Kamis, 07 Juni 2012

Teori Terjadinya Bahasa

2.4.1 Teori Migrasi Bahasa
    Migrasi bahasa terjadi karena perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain. Perpindahan penduduk itu tentu membawa serta bahasanya ke tempat perpindahannya. Menetapnya penutur bahasa di tempat yang baru lambat laun membentuk bahasa baru. Keadaan itu didasari oleh faktor perpindahan yang sudah cukup lama dan jauhnya hubungan dengan daerah asal. Tetapi dipihak lain walaupun daerahnya bertetangga kadang-kadang ditemukan perbedaan bahasa.
    Bertolak dari keadaan tersebut muncullah sebuah teori yang disebut migrasi bahasa yang dikatakan oleh Raimo Antilla. Penjelasan yang berkaitan dengan isi teori itu sebagai berikut:
Menurut asumsi umum yang belaku, wilayah suatu bahasa biasanya diidentifikasi dengan daerah penutur-penuturnya. Dalam hubungan ini kita perlu membedakan dua istilah yang akan menjadi penting dalam uraian mengenai teori migrasi bahassa, yaitu istilah wilayah (area) dan daerah (region). Wilayah suatu bahasa adalah tempat-tempat dimana terdapat pemakai-pemakai suatu bahasa. Dalam kenyataan bahasa dapat terdiri dari suatu tempat yang secara geografis berkesinambungan atau dapat pula terdiri atas sejumlah tempat yang secara geografis terpisah dari yang lain (dalam Gorys Keraf, 1984:172)
    Kutipan tersebut ditambah lagi dengan penjelasan yang mendasari teori migrasi bahasa. Dalam hal ini teori migrasi bahasa didasarkan pada dua dalil. Yaitu:
1) Wilayah asal bahasa-bahasa kerabat merupakan suatu daerah yang berkesinambung; 2) Jumlah migrasi mungkin direkontsruksi akan berbanding terbalik dengan jumlah gerak perpindahan dari tiap bahasa (Gorys Keraf, 1984:173).
Dasar-dasar pemikir seperti yang dikemukakan di atas memperjelas proses terjadinya suatu bahasa daerah. Karena berbicara tentang migrasi bahasa atau perpindahan itu tentu erat kaitannya dengan dalil-dalil yang mendasari uraian tentang proses terbentuknya bahasa itu.
    Rasanya pembicaraan tentang proses terjadinya bahasa daerah yang dikaitkan dengan inti teori migrasi bahasa belum cukup. Ketidakcukupan ini ditandai dengan adanya kerumitan dalam bahasa itu sendiri, sehingga oleh para ahli seperti Gorys Keraf (1984:166) menambahkan lagi sebuah uraian sebagai berikut:
Disamping penalaran yang diturunkan dari data-data kebahasaan untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulan mengenai migrasi, maka ilmu-ilmu bantu yang dimaksud misalnya kebudayaan, arkeologi, dan tropologi. Walaupun demikian untuk kepentingan ilmu bahasa semua teori yang berasal dari ilmu-ilmu lain mengenai migrasi harus disesuaikan untuk kepentingan kesimpulan-kesimpulan migrasi bahasa.
Kesimpulan yang dimaksud pada pendapat di atas adalah kesimpulan yang memuat tentang proses terjadinya bahasa baru (bahasa daerah) yang memakai tempo waktu yang relatif lama. Jangka waktu yang panjang itu tentu selalu mengikuti perkembangan penutur-penutur bahasa.
2.4.2 Teori Gelombang
    Dalam kajian dan jangkauan isi teori gelombang yang dikaitkan langsung dengan proses terjadinya bahasa daerah, perlu melihat wilayah pemakaian bahasa itu. Wilayah pemakaian bahasa itu selalu berbanding sama atau hampir sama dengan jumlah penuturnya. Artinya apabila jumlah penutur bertambah maka wilayah bahasa itu akan bertambah pula. Dengan kata lain perubahan-perubahan bahasa kadang kala disebabkan oleh pertumbuhan pendudukan yang pesat disertainya dengan perpindahanya.
    Untuk lebih jelasnya isi teori gelombang dikemukakan sebagai berikut:
Bahasa-bahasa dipergunakan secara berantai dalam wilayah tertentu dan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada suatu tempat tertentu. Perubahan-perubahan ini menyebar ke semua arah, seperti halnya gelombang pada sebuah kolam yang disebabkan oleh barang yang dijatuhkan ke dalam kolam. Atau dengan kata lain perubahan dapat tersebar seperti gelombang pada suatu wilayah bahasa. Dan setiap perubahan meliputi suatu wilayah yang tidak tumpang tindih dengan wilayah perubahan bahasa yang terdahulu hasil dari gelombang. Gelombang-gelombang yang berurutan tersebut adalah jaringan isogloss. Daerah-daerah yang berdekatan dengan pusat penyebaran akan lebih banyak menunjukan persamaaan-persamaan dengan pusat penyebarannya (John Schmidt dalam Gorys Keraf, 1984:110).

Selanjutnya, penjelasan tentang teori gelombang dalam hubungannya dengan penyebaran bahasa dikemukakan dengan gambar sebagai berikut.




            (John Schmidt dalam Gorys Keraf, 1984:110)

Gambar tersebut adalah contoh proses penyebaran bahasa dengan terbentuknya bahasa daerah. Juga dari gambar tersebut tercermin bahwa sebuah bahasa induk dapat menghasilkan bermacam-macam bahasa daerah. Perkembangan bahasa itu mirip seperti gelombang.
2.5 Bahasa dan Masyarakat Penutur
Manusia yang hidup dalam sebuah kelompok selalu menggunakan bahasa untuk berinteraksi dengan yang lain. Penggunaan bahasa dalam semua interaksi itu ditandai dengan adanya ide-ide seseorang yang perlu disampaikan kepada orang lain. Penerimaan ide-ide itu selalu mendapat tanggapan dan balikan kepada pencetusnya. Kemudian pencetusnya tentu akan menerima ataupun menolak tanggapan itu, sehingga tidak menutup kemungkinan akan disalurkan kepada orang lain. Begitulah interaksi itu berlangsung terus-menerus secara timbal balik dengan menggunakan bahasa sebagai alat ekspresinya.
Bahasa adalah alat komunikassi yang paling ampuh, efektif, bersturktur, manasuka dan mudah dipahami. Banyak alat komunikasi lain seperti bunyi tong-tong, bunyi bel dan sebaginya. Tetapi tidak selengkap bahasa yang maksud komunikatornya dipahami dengan mudah dan jelas. Begitulah kira-kira suatu gambaran yang menunjukan bahasa adalah alat komunikasi yang cocok dengan siapa saja dan dalam bentuk situasi apasaja.
 Sehubungan dengan hal itu, Gorys Keraf (1979:5) mengemukakan sebagai berikut:
Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan dengan secara efisien melalui bahasa. Bahsa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan setiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya.
Pendapat tersebut menggambarkan berapa pentingnya bahasa itu dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa adalah suatu hal yang tidak dapat terlepaskan dalam kehidupan individu. Lebih-lebih kalau individu itu adalah seorang pemimpin. Kalau demikian adanya, maka bahasa itu belum cukup hanya sekedar dimiliki kecuali harus mampu menggunakannya secara baik dan benar. Apalagi kalau penggunaan bahasa itu dalam kehidupan sosial dan kegiatan-kegiatan lainya. Hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa semua kegiatan sosial akan berjalan dengan baik karena dapat diatasi dengan mempergunakan bahasa. Semua tutur pertama-tama dimaksudkan untuk mendapat tanggapan, baik tanggapan yang berupa tutur, maupun tanggapan yang berbentuk perbuatan atau tindakan. (Gorys Keraf, 1979:6).
Sehubungan dengan keadaan tersebut, dapatlah dibayangkan betapa miskinnya kehidupan ini bila kita tidak memiliki bahasa. Oleh karena itu, tentulah fungsi bahasa dalam kehidupan ini sungguh penting. Fungsi yang dimaksud dapat dilihat dalam penjelasan berikut:
a.    Untuk menyatakan ekspresi diri;
b.    Sebagai alat komunikasi;
c.    Sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
d.    Sebagai alat untuk mengadakan kontrol sosial (Gorys Keraf,1979:3).
Dari keadaaan tersebut dapatlah ditegaskan bahwa manusia ada, berarti bahasa ada. Bahasa ada berarti akan digunakan oleh manusia. Dengan kata lain, semua konsep pikiran memerlukan bahasa sebagai alat pencurahannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar