br />29. Sultan ke-29 Muh. Idrus (1824-1851)<br />30. Sultan ke-30 Muh. Isa (1851-1861)<br />31. Sultan ke-31 Muh. Salihi (1871-1886)<br />32. Sultan ke-32 Muh. Umar (1886-1906)<br />33. Sultan ke-33 Muh. Hasiki (1906-1911)<br />34. Sultan ke-34 Muh. Husain (1914)<br />35. Sultan ke-35 Muh. Ali (1918-1921)<br />36. Sultan ke-36 Muh. Saifu (1922-1924)<br />37. Sultan ke-37 Muh. Hamidi (1928-1937)<br />38. Sultan ke-38 Muh. Falihi (1937-1960)<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-76336621809405561022012-06-07T00:30:00.002-07:002012-06-07T00:30:43.990-07:00Sage Sultan Murhum Buton<div style="text-align: justify;">
Karena usia sudah uzur Raja Buton ke V yaitu Raja Mulae sangat menyadari kemampuan dalam mengendalikan roda pemerintahan mulai nampak menurun sehingga meminta pertimbangan syara Buton (Siolimbona) untuk menyerahkan jabatan Raja kepada Murhum dengan pertimbangan bahwa Murhum telah memberikan jasa dan pengabdiannya dalam menyelamatkan Kerajaan Buton dari berbagai gangguan, ancaman, juga didasari pribadi Murhum menunjukan sifat-sifat seorang pemimpin, jujur, bijaksana dan tegas mengambil keputusan, disamping sebagai anak menantu Raja Mulae.<br /> Usul Raja Mulae mendapatkan respon positif dan suara bulat dari anggota legislatif Dewan Siolimbona untuk menetapkan Murhum sebagai Raja Buton yang ke VI. Pada awal masa pemerintahan Raja Murhum mengangkat Manjawari sebagai Sapati pertama dan Batambu sebagai Kenepulu pertama kedua orang yang disebutkan tersebut adalah putra asli Selayar dan Wajo Sulawesi Selatan, atas jasa keduanya membantu perlawanan Kerajaan Buton menghadapi bajak laut sehingga diberikan jabatan. Menurut catatan sejarah Buton Murhum menjadi Raja selama 20 tahun dimulai sejak akhir tahun 1538 Masehi.<br /> Ketika memasuki tahun ke 4 menjadi Raja, ia pun kedatangan tamu, seorang muballig dari Johor ( semenanujung Tanah Melayu ) yaitu Syekh Abdul Wahid Bin Sulaiman. Dan dari padanya ia mengukuhkan keislamannya sekaligus juga memperoleh pengakuan sebagai Raja Islam dengan gelar Sultan Murhum Kaimuddin pada tahun 1948 Hijriah atau tahun 1542 Masehi. Dua puluh tahun kemudian sesudah menjadi Raja tepatnya pada tahun 1558 Sultan Murhum Kaimuddin memperoleh pengakuan dan pengukuhan kembali dari Sultan Rum ( Turki ) sebagai Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis Dan Kerajaan Buton berubah status menjadi Pemerintahan Kesultanan Islam.<br /> Peristiwa tersebut menjadi momentum sejarah mulai membangun Pemerintahan Kesultanan Buton atas sendi-sendi Islam di Bawah bimbingan Syekh Abdul Wahid selaku penasehat Kesultanan pada saat itu. Antara lain dikukuhkannya Falsafah perjuangan hidup bermasyarakat yaitu Yinda-yindamo arataa somanamo karo, yinda-yindamo karo somanamo lipu, yinda-yindamo lipu somanamo agama (tiada meniadalah harta demi diri, tiada menidalah diri demi negeri, tiada meniadalah negeri demi agama ).<br />Dipuncak pemerintahannya Sultan Murhum telah menjadikan tokoh pemimpin dari 3 (tiga) Kerajaan yaitu Kerajaan Konawe, Wuna, Buton dan mempunyai wilayah teritorial yang sangat luas meliputi kepulauan Banggai, Buton, Muna, Kabaena, Tiworo, Kepulauan Tukang Besi, Wawonii, Marunene (Rumbia) pada pertengahan abad ke XVI.<br /> Masih banyak prestasi lain beliau yang tidak dapat diungkapkan semuanya disini dan setelah 46 tahun memimpin Kesultanan Buton (baik sebagai Raja ke VI dan Sultan I), tepat pada tahun hijrat 991 bersetuju dengan tahun 1584 M Lakilaponto Murhum Sultan Kaimuddin perpulang kerahmatullah dalam usia kurang lebih 90 tahun, dimakamkan di Bukit Lelemangura dalam kompleks Benteng Wolio Kota Bau – Bau.<br /> Sebagai akibat dari rasa cinta terhadap negeri dan tanah air serta rakyatnya, lahirlah rasa pengabdian yang tinggi pada seseorang yang patriotik. Tetapi seseorang yang memiliki rasa pengabdian yang dibuktikan dalam kenyataan kehidupan masyarakat, otomatis harus memiliki aspek-aspek kebudayaan yang lain seperti rasa kesabaran, rasa ketabahan (keuletan, ketekunan, kemauan yang keras), keberanian (berani berkorban dan tulus ikhlas, ketaatan), rasa optimis untuk mencapai kemenangan (kejayaan) rasa cinta terhadapt kebenaran dan keadilan, serta mempunyai rasa kerinduan terhadap kemakmuran dan kedamaian, didalam pengabdian terhadap Negeri dan rakyatnya seorang patriotik otomatis pula dipandang oleh rakyat dan masyarakatnya sebagai bapak, pemimpin, sehingga patriot itu juga pelindung, tokoh, pelopor dan pahlawan.<br />Nilai patriotik seseorang adalah nilai-nilai kebapaan, kepemimpinan yang diliputi oleh rasa cinta terhadap tanah air, negeri dan bangsa serta rakyatnya dan mempunyai rasa dedikasi yang tinggi dan berkemauan keras untuk membawa rakyat dan negerinya kealam bahagia, tentram dan damai, adil dan makmur, dan sejahtera. Jika Murhum dalam sejarahnya, ternyata adalah seorang patriotik, maka ia adalah :<br />1. Seorang pemimpin, seorang bapak, baik sebagai raja dalam pemerintahan, maupun seorang panglima perang, yang membawa negeri dan rakyatnya kepada persatuan dan kesatuan, dan tentram dari gangguan pengacau dari luar.<br />2. Seseorang yang mempunyai pandangan kearah masa depan yang gilang gemilang bagi negeri dan rakyatnya untuk hidup bahagia tentram dan damai yang telah dinyatakan, dihasilkan dan dimanfaatkan oleh rakyat dan negerinya, sehingga beliau dapat disebut sebagai seorang yang idialis-realis-fragmatis (ingat suasana pemerintahan beliau sebagai raja sebagai gelar Sultan).<br />3. Seorang yang sangat kasih dan cinta terhadap negeri negeri dan rakyatnya serta norma adat dan agama, melibihi kasih dan cintanya terhadap diri dan keluarganya.<br />4. Sudah sepatutnya Sultan Murhum Kaimuddin dapatlah dijadikan contoh dan suritauladan pimpinan masa depan dan oleh karenanya nama tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu nama apakah negeri, apakah pelabuhan laut, apakah pelabuhan udara atau yang lainnya dan pasti nama tersebut tetap terpatri didalam perjalanan sejarah dan pembangunan Sulawesi Tenggara secara keseluruhan.<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-31204172068473533742012-06-07T00:28:00.002-07:002012-06-07T00:28:55.452-07:00Pantun Buton (Mawasangka)(1) Pantun Muda-Mudi<br /><br />Ambeli-mbeli ne bhau-bhau<br /><br />Awoha lambu nopotala-tala<br /><br />Mahingga amate ne kapulu<br /><br />Sumanomo apooli cewe ma ngadha<br /><br />Artinya :<br /><br />Jalan-jalan ke Bau-Bau<br /><br />Lihat rumah berbaris-baris<br /><br />Biar mati di ujung keris<br /><br />Asal dapat cewe yang cantik<br /><br />(2) Pantun Jenaka<br /><br />Manu ka’ito nopute untelino<br /><br />Ane dhofumaa’e nombaka sia’e<br /><br />Kalambe ka’ito nopute wangkano<br /><br />Ane nofutaa nokolo sia’e<br /><br />Artinya :<br /><br />Ayam hitam putih telurnya<br /><br />Kalau dimakan enak sekali<br /><br />Cewe hitam putih giginya<br /><br />Kalau tetawa kecut sekali<br /><br />(3) Pantun Orangtua<br /><br />Kalangkeno gunu kabhaeno watu<br /><br />Nolangke dhua Kawasana Ompu<br /><br />Mehingga do’ohi sehewu ta’u<br /><br />Percuma ane desambaheya’a<br /><br />(4) Pantun Teka-Teki<br /><br />Ande opande ondofi kenta<br /><br />Ondofikanau kenta mongiwa<br /><br />Ane opande pogau Mawasangka<br /><br />Fombakanau ma’anano wangka<br /><br />Artinya :<br /><br />Kalau kamu pandai mencari ikan dilaut<br /><br />Tolong carikan si ikan Hiu<br /><br />Kalau kamu pandai bahasa Mawasangka<br /><br />Coba artikan kata ‘wangka'<br /><br /><br />Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com3tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-84550363528319332402012-06-07T00:25:00.004-07:002012-06-07T00:25:39.030-07:00Legenda Pantai Kataana Di Buton<div style="text-align: justify;">
Suatu ketika beberapa remaja putri sedang menikmati permadian disebuah pantai di kampung Wabagere. Mereka sangat menikmati suasana tersebut dengan riang sambil menanti datangnya senja disore hari, seolah hari-hari yang mereka lewati begitu indah dan menyenangkan, maklum mereka adalah putri-putri dari bangsawan kerajaan Buton. Diantara mereka adalah seorang putri bernama Wa Katanaa yang memiliki paras yang cantik dan ayu. Wa Katanaa menjadi primadona dikalangan mereka dan terkadang teman-temannya iri atas kecantikan wajahnya.<br /> Waktu menjelang sore, dan pengawal-pengawal putri bangsawan tersebut mulai berdatangan untuk menjemput mereka, namun mereka seolah tidak mau beranjak dari tempat permandiannya. Mereka terus saja asyik menikmati suasana pantai yang sejuk dengan hantaman ombak yang begitu lembut menyentuh tubuh mereka.<br /> Lalu datanglah pemimpim dari pengawal tersebut yang juga seorang Bangsawan hendak membujuk mereka agar segera pulang. Rupanya putri-putri tersebut sejak semula memang sedang menanti kedatangan priaituyang juga memiliki wajah yang tampan dan juga santun.<br /> Maka berkatalah pemimpin pengawal tersebut kepada mereka. “ wahai.. tuan-tuan putri, hendaklah kalian beranjak dari situ sebab hari telah menjelang sore dan sebentar lagi gelap, dinginnya air akan menembus tulang kalianhinggaakhirnyakalian bisa sakit, dan apabila itu terjadi maka tuan-tuan putri tidak akan lagi menikmati hari-hari yang menyenangkan seperti saat ini..” keadaan menjadi sunyi, namun putri-putri tersebut belum juga mau beranjak dari tempat mandinya. <br /> Mereka rupanya diam-diam mengagumi pria tersebut dengan ketampanan dan kelembutan suaranya. Mereka menggoda, mereka ingin mendengar pria itu berusaha membujuk mereka sekali lagi, namun tiba-tiba sesuatu terjadi, salah seorang dari mereka tanpa sengaja buang angin (kentut) akibat terlalu lama berendam dalam air, maka suasana yang tadinya sunyi berubah menjadi riuh. Semua tertawa tanpa terkecuali termasuk pemimpin pengawal tersebut yang sedikit agak tersinggung. Seorang pengawal yang tidak tahan atas kejadian ituspontan bertanya siapa gerangan diantara wanita-wanita cantik itu memiliki kentut yang begitu bau.<br /> Mendengar celoteh salah satu pengawal atas kejadian memalukan tersebut, maka spontan mereka saling tunjuk dan saling membantahhingga mata semua tertuju pada sosok Wa Katanaa. Karena merasa malu terutama pada pria bangsawan yang menjadi pemimpin pangawal tersebut, maka dengan meyakinkan Wa Katanaamembantah tuduhan teman-temannya sambil bersumpah “wahai dengarkanlah sekalian, sesungguhnya bukanlah saya yang melakukan perbuatan memalukan tersebut, dan jika itu terjadi, maka saya lebih baik menjadi batu di pantai ini daripada ikut serta bersama kalian”. Mendengar ucapan Wa Katanaa, maka pria bangsawan tersebut kemudian berkata “Baiklah, lupakanlah, anggaplah kejadian tadi tidak pernah terjadi, maka segeralah kalian berkemas sebab hari sudah hampir gelap, ”. Maka putri-putri bangsawan tersebut satu persatu kemudian beranjak dari permandiannya dan menuju kedarat dengan wajah yang berseri-seri. Namun diantara mereka cuma Wa Katanaa yang belum juga beranjak dari tepi pantai. Melihat ia masih disitu,maka Pria Bangsawan itu kemudian kembali membujuk Wa Katanaa untuk segera meninggalkan tempat permadiannya, namun rupanya itu membuat teman-teman yang lainnya menjadi cemburu, lalu mereka memaksa bangsawan tersebut bersama beberapa pengawalnya untuk menemani mereka pulang dan meninggalkan Wa Katanaa bersama sebagian pengawalnya yang lain. <br /> WaKatanaa belum juga bisa beranjak dari bibir pantai, Kakinya seolah-olah menjadi keram dan merasa kesulitan untuk beranjak dari tempatnya disebabkan pasir pantai yang menutupi sampai mata kakinya. Lalu para pengawal yang bersama Wa Katanaa mencoba untuk membantu mengangkat sang putri bangsawan tersebut dari tepi pantai, namun ternyata sia-sia. Semakin berusaha ditarik, maka makin kuatlah dan semakin tinggi pasir itu menutup kakinya. Meskipun sudah berusaha dengan sekuat tenaga dan menggunakan gagang tombak untuk mencukil pasir yang menutupi kaki waKatanaa,namun tetap saja tidak berhasil. Melihat hari sudah semakin gelap serta kejadian mengerikan yang dialami Wa Katanaa, maka para pengawal itu lari meninggalkan sang putriuntuk mencari pertolongan dan hendak menyampaikan peristiwa yang baru saja di alami oleh Wa Katanaa kepada penduduk setempat.<br /> Dalam kesendiriannya wa Katanaa mencoba berteriak meminta pertolongan namun suara itu semakin lama semakin kecil, lalu dia mengingat apa yang sebelumnya dia ucapkan, dia rela berbohong untuk menghindari malu dari orang yang dicintainya, dia sadar atas kebohongan dan sumpah serapahnya, dia menyesali perbuatannya, dia menangisi perbuatannya, namun suara itu tidak bisa lagi keluar dari mulutnya, terlambat sudah, sebagian badannya telah berubah hingga akhirnya seluruh tubuhnya menjadi batu.<br /> Keesokan paginya, masyarakat berdatangan untuk melihat bagaimana nasib Wa Katanaa, mereka tidak menemukan sesuatu kecuali sebongkah batu seukuran manusia yang berada ditepi pantai. Dan sejak saat itu, pantai tersebut dinamakan pantai Katanaa.<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-10392076469191382542012-06-07T00:23:00.004-07:002012-06-07T00:23:55.854-07:00Hikayat Buton Tentang Sipanjonga<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam hikayat Sipanjonga “Mia Patamia” terdiri atas empat orang: Sipanjonga, Simalui, Sitanamajo, dan Sijawangkati. Dikisahkan pemimpin kelompok pelayaran bernama Sipanjonga, seorang hartawan dan dermawan berasal dari Pulau Liyaa di Johor. Sebelum keberangkatan kelompok itu, Sipanjonga bermimpi didatangi seorang tua yang menasihatinya agar pergi ke tempat yang lebih baik.<br /> Maka berkata orang tua itu kepada Sipanjonga “hee cucuku, apa juga sudahnya cucuku tinggal di dalam pulau ini, lebih baik engkau mencari lain tempat yang lebih baik dari pulau ini. Maka kata Sipanjonga “hee nenekku, bagaimana aku pergi mencari lain tempat daripada pulau ini. Maka kata orang tua itu “cucuku buatlah perahu di ujung pulau ini supaya boleh cucuku pergi sekalian dengan segala keluarga cucuku”.<br /> Kemudian Sipanjonga memerintahkan hamba sahayanya membuat perahu yang diberi nama “palulang”. Perahu ini segera dimuati sekalian orang beserta harta sekalian jenis emas, perak, tembaga, suasa, dan permata, intan baiduri, mutiara, dan lain sebagainya. Keberangkatan Sipanjonga digambarkan demikian:<br />“Maka layar perahu pun dipasang oranglah merapat kiri kanannya. Maka Sipanjonga pun naiklah ke palulang serta dengan segala bunyi-bunyian. Itulah adat segala anak raja-raja yang besar-besar di dalam negeri. Maka kepada hari yang baik dan saat yang baik maka Sipanjonga pun menyuruh orangnya bongkar sauh, maka orang pun hadirlah masing-masing dipegangnya. Maka meriam pun pasang oranglah kiri kanan dan bunyi-bunyiannya dipalu oranglah. Terlalu khidmat bunyinya dan layar pun dibuka orang, maka angin bertiuplah terlalu keras jalannya palulang itu, seperti burung rajawali pantasnya. Dengan seketika juga Pulau Liyaa itu lepas dari pada mata orang banyak”.<br /> Dalam kisah, Sipanjonga terdampar di Pulau Malalang setelah tujuh malam lamanya kemudian melanjutkan pelayarannya. Sewaktu menunggu itu, Sipanjonga mendengar suara: “Hee Sipanjonga janganlah engkau berduka cita atas pekerjaanmu karena engkau melakukan dirimu seperti demikian itu. Kembalilah engkau ke pilangmu, bukan tempat bagimu pada pulau ini. Hendaklah engkau segera berlayar menuju matahari. Adalah sebuah pulau besar “Butuni” namanya disebut orang. Disanalah engkau duduk yang sedia insya Allahu Ta’aala. Kemudian hari itu pula dapat menjadi sebuah negeri yang besar-besar beribu-ribu orangnya lagi beroleh ‘anak-anak’ seorang laki-laki dan cucumu maha banyak dan anakmu itupun mendapat seorang ‘perempuan’ didalam buluh gading yaitu menjadi raja didalam negeri itu lagi anakmu itu kaya kekal kekayaannya datang kepada anak cucumu dengan berkat orang yang didapat didalam buluh itu”.<br /> Pendaratan rombongan Sipanjonga di Pulau Butun terbagi dalam dua: kelompok yang dipimpin Sipanjonga dan Simalui di Kalampa, dan kelompok Sitanamajo dan Sijawangkati di Walalogusi. Mereka mendirikan permukiman di pesisir dan akhirnya bersatu di Kalampa. Akan tetapi dalam perjalanannya perkampungan itu sering mendapat serangan perompak. Dikisahkan pula Sijawangkati memasuki ke pedalaman untuk menebang pohon enau. Rupanya wilayah itu sudah dikuasai seorang bernama Dungkungcangia. Berkali-kali Sijawangkati menebang pohon itu membuat Dungkungsangia marah. Ia lalu menebang pohon yang lebih besar dari yang ditebang Sijawangkati. Melihat hasil tebangannya itu, Sijawangkati menganggap si penebang pastilah bukan sembarang orang. Iapun lalu mengikat hasil tebangan itu dengan seutas tali. <br /> Kini Dungkungcangia yang mengira pelakunya manusia luar biasa. Tibalah mereka bertemu dan saling mengadu kesaktiannya. Tidak ada yang kalah dan menang. Mereka sepakat untuk berdamai dan membentuk ikatan persaudaraan. Kemudian diketahui Dungkungcangia adalah raja Tobe-Tobe. Ia menyerahkan wilayahnya masuk ke dalam kerajaan Butun. Mitos ini menggambarkan proses adapti dan integratif antara pendatang dan orang yang “lebih dahulu” tinggal di Pulau Butun. Dalam konteks masyarakat Butun sesungguhnya tidak ada pengertian penduduk “asli”.<br /> Konon Dungkungcangia adalah salah satu panglima pasukan Khubilai Khan yang tercerai dari induknya sewaktu dipukul mundur oleh Raden Wijaya pendiri kerajaan Majapahit. Memang dikenal ada tiga orang panglima dalam pasukan Khubilai Khan yang menyerang Jawa pada abad ke-13: Shihpi, Iheh-mi-shih, dan Kau Hsing. Entah mana yang kemudian dikenal sebagai Dungkungcangia. <br /> Menurut tradisi lokal pula disebutkan Dungkungcangia terdampar di pantai timur Butun. Sewaktu melakukan penelitian lapangan awal Agustus 1995, penulis masih dapat melihat kerangka perahu yang dipercaya penduduk Desa Wabula, sebagai perahu yang terdampar dahulu digunakan Dungkungcangia. Mereka masih merawat sebagai barang keramat. Menarik nama Wabula untuk desa di tepian pantai itu. Dalam bahasa Wolio, Wa (Ode) menunjuk pada jenis perempuan, La (Ode) = untuk laki-laki), sedangkan bula artinya putih. Dikisahkan pula bahwa ada seorang perempuan Cina yang turut dalam penumpang perahu yang terdampar itu. Menurut keyakinan setempat, penduduk di sana adalah keturunan dari “si perempuan putih” itu.<br /> Tentang seorang manusia yang muncul dari “buluh (bambu)”, merupakan kisah lokal dari Muna. Adalah mitos terbentuknya perkampungan pertama bernama Wamelai, sekarang bagian dari Kampung Tongkuno. Komunitas ini hidup berburu dan membuka ladang. Sistem kemasyarakatannya dipimpin oleh seorang yang disebut mieno. Sewaktu sekelompok orang mencari bambu untuk membuat rumah besar untuk mieno, terjadilah suatu peristiwa. Ketika seorang mengayunkan parang menebang bambu maka terdengarlah suara “aduh kakiku” lalu ketika diayunkan ke atas sedikit terdengar lagi “aduh pinggangku” dan ketika sampai di bagian atas terdengar lagi “aduh kepalaku”. Maka dibawalah bambu itu ke Wamelai dan dijaga dengan hati-hati.<br /> Setelah beberapa hari terdamparlah sebuah palangga di pantai yang berisi seorang perempuan. Ia adalah anak raja Luwu yang sengaja dikirim ke timur karena belum juga mendapat jodoh. Ia diberi nama Sangke Palangga dan dipertemukan dengan bambu ‘ajaib’ itu. Maka terdengarlah suara dari bambu: “inilah isteri saya”, dan dijawabnya “saya datang memang untuk tuan”. Dari bambu keluarlah seorang laki-laki yang kemudian dikenal sebagai Beteno ne Tombula. Dari pasangan inilah yang menurunkan penduduk Muna. Mitos semacam ini terdapat pula yaitu munculnya Wa Kaa Kaa seorang perempuan yang kemudian menjadi raja perempuan Butun.</div>
<div style="text-align: justify;">
Salah satu fungsi mitos memang adalah sebagai faktor integratif atau pembentuk solidaritas masyarakat. Begitulah ketika Sipanjonga berkawin dengan Sabanang, saudara perempuan Simalui, melahirkan anak laki-laki bernama Betoambari (nama bandara di Bau-Bau sekarang). Betoambari dikenal sebagai tokoh penting kerajaan Butun. Ia pula yang mengawinkan Wa Kaa Kaa, adalah puteri Batara Guru yang bermukim di langit, dengan Sibatara seorang keturunan dari Majapahit (Vonk 1937:20). Alur ceritera memang tidak usah harus dirunut dengan logis yang utama adalah bagaimana pembenaran dan legitimasi bagi sebuah tatanan sosial-politik hendak dibangun. Maka begitu pula ketika mitos dari “dunia Bugis” yang lain pun berkaitan dengan mitos-mitos di atas dalam uraian di bawah ini. Mengenai asal-usul penduduk, dikenal pula adanya mitos dari Luwu yang dianggap merupakan “the cradle of civilization” di Sulawesi Selatan. Dilihat dari perspektif Luwu, Butun dan Muna merupakan daerah “pinggiran”. Asal-usul penduduk kesultanan berasal dari kedua pulau itu, seperti di bawah ini:<br />“Dahulu di sini adalah air. Sampai pada suatu hari berlayarlah sebuah perahu mengarungi laut itu, yang ditumpangi seorang laki-laki bernama “SAWERIGADI”. Perahunya terdampar. Sawerigadi adalah anak raja Luwu dan oleh ibunya diperintahkan berkeliling dunia dengan membawa “ayam kuning”. Ia dianggap sebagai “orang mulia”, seorang yang menempati strata tinggi. Tempat terdamparnya perahu itu pada satu tanah besar di tengah laut, yang kemudian menjadi Pulau Muna. Juga diketahui gunung tempat perahu terdampar masih ada bernama “Gunung Bakutara” dan terletak di dekat Kota Muna dahulu. Di gunung itu masih tegak batu berbentuk perahu. Dari tempatnya terdampar, Sawerigadi berjalan menuju daratan ke Wisenekontu, dekat kampung Tanjung Batu sekarang, dari sana ia lalu kembali ke negerinya. (Wisenekontu berati “menghadap ke batu”). Raja Luwu kemudian mengirimkan sejumlah orang-orangnya pergi melihat perahu Sawerigadi. Sebagian orang-orang itu tetap tinggal dan merekalah penduduk pertama Muna”<br /><br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-68910866418770375712012-06-07T00:21:00.002-07:002012-06-07T00:21:21.691-07:00Fabel Buton Landoke-Ndoke Te Manu<div style="text-align: justify;">
Pada zaman dahulu, kera dengan ayam bersahabat karib. Pada suatu hari kera mengundang sahabatnya untuk pergi melancong. Karena sibuknya mereka melihat-lihat keindahan alam, mereka lupa petang. Dalam perjalanan, kera merasa lapar. Karena laparnya itu, kera menangkap kawannya sambil berkata: “aku akan memakan kamu”. Ayam itu menggelepar-gelepar. Semua bulunya dicabuti oleh kera. Oleh karena ayam itu kuat, maka terlepaslah ia dari tangan kera, lalu ia lari mencari sahabatnya yang lain, yakni kepiting.<br /> Ketika bertemu kepiting, ayam menceritakan hal-ikhwal kejadian yang dialaminya itu kepada sahabatnya. Dengan keheran-heranan, kepiting itu berkata: “kalau kita mencari kawan, kita harus tahu memilih mana kawan yang setia dan mana yang tidak. Marilah masuk ke dalam rumah saya ini”.<br /> Masuklah ayam itu ke dalam rumah kepiting sambil ia meminta tolong untuk mengembalikan bulunya seperti semula. Kepiting itu memandikan kawannya (ayam) dengan santan. Begitu dibuatnya setiap hari, sehingga hanya beberapa hari saja, bulu ayam itu tumbuh. Lama kelamaan bulu ayam itu tumbuh dan telah kembali seperti semula. Ayam itu lalu bertanya kepada kepiting: “bagaimanakah akalnya untuk membalas dendam kepada kera itu, sedang ia lebih tangkas dari kita”. Jawab kepiting: “kamu bantu saya membuat perahu dari tanah yang saya keluarkan dari lubangku. Bilamana sudah selesai, kamu pergi undang kera, kita menyeberang ke pulau sana yang banyak buah-buahan”.<br /> Bekerjalah mereka berdua membuat perahu dari tanah. Setelah selesai, lalu ayam pergi mencari sahabatnya, kera. Setelah bertemu, ayam mengundang kera sahabatnya untuk menyeberang pada sebuah pulau yang banyak buah-buahannya dan pemandangannya sangat indah.<br /> Kera itu bertanya: “Di manakah kita mendapat perahu untuk menyeberang?” Jawab ayam: “Nanti saya ajak kawan saya kepiting dan ia ahli di perahu”. Mendengar itu, kera sangat gembira kerena dipikirnya bahwa kalau mereka tiba di pulau itu, tentu ia akan puas memanjat dan memakan buah-buahan, sedang kawannya tentu akan kelaparan karena tidak tahu memanjat.<br /> Segera ayam menemui kepiting, sambil menyiapkan perahu yang pernah mereka buat. Kemudian memanggil kera. Dengan merasa bangga, kera melompat ke dalam perahu. Kera tidak mengetahui bahwa ayam dan kepiting sudah bermufakat bahwa kalau di tengah laut, bilamana ada komando, akan dilaksanakan dengan diam-diam, supaya perahu bocor dan tenggelam. Maka berangkatlah mereka dengan perasaan gembira. Tiba di tengah laut, ayam itu bernyanyi-nyanyi. Demikian nyanyiannya: “Aku lubangi lho!!” Kepiting menjawab pantun temannya: “tunggu sampai dalam sekali lho!!”<br /> Lalu, kemudian ayam mulai mencontok-contok perahu itu, akhirnya perahu itu bocor, lalu tenggelam. Setelah perahu tenggelam, kepiting menyelam kedasar laut dan ayam terbang ke darat. Sial bagi kera yang tidak tahu berenang, sehingga ia mati lemas di tengah laut.<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3150332138945490810.post-46918707111774282752012-06-07T00:19:00.003-07:002012-06-07T00:19:40.510-07:00Dongeng Buton Tentang Wa Ndiu-Ndiu<div style="text-align: justify;">
Dahulu kala hiduplah seorang wanita dengan dua orang anaknya, dia hanya tinggal bertiga karena suaminya telah tiada. Kedua anaknya diberi nama, sang kakak bernama La Nturungkoleo dan sang adik bernama La Mbata-mbata . Mereka hidup dalam kemiskinan, dan sangat memprihatinkan, untuk makan sehari-hari begitu susahnya, akan tetapi namanya seorang ibu tidak ingin melihat anaknya menderita dan mati kelaparan. Si Ibu berusaha mati-matian untuk membahagiakan kedua putranya, karena di daerah kami seorang anak laki-laki mempunyai panggilan khusus yaitu dipanggil dengan awalan La, misalnya La Andi, begitu pula dengan perempuan dipanggil dengan awalan Wa misalnya Wa Eni.<br /> Suatu hari kedua anaknya merintih ingin makan ikan, dan merengek pada ibunya untuk mencarikan ikan untuk mereka, maka si Ibu berangkatlah ke laut untuk mencari ikan, dan kepergiannya itu membuatnya untuk pergi dan tidak kembali lagi, konon si Ibu telah menjadi seekor duyung, yang dikenal dengan sebutan Wa Ndiu-ndiu, setiap hari kedua anak itu pergi ke laut menanti ibunya untuk kembali pada mereka, akan tetapi takdir berkata lain ibunya telah pergi dan takan pernah kembali, menyesalah kedua anaknya, gara-gara ingin makan ikan membuat ibunya pergi untuk selamanya, maka tinggalah mereka berdua sebatang kara di dunia ini.<br /> Setiap kali kedua anak itu ketepi laut, mereka sering bernyanyi untuk menghibur diri mereka, dan berharap si Ibu mendengarkan dan mau kembali ke daratan, berikut penggalan lagunya :<br />“Wa Ina Wa ndiu-ndiu maipo susu andiku, andiku La Mbata-mbata, Wa kaaku La Nturungkoleo”<br />(Wahai mamaku si ikan duyung, marilah susuin adikku, adikku La Mbata-mbata, kakakku La Nturungkoleo)<br /> Semoga kita bisa mengambil hikmah dari penggalan cerita rakyat di atas, yaitu kita harus senatiasa berbakti kepada kedua orang tua kita, terutama ibu, yang telah melahirkan dan merawat kita dengan penuh kasih sayang, dan mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan oleh Yang Maha Kuasa.<br /><br /></div>Arwahid Mawasangka Butuunihttp://www.blogger.com/profile/01356204335160821877noreply@blogger.com0